BAB XXX "Bertemu Orang Lama"

104 7 0
                                    

"Livia, sumpah ya aku kesel banget sama kak Vano." Curhatku pada Livia lewat telepon.

"Emangnya kenapa sama kak Vano?" tanya Livia menanggapi curhatanku.

"Masak lagi bulan madu sama aku malah bawa pacarnya sih." jawabku kesal.

"Pacarnya? Siapa? Bella? Bukannya hubungan mereka udah berakhir ya?"

"Aku nggak tahu ya. Beneran udah berakhir atau belum. Yang jelas saat ini mereka lagi bersama. Sejak Bella dateng kemarin, kak Vano itu sama Bella terus. Aku dicuekin dan nggak dianggep ada. Kesel nggak sih. Aku tahu pernikahan ini nggak didasari oleh cinta. Tapi seenggaknya hargailah perasaanku sebagai istrinya. Boleh kok kalau mau pacaran sama Bella, aku nggak ngelarang. Tapi ya jangan di depan mata aku juga dong. Mana kemarin ya pas Bella datang, dia langsung meluk kak Vano di depan mata aku."

"Kamu cemburu ya? Apa jangan-jangan kamu udah jatuh cinta ya sama kak Vano."

"Aku nggak cemburu dan aku enggak jatuh cinta sama kak Vano. Aku cuma kesel aja sama mereka. Aku nikah sama kak Vano itu kan agar hubungan mereka putus. Tapi kalau kayak gini sama aja zonk kan. Lebih baik nggak nikah kalau gitu. Udah ngebohongin banyak orang. Nikah sama orang yang nggak aku cinta. Tetep aja misi kita gagal. Percuma kan pengorbananku. Saran dari kamu emang bikin aku sial."

"Risa, dari awal kan aku udah bilang bikin kak Vano jatuh cinta sama kamu. Persoalan beres. Kak Vano nggak bakal ada hubungan lagi sama Bella."

"Livia, nggak mudah bikin orang jatuh cinta sama kita. Kita sendiri aja nggak cinta sama dia."

"Cari di google gimana caranya bikin orang jatuh cinta sama kita. Hahaha."

"Google bilang nggak ada cara katanya." Aku menjawab asal perkataan Livia. Livia dia benar-benar tidak memberiku solusi, dia malah membuatku semakin badmood hari ini.

"Bruk." Tak sengaja aku menabrak seseorang. Membuatku beteriak kesakitan.

"Maaf maaf. Aku nggak sengaja." kata seseorang itu meminta maaf padaku.

"Nggak apa-apa. Aku juga yang salah. Nggak fokus. Maaf juga ya." kataku yang juga meminta maaf. Karena aku merasa diriku juga salah.

Aku berdiri membersihkan pakaianku yang kotor. Mengambil ponselku yang tadi sempat terjatuh.

"Risa." Aku melihat ke arahnya saat mendengar namaku dipanggil. "Kamu Risa kan?" katanya lagi.

"Iya. Kamu kok bisa tahu nama aku?"

"Aku Gilang. Dulu kita 1 SMA. Inget nggak?"

"Oh... Enggak. Maaf ya aku nggak kenal siapa kamu. Permisi." Aku pergi setelahnya.

***

"Hallo Livia." Aku menekan gambar telepon berwarna hijau di layar ponselku. Sambungan tadi sempat terputus karena tadi aku jatuh. Lalu Livia meneleponku balik. Perempuan itu sepertinya khawatir dengan keadaanku yang tiba-tiba memutuskan sambungan teleponnya.

"Kamu nggak apa-apa kan Risa? Kamu baik-baik aja kan? Tadi aku denger kamu teriak kenapa?"

"Aku nggak apa-apa Livia. Tadi cuma nggak sengaja aja nabrak orang."

"Syukurlah. Aku pikir kamu kenapa. Habis tiba-tiba teleponnya mati gitu aja. Mana aku telepon balik nggak diangkat-angkat dari tadi."

"Ya maaf. Oh ya Livia tadi orang yang aku tabrak itu kenal aku. Katanya temen SMA kita. Namanya Gilang. Kamu kenal nggak?"

"Kak Gilang? Ya kenallah. Serius kamu ketemu sama kak Gilang."

"Kamu kok bisa kenal sama dia?"

"Kak Gilang itu ketua OSIS waktu kita masih kelas X. Dia itu 2 tahun di atas kita. Jadi waktu kita kelas X dia udah kelas XII. Dulu itu aku suka banget sama kak Gilang. Inget nggak aku pernah nembak seseorang tapi ditolak. Itu kak Gilang orangnya."

"Emm nggak inget. Ya udahlah lupain aja. Lagian juga nggak bakal ketemu lagi sama dia."

"Ya iyalah yang kamu inget kan cuma Raihan."

"Kok jadi bahas Raihan sih. Orang aku beneran nggak inget kok."

"Hahaha."

***

Tiba-tiba aku kepikiran soal kak Gilang. Aku baru inget kak Gilang adalah cinta pertamanya Livia. Orang yang sudah bikin Livia patah hati karena cintanya ditolak. Aku inget saat itu Livia dengan senyum bahagianya menghampiri kak Gilang. Di depan orang banyak dengan beraninya Livia mengutarakan perasaanya. Namun dengan teganya kak Gilang langsung menolak Livia di tempat di depan banyak orang. Livia menangis lalu melangkah pergi dari keramaian. Aku mengejar Livia, dia benar-benar terlihat hancur dengan penolakan kak Gilang. Berhari-hari dia terus saja menangis. Tak ada semangat hidup. Hingga akhirnya sosok Darren mengisi harinya. Mewarnai lagi harinya yang sempat redup. Darren dengan sabar menunggu Livia yang saat itu masih mencintai kak Gilang. Darren tak pernah menyerah menaklukan hatinya Livia. Sampai akhirnya Livia jatuh cinta dengan Darren. Laki-laki yang saat ini menjadi suaminya.

Kita tidak pernah tahu kapan kita akan jatuh cinta dan kepada siapa cinta ini kita berikan. Kita tidak akan pernah tahu.

Aku pernah mencintai Raihan saat itu. Benar-benar cinta hingga membuatku susah moveon selama bertahun-tahun. Sampai akhirnya sosok Daffa yang saat itu muncul dengan tiba-tiba. Mengisi hari-hariku dengan bahagia. Mendung di wajahku berganti pelangi. Namun sayang kebahagiaan yang kurasakan hanya sementara. Dia pergi meninggalkanku dengan cepatnya. Pelangi di wajahku pun kembali hilang.

Saat ini aku sedang menanti pelangi itu kembali. Entah sampai kapan.

***

Ponselku terus berdering sejak tadi. Saat kulihat ternyata itu telepon dari kak Vano. Ada pesan juga darinya. Menanyakan di mana aku. Buat apa coba dia nyariin aku. Dia sadar nggak sudah bikin aku sakit hati.

Masih teringat jelas di mana tadi aku mengajaknya untuk sarapan bareng. Tapi nyatanya dia malah sarapan dengan Bella. Dia benar-benar sudah tidak menganggapku ada. Jadi mengabaikan telepon dan pesannya adalah pilihan terbaikku.

Tiba-tiba perutku merasa lapar. Jelas aku lapar karena tadi aku belum sempat sarapan. Aku buru-buru pergi setelah melihat kemesraan kak Vano dan Bella.

Aku melihat ada toko di sana. Mungkin dengan membeli beberapa roti dan minuman bisa menghilangkan rasa laparku.

Aku panik saat hendak membayar, karena tak kutemukan uang di saku celananaku. Sepertinya aku lupa membawa dompet. Astaga apa yang harus aku lakukan. Tidak jadi membeli, aku terlalu malu untuk mengatakannya. Hingga kemudian ada seseorang yang baik hati membayari makananku. Saat ku melihat ke arahnya ternyata dia adalah kak Gilang.

"Makasih ya kak udah dibayarin. Boleh aku minta no rekeningnya kakak. Biar nanti aku transfer uangnya." kataku kemudian.

"Nggak usah Risa. Aku ikhlas kok bayarin kamu. Tapi ngomong-ngomong kamu udah inget ya siapa aku."

"Hehe iya. Maaf ya kak tadi aku sempet lupa sama kakak. Habis kakak berubah banget sih. Beda banget sama pas SMA."

"Bisa aja kamu ngerayunya. Lebih ganteng sekarang atau dulu?"

Aku hanya bisa tersenyum mendengar pertanyaan kak Gilang. Aku bingung harus menjawab apa.

"Ya udah nggak usah di jawab." kata kak Gilang lagi. Sepertinya dia tahu kalau aku tidak bisa menjawab pertanyaannya.

Ponselku kembali berdering. Kak Vano kembali meneleponku.

"Siapa yang telepon? Kok nggak diangkat." tanya kak Vano.

"Nggak penting kak." jawabku. "Oh ya kak sekali lagi aku makasih banget sama kakak. Kalau tadi nggak ada kak Gilang malu banget aku pastinya."

"Iya iya Risa kamu dari tadi makasih mulu."

"Risa." Aku mendengar namaku dipanggil. Namun itu bukan suara kak Gilang. Itu suara kak Vano yang memanggilku. Kak Vano menghampiriku dan berteriak padaku. "Ditelepon dari tadi nggak diangkat, ternyata malah berduaan sama cowok. Ikut aku." kata kak Vano menarik tanganku.

"Kak Gilang maaf ya aku pergi dulu." pamitku pada kak Gilang.

***

Kamis, 06 Oktober 2022

Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang