happy reading
-🐸🐣-
.
.
Kediaman Keluarga El-Jannah, 5 Mei 2016
Harusnya makan malam keluarga adalah kegiatan paling menyenangkan yang selalu dinanti-nanti, karena momen itu bisa menyatukan kesibukan banyak hati, memperbaiki kusutnya komunikasi, menumbuhkan rasa kasih sayang antar anggota keluarga, memperlancar peredaran darah, mengurangi kadar asam urat, meredakan sesak napas dan mata berkunang-kunang, menghilangkan flek hitam dan - eh pokoknya makan malam keluarga itu kerenlah. Sayang kalau seandainya dilewatkan atau dianggap sesuatu yang biasa saja. Sebab tak banyak keluarga yang bisa berkumpul dengan seluruh anggota keluarga mereka karena satu dan lain hal.
Tapi di rumah mewah ujung komplek, ruang makan rumah itu justru lebih mirip koloseum dari pada ruang makan. Alih-alih selera makan dan rasa lapar yang muncul, aura berperang justru yang terpancar kental.
Padahal untuk bisa makan malam dengan formasi anggota lengkap, penghuni rumah itu harus melewati banyak hari terlebih dahulu, karena ayah dan ibu di rumah itu adalah sepasang manusia yang super sibuk.
JEDER!
Sebuah helm berguling-guling usai dibanting keras di lantai ruang makan, melewati enam kaki manusia yang ada di ruangan itu. Menciptakan suasana tegang yang tak terelakkan.
"PAPA!"
"Kenapa kau berbohong pada Papa, Gara! Sudah Papa katakan, jangan pernah balapan lagi!" Erlangga meremas jemarinya kuat-kuat, menatap marah putranya yang barusan ia teriaki tanpa hati. "Apa kau mau berdebu di jalanan dan hidup dalam penyesalan dihari tua ha?"
"Profesor Erlangga yang terhormat," Gara menarik napasnya perlahan, berdiri dari kursinya dan memungut helmnya dengan perasaan terluka, "terima kasih karena telah merusak helmku."
Erlangga berdecak kesal. Dadanya naik turun tak beraturan menahan luapan amarah.
"Sudah Mas, sudah. Ini waktunya makan. Kasian Nara dan Dara, mereka takut ngeliat Mas dan Gara ribut lagi." Laysa menyela pelan, mendatangi suaminya dengan langkah bergetar. Seperti Gara, ia juga berdiri dari kursinya.
"Aku tak bisa menerima kelakuan putra kesayangmu itu Lay. Dia terus-terusan membohongi kita. Dia tidak belajar, dia balap-balapan nggak jelas sama teman-teman rusaknya itu." Erlangga bersuara keras, melotot pada sang istri, "itu kenapa aku selalu melarangmu membelanya saat aku memarahinya. Begini jadinya Lay, begini jadinya. Dia jadi kelewatan."
Gara tersenyum miring, memutar tubuhnya utuh pada Erlangga dengan helm dalam genggamannya. Lelaki bersorot mata tajam itu bermaksud mendekatkan jaraknya dengan sang ayah.
Namun langkahnya harus terhenti sebelum niatnya tersampaikan. Dara, sang adik kesayangan telah lebih dulu memeluk tubuhnya dari depan. "Jangan Bang, Dara mohon jangan gebukin Papa pake helm. Jangan ya Bang ya. Jangan."
Mendengar ucapan polos Dara, Gara langsung terkekeh pelan. Ia menurunkan pandangannya pada sang adik yang masih setinggi dadanya, menatap adiknya penuh kasih sayang. "Apa menurutmu Abangmu ini anak yang kurang ajar?"
"Sedikit iya." Dara berceletuk pelan, tersenyum takut.
"Sedikit iya?" Gara menjatuhkan helmnya perlahan, lalu mengelus pucuk kepala sang adik, "kamu puas sekarang? Percaya kalau Abang nggak akan gebukin Papa pake helm?"
Dara mengangguk pelan, kemudian melepaskan dekapannya dari tubuh Gara.
Sesaat setelah adiknya tak lagi mencegahnya, Gara berjalan ke arah Erlangga, menantang sang ayah tanpa takut, "tau dari mana Papa kalo aku bohong sama Papa? Apa Papa liat aku pergi balapan? Apa Papa tau aku ngelakuin apa aja seharian ini? Enggak 'kan Pa? Papa mana pernah ada di rumah ini untukku. Jadi Papa jangan sok tahu apa yang aku lakukan. Urus aja laboratorium Papa itu. Asam fosfat, rangkaian molekul, penemuan-penemuan Papa, mereka yang anak Papa, mereka yang memberikan Papa kebanggaan. Bukan aku. Aku mana pernah Papa anggap sebagai anak. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung-Surga
General Fiction[CERITA KE 4] 🐸🐥 Kategori : baper berkah Ketika dia yang mati-matian menentang keluarganya demi mewujudkan mimpi dipertemukan dengan dia yang mati-matian mewujudkan mimpi demi keluarganya. . . Start : 7 Maret 2022 End : 9 Juli 2024