"Risa, belum pulang? Nungguin siapa?" tanya Tiara saat melihatku masih di depan butik. Padahal aku sudah pamit mau pulang sejak tadi. Tapi nyatanya aku tak kunjung pulang.
Dari kejauhan aku melihat Daffa. Begitu juga dengan Tiara yang melihat Daffa. Tiara pun kembali berkata, "Oh lagi nungguin Daffa ya." Aku pun mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Tiara.
"Emm Risa kamu beneran nggak suka sama Daffa? Kalau semisal Daffa suka sama kamu. Terus nembak kamu. Bakal kamu tolak apa kamu terima?"
Aku tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan Tiara. Karena aku sendiri juga masih bingung dengan perasaanku pada Daffa. Aku merasa nyaman di dekat Daffa, dan aku selalu merasa rindu jika jauh dari Daffa.
Sejujurnya aku terlalu takut untuk mencintai lagi. Takut jika pada akhirnya cintaku hanya akan berakhir mencintai sendiri. Jika benar Daffa mencintaiku dan akan menembakku, mungkin jawabanku adalah iya.
Jika pertanyaan Tiara ku jawab iya, sementara kenyataannya Daffa tidak mencintaiku, yang ada aku sendiri nanti yang malu. Tapi jika aku jawab tidak, aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya.
"Hayo lagi ngomongin apa? Lagi ngomongin aku ya?" Pertanyaan Daffa barusan benar-benar menyelamatkanku dari pertanyaan Tiara.
"Idih PD banget sih kamu." kata Tiara menjawab pertanyaan Daffa. "Dari mana aja kamu? Kenapa baru dateng? Kasihan tahu Risa udah nungguin kamu daritadi." kata Tiara lagi.
"Maaf ya Risa, aku telat jemput kamu. Soalnya tadi ada masalah di kafe." kata Daffa meminta maaf padaku.
"Iya nggak apa-apa." kataku.
"Sepertinya ada yang udah jadian nih, sampai dijemput segala." kata Tiara menggodaku dan Daffa. "Jangan lupa PJ (Pajak Jadian)." Tiara tersenyum setelahnya.
Aku hanya bisa tersenyum menanggapi ucapan Tiara. Bingung mau menjawab apa. Begitu juga dengan Daffa yang juga hanya tersenyum.
"Raihan tuh udah jemput. Udah sana pulang." usir Daffa setelahnya.
"Nggak usah disuruh, aku emang udah mau pulang kali." kata Tiara lalu berpamitan padaku dan Daffa. Tiara berjalan menuju Raihan yang sudah menunggunya di mobil.
"Daffa, kita pulang juga yuk." ajakku pada Daffa.
"Siapa bilang aku mau nganterin kamu pulang."
"Oh gitu? Jadi kamu nggak mau nganterin aku pulang. Ya udah aku pulang sendiri." Aku melangkah pergi setelahnya. Namun tiba-tiba Daffa menarik tanganku. Menghentikan langkahku yang baru beberapa langkah.
"Jangan ngambek dong Risa. Aku kan cuma bercanda."
"Aku nggak ngambek."
"Iya nggak ngambek. Tapi mukanya BeTe gitu."
"Aku itu capek Daffa. Mau pulang, mau istirahat. Kamu mau nganterin aku pulang apa enggak? Kalau nggak mau ya udah nggak apa-apa. Aku bisa pulang sendiri."
"Aku emang nggak mau nganterin kamu pulang. Karena aku mau ngajak kamu ke suatu tempat dulu."
"Ke mana?"
"Ntar juga tahu."
***
Daffa tiba-tiba menghentikan motornya. Membuatku bertanya, "Sudah sampai ya?". "Belum", kata Daffa menjawab pertanyaanku. Daffa juga bilang motornya mogok. Makanya dia berhenti.
Aku pun membantu Daffa mendorong motornya. Awalnya Daffa menolak bantuanku. Namun pada akhirnya Daffa mengizinkanku membantunya.
"Masih jauh ya?" tanyaku karena tak kunjung sampai ke bengkel. Padahal aku sudah sangat lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)
RandomTangisku tiada henti saat ku melihat foto yang dikirim sahabatku lewat pesan WhatsApp. Sebuah pesan tentang kamu. Kabar yang sama sekali tidak ingin aku dengar. Kata orang harapanku terlalu tinggi. Jika aku ingin bersamamu selamanya. Tapi, apa sala...