"Kak Vano, makasih ya tadi udah nolongin aku." kataku pada Kak Vano. Pasalnya tadi saat acara berlangsung, aku sempat mau terjatuh. Namun tidak jadi, karena dengan cepat kak Vano menarik tanganku. Membuatku tidak jadi terjatuh.
Aku tidak terbiasa memakai sepatu ber-hak tinggi, itulah kenapa keseimbanganku sedikit goyah tadi.
Selain menggantikan Daffa menjadi sponsor, kak Vano juga menggantikan Daffa untuk tampil di panggung. Ikut memperagakan salah satu pakaian buatan Tiara.
Kak Vano menjadi pasanganku hari ini. Berjalan di panggung bersamanya membuat hatiku semakin gugup. Tak kalah keren dengan Daffa, kak Vano memang terlihat sangat keren dan menawan. Semua orang menatapnya tanpa berkedip. Aku pun juga sempat terpesona sesaat dengannya.
"Sayang ternyata kamu di sini, aku cariin dari tadi. Kita cari makan yuk, aku lapar." kata Bella yang tiba-tiba muncul. Nada bicaranya dibuat manja, membuat geli orang yang mendengarnya.
"Bodoh banget sih kak Vano, mau aja pacaran sama Bella. Cantik, ya emang cantik sih. Pinter, kaya lagi. Sebenarnya Bella itu sempurna sih. Cuma sayangnya mulutnya itu lho jahat banget, tukang selingkuh pula. Kasihan kak Vano, diselingkuhin. Ah ngapain sih aku kasihan sama kak Vano. Bodo amat." kataku mengabaikan mereka berdua yang sudah pergi sejak tadi.
Aku tahu saat ini Bella benar-benar kesal denganku. Apalagi melihat kejadian beberapa jam yang lalu. Saat di mana aku menggandeng mesra kekasihnya. Kini ia pun melakukannya, seolah memberitahu kalau Vano itu miliknya.
***
"Hai Daffa. Kamu tahu nggak? Acara hari ini itu sukses banget. Banyak orang yang tertarik dengan model pakaian yang dibuat sama Tiara. Seneng banget deh aku. Ide kamu buat acara fashion show ini membuat butik milik Tiara jadi lebih terkenal. Sayangnya kamu nggak ada di sini Daffa buat melihat kesuksesan kita."
"Daffa aku kangen banget tahu sama kamu."
"Oh ya Daffa, aku juga mau cerita nih soal kakak kamu. Tadi itu kakak kamu nolongin aku yang hampir aja terjatuh. Baik juga ya ternyata kakak kamu. Tapi walaupun baik kakak kamu ngeselin juga tahu. Masak tadi pas aku ngucapin terimakasih. Dianya diem aja, bilang iya sama-sama Risa sambil senyum gitu kek. Nah ini cuma diem aja, nggak ngomong apa-apa lagi. Terus pas Bella dateng dan ngajak pergi. Mereka pergi aja gitu tanpa pamitan. Bilang aku duluan ya atau apa gitu juga enggak. Padahal kan juga kenal sama aku, basa basi atau apa gitu. Kalau Bella nggak pamitan sih akunya maklum aja, soalnya dia kan emang nggak suka sama aku. Tapi masak kakak kamu juga nggak suka sih sama aku. Sebenernya aku itu kasihan tahu sama kakak kamu, dibohongin terus sama Bella. Mana bucin banget lagi sama Bella."
"Emang kenapa kalau aku bucin?"
Aku menoleh saat mendengar suara yang tak lagi asing di telingaku. Betapa terkejutnya aku, saat ku tahu orang yang berbicara tadi adalah kak Vano. Orang yang sedang aku bicarain sama Daffa. Sejak kapan dia berdiri di belakangku? Apa dia mendengar apa yang ku bicarakan dengan Daffa? Banyak pertanyaan muncul di benakku. Yang aku sendiri tidak tahu jawabannya.
"Hai kak Vano." kataku tersenyum kikuk, sedikit canggung karena tertangkap basah sedang membicarakan dirinya. "Mau ngobrol juga ya sama Daffa. Ya udah kalau gitu, aku pergi dulu ya kak." Kemudian aku beranjak pergi, namun terhenti saat seseorang memegang tanganku.
"Kamu belum jawab pertanyaanku?"
"Pertanyaan yang mana ya kak?"
Aku tahu betul apa yang ditanyakan kak Vano, hanya saja aku berpura-pura bodoh dan tidak tahu. Aku hanya tidak ingin berdebat atau menambah masalah antara aku dan kak Vano. Sayangnya kak Vano masih ingin mendengar jawabanku. Dia terus menatapku meminta jawaban atas pertanyaannya. Membuatku semakin terpojok, sungguh aku tidak tahan dengan posisi seperti ini.
"Oh pertanyaan yang tadi ya kak." Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain, dan menjawab apa yang ingin didengar kak Vano. Melepaskan diri dari genggaman tangan kekarnya. "Iya nggak kenapa-kenapa sih kak kalau kakak bucin. Bagus kok. Itu tandanya kakak cinta banget sama Bella." Aku pergi setelah mengucapkan beberapa kalimat itu.
"Oh ya kak Vano. Emang sih bucin sama pasangan itu bagus. Tapi jangan mau dimanfaatin dan jangan mau dibodohi karena cinta." teriakku dari kejauhan. Lalu setelah itu aku pun kabur. Karena kalau tidak segera kabur bisa kena omel dari kak Vano. Pasalnya raut wajah kak Vano terlihat sangat kesal dengan ucapanku beberapa menit yang lalu.
"Bodoh banget sih aku. Kenapa juga bilang kayak gitu sama kak Vano. Kak Vano pasti kesel banget deh sama aku. Semoga aja setelah ini aku nggak ketemu lagi sama kak Vano."
Aku benar-benar menyesali ucapanku beberapa menit yang lalu. Aku yakin ucapanku itu akan menjadi boomerang untukku nantinya.
***
Mingguku diisi bareng sahabat. Sudah lama aku tidak jalan bareng Livia. Livia terlalu sibuk dengan suaminya. Biasa pasangan suami istri baru, masih bucin-bucinnya. Namun kali ini Livia mengajakku pergi keluar. Sekalian untuk mempersiapkan acara kejutan ulang tahunnya Darren 2 minggu lagi.
"Suami kamu nggak curiga? Dibolehin gitu pergi sama aku? Bukannya kalau hari libur gini waktunya buat kalian berdua ya?" tanyaku.
"Udah bosen berduaan mulu, tiap hari juga udah berdua terus. Lagian dia juga mau pergi sama teman-temannya kok." jawab Livia.
"Sama siapa? Cewek?"
"Nggak tahu dan nggak mau tahu. Lagian aku percaya kok sama suami aku. Dia nggak bakal macem-macem. Kalau dia mau selingkuhin aku, kenapa nggak dari dulu aja coba? Aku sama Darren pacaran bertahun-tahun lho, nggak yang sebulan dua bulan langsung nikah."
"Kok kamu malah baper sih. Aku kan cuma nanya dia pergi sama siapa?"
"Soalnya pertanyaan kamu menggiring ke pikiran-pikiran yang negatif."
"Dasar Livia baperan."
"Kamu juga. Dibaikin dikit sama Raihan, langsung jatuh cinta lagi deh."
"Kok malah bahas Raihan sih. Suami orang tuh jangan dibahas mulu."
"Nah itu tahu suami orang. Makanya jaga hati jangan sampai jatuh cinta lagi sama suami orang. Nggak mau kan dikatain pelakor."
"Jahat banget sih kamu ngatain aku pelakor. Temen macem apa kamu tuh."
"Hahaha. Emang kamu pelakor? Ngerasa jadi pelakor? Kalau enggak ya udah sih, nggak usah baper."
Begitulah aku dan Livia kalau bertemu. Berdebat, saling ejek, bahkan kadang mengeluarkan kalimat yang sangat menyakitkan. Tapi itulah yang dinamakan sahabat. Bukan manis di depan, tapi dibelakang jelek-jelekin. Kalau kita mah mau di depan mau di belakang, ya begini kita, saling menghujat. Tapi apapun itu aku sayang sama sahabatku Livia. Terimakasih Livia sudah mau bersahabat denganku. Mendengar segala keluh kesahku.
***
Sabtu, 06 Agustus 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)
RandomTangisku tiada henti saat ku melihat foto yang dikirim sahabatku lewat pesan WhatsApp. Sebuah pesan tentang kamu. Kabar yang sama sekali tidak ingin aku dengar. Kata orang harapanku terlalu tinggi. Jika aku ingin bersamamu selamanya. Tapi, apa sala...