"Kak Vano udah berangkat ya ma?" tanyaku pada Mama di meja makan. Mama sama papa lagi sibuk dengan sarapannya.
"Udah baru aja." jawabnya.
"Gimana sih kak Vano? Tadi kan aku minta buat nungguin. Kok malah ditinggal sih. Jahat banget. Padahal kantornya dia dan kantorku kan searah. Ngeselin banget sih." ucapku dalam hati.
"Oh ya udah Risa juga berangkat ya ma pa." pamitku.
"Kamu nggak sarapan dulu?" tanya mama Fara.
"Nggak ma. Nanti Risa sarapan di kantor aja. Udah telat nih soalnya." jawabku.
"Kamu ke kantor naik apa? Berangkat bareng papa aja gimana?" ajak papa Gunawan padaku.
"Nggak usah pa. Aku berangkat sendiri aja naik kendaraan umum." jawabku.
Sebenarnya aku ingin sekali mengiyakan ajakan papa mertuaku. Cuma sayangnya aku tidak enak kalau nanti malah merepotkannya. Walaupun sebenarnya juga searah sih. Soalnya kantor papa dan kantor kak Vano kan sama.
Aku mencari ojol di aplikasi lewat ponselku. Namun sejak tadi aku tak juga menemukan drivernya. Astaga padahal aku sudah telat banget nih. Keadaan ini memang benar-benar tidak mendukung.
"Ayo masuk." Terdengar suara kak Vano menyuruhku masuk ke mobilnya.
"Kak Vano bukannya udah berangkat dari tadi ya?"
"Buruan masuk." perintahnya tanpa menjawab pertanyaanku.
"Jangan lupa di pakai sabuk pengamannya." perintahnya lagi saat aku sudah berada di dalam mobilnya.
"Iya." kataku, namun tidak aku lakukan. Aku sibuk merapikan riasanku. Karena terburu-buru aku asal merias wajah. Jadi mumpung ada sedikit waktu aku mulai merapikannya.
"Bruk." Tiba-tiba kak Vano mengerem mendadak. Membuat kepalaku terbentur dashboard mobil.
"Aw." teriak ku kesakitan.
"Kak Vano gimana sih nyetirnya. Bisa hati-hati nggak. Sakit tahu." Omelku pada kak Vano. Dia berhenti mendadak tanpa aba-aba. Membuat kepalaku terbentur dashboard mobil. Sakit rasanya.
"Makanya di pakai sabuk pengamannya. Bukan iya iya doang tapi nggak dilakuin." Omel kak Vano padaku. Dia terlihat lebih marah dariku. Padahal jelas-jelas aku yang kesakitan di sini. Tapi kenapa dia yang malah marah.
***
Aku hanya bisa menghela nafas saat melihat pekerjaanku yang banyak. Hampir seminggu cuti membuatku ingin menambah cuti lagi. Aku masih belum terbiasa untuk mengerjakan pekerjaan kantor lagi. Bayang-bayang liburan masih terngiang-ngiang di kepalaku.
Aku sedang menunggu jam istirahat. Entahlah aku merasa sangat lama. Cacing-cacing di perutku sudah mulai demo sejak tadi. Meminta untuk segera diberi makan. Aku tidak bisa kosentrasi mengerjakan kerjaanku kalau perutku lapar begini. Tinggal 5 menit.
5 menit berlalu aku langsung berhambur ke kantin. Memesan makanan yang ingin aku makan.
"Risa ternyata kamu di sini. Aku cariin dari tadi lho. Gitu ya habis liburan lupa sama temennya. Ke kantin nggak ngajak-ngajak." kata Lolly. Dia adalah teman sekantorku. Anaknya baik, asyik, dan mudah bergaul sama siapa saja. Itulah kenapa aku bisa akrab dengannya walaupun baru kenal beberapa bulan.
"Maaf Lolly. Aku bukannya nggak mau ngajak kamu ke kantin. Tapi aku udah lapar banget dari tadi. Makanya langsung buru-buru ke kantin. Soalnya tadi aku juga belum sarapan di rumah." kataku.
"Oke kali ini aku maafin. Tapi awas aja ya kalau besok-besok aku ditinggalin lagi."
"Hai Risa. Ketemu lagi kita." kata kak Gilang lalu duduk di sebelahku. "Kayaknya emang bener ya kita jodoh. Jodoh di pekerjaan. Haha." katanya lagi yang membuatku ikut ketawa begitu juga dengan Lolly.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)
RandomTangisku tiada henti saat ku melihat foto yang dikirim sahabatku lewat pesan WhatsApp. Sebuah pesan tentang kamu. Kabar yang sama sekali tidak ingin aku dengar. Kata orang harapanku terlalu tinggi. Jika aku ingin bersamamu selamanya. Tapi, apa sala...