Keping 12 : Garanya Sena

324 58 13
                                    

happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

happy reading

-🐸🐣-

.

.

Tidak ada percakapan yang terjadi di antara Gara dan Senandung selepas lelaki bersorot mata tajam itu menyampaikan perubahan niatnya.

Tidak bahkan sepatah kata pun.

Entah mengapa Gara begitu enteng memutar haluannya, gampang saja berkata bahwa ia bersedia menjadi ladang kurma untuk Senandung.

Mana minta digarap sepenuh jiwa pula.

Seolah ia setuju untuk menyanggupi apa yang Senandung ucapkan saat di teras tadi. Melakukan pernikahan dengan sungguh-sungguh.

Tak tahukah Gara kalau setelah 'pernikahan sungguh-sungguh' itu, uang senilai dua ribu rupiah terasa amat istimewa? Apalagi jika air galon, minyak goreng, beras, dan gas habis disaat yang bersamaan.

Terserah mau punya penghasilan dua puluh juta seminggu atau sepuluh ribu sebulan, yang namanya menikah sungguh-sungguh, semuanya pasti selalu dimulai dari nol. Si suami belajar menafkahi, dan sang istri belajar mensyukuri.

Dan sungguh, hal itu tak gampang. Karena kadang, alasan ekonomilah yang membuat bahtera terpisah sebelum kesejahteraan menjelang.

Tak peduli mau berpengalaman dalam urusan cinta atau tidak, yang namanya menikah sungguh-sungguh, semuanya pasti selalu diawali dari malu-malu dan keamatiran. Si suami belajar menghargai, dan sang istri belajar mengasihi.

Juga sungguh, perkara itu tak mudah. Karena kadang, keegoisian hati menjadi penyebab kapal terbenam sebelum rasa saling percaya berkembang.

Senandung, ketika lidahnya terpancing mengajak Gara untuk mengarungi pernikahan mereka dengan sungguh-sungguh hanya karena ingin membawa Gara untuk tak lagi jarang solat, dan Gara, ketika bibirnya terlompat mengubah niat dan bersedia menikahi Senandung dengan sungguh-sungguh hanya karena ingin lancar ijab-qabul, nampaknya tengah lupa... kalau setelah menikah... hidup mereka murni berubah.

...

Di dalam kamar, karena merasa aneh dan bingung kenapa tiba-tiba perutnya tak nyaman usai mendengar ucapan Gara, Senandung memilih untuk menyandarkan dirinya di ujung ranjang. Terduduk penuh keringat.

Sementara di luar, Gara yang sadar sedang ditunggu tak punya pilihan lain selain bergegas mengambil whudu dan kembali lagi ke ruang tamu, mengabaikan diamnya Senandung setelah bertanya sekian kali tetapi tetap tak mendapatkan jawaban apa-apa dari gadis ayu itu.

Dengan sarung hijau pinjaman Dika yang masih kokoh melingkar dipinggangnya, usai berwhudu dan terlihat lebih segar dari sebelumnya, Gara kembali ke posisinya. Duduk di hadapan Dika, Wesa, Pak Haji RW dan Damar. Mengulang kembali pertarungannya, merapal mantra serah terima raga, nyawa, hidup dan mati Senandung.

Senandung-SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang