Keping 37 : Keceplosan

291 60 18
                                    

happy reading

-🐸🐣-

.

.

Senandung masih memeluk erat Gara, tersedu-sedu dalam nelangsanya tanpa peduli apakah Gara ngep dipepatkan seperti itu atau tidak. Terlalu sesak soalnya, terlalu lama ia tahan sendirian rasa khawatir dan cemasnya, takut dan lelahnya, bingung dan sepinya.

Di ruangan itu hanya mereka berdua yang manusia kini, sisanya alat dan barang-barang tak bernyawa yang mungkin tak bisa protes kenapa Senandung harus memeluk Gara dalam durasi waktu yang lama.

Sakta dan Reyhan sudah meninggalkan ruangan, menyerah dengan keadaan, tak sanggup mengambil peran menjadi lilin aroma terapi, hidup dan menyala terang, tapi tak bisa lakukan apa-apa. Cukup, mata mereka sudah cukup untuk semua kegencetan yang Senandung ciptakan.

"Apa jika aku pingsan berbulan-bulan, pelukan yang aku dapatkan darimu akan lebih lama lagi dari yang sekarang, Sena?" Suara Gara halus mengalun, bertanya sok polos. "Kalau iya, bisakah aku pingsan lagi setelah kamu selesai memelukku?"

Senandung menghisap dalam ingusnya, tak tega jika cairan kental-kental-encer itu harus jatuh ke bahu Gara.

Dengan rasa sesak di dada yang sebenarnya masih belum lepas, gadis ayu itu malu-malu merenggangkan jaraknya dari Gara, lalu sibuk menyeka wajah basahnya dengan tangan sambil berbicara dengan sedu-sedan yang tak bisa ia kendalikan. "Ka-lau Ga-ra ping-san la-gi, Se-na ba-bak-ka-lan nggak pe-du-li."

Gara tertawa, wajah pucatnya sedikit mulai berwarna. Pemuda itu menatap calon dokter yang terisak di depannya dengan wajah yang sedikit ia miringkan ke kanan.

"Se-na be-ner-neran ng-gak a-kan pe-duli a-ma Ga-ra. Ti-tik! Si-la-kan ping-san la-gi."

"Teman-temanmu pasti tak tahu betapa jeleknya kamu bicara sambil terisak-isak begitu, iya 'kan? Kamu mirip bocah esde yang tak dibelikan es krim padahal udah janji nggak malas belajar. Ahaha." Gara tersenyum, menatap Senandung tanpa kedip. "Beruntungnya aku bisa melihat sisi burik seorang Dokter Sena saat teman-temannya tak bisa lihat yang seperti ini."

"Y-aa Ga-ra!"

Gara makin menjadi-jadi tertawa, bahkan teriakan marah Senandung terdengar lucu ditelinganya. Tanpa tahu malu lelaki bersorot mata tajam itu meniru gaya bicara Senandung, membalas penuh semangat, "y-aa Se-na... ahaha."

...

"Untung gue ama Reyhan belum pergi terlalu jauh dari gedung ini. Kalau udah jauh, lo bisa apa, Brader?" Sakta menggigit apel yag dibukakannya untuk Gara, duduk di samping ranjang Gara dengan rahang yang tak mau berhenti bergerak, "gue ama si bos toserba baru aja ketemu dokter cantik buat diajak kenalan, eh taunya lo manggil buat nyuruh gue balik lagi ke sini untuk nemenin lo. Gagalkan pedekate gue jadinya."

"Senandung punya jadwal jaga usai istirahat siang. Gue nggak bisa egois nahan dia di sini." Gara menjawab singkat, tapi senyumnya susah ia lepaskan dari bibirnya. "Dia baru balik lagi ke sini nanti malam katanya. Makanya gue panggil kalian, gue nggak mau di ruangan ini sendirian. Nggak seru bengong-bengong gak jelas."

"Apa untuk nanti malam lo mau pura-pura kejang lagi?" Reyhan yang sedari tadi berdiri menyudut di dekat kursi jaga angkat bicara, bertanya pada Gara dengan bibir yang ia renggangkan lebar-lebar. "Mau gue bantu teriakin lagi biar makin hot dan-"

"Nggak usah! Nggak usah lo bantu teriak!" Sakta kesal dan memotong cepat ucapan Reyhan yang belum tersampaikan dengan utuh. "Lo teriak biar menghidupkan suasana kata lo, yang ada dokter serumah sakit pada dateng kemari meriksa si Gara."

Senandung-SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang