Keping 44 : Keduluan Senandung

253 47 11
                                    

happy reading

-🐸🐣-

.

.

Jika tak saling menyimpan rasa, maka mau dibawa bergurau seperti apa pun oleh Sakta, baik Senandung maupun Gara pasti tak akan merasa canggung sama sekali. Sungguh. Karena memang begitulah cara kerja hati. Semakin tak ada apa-apanya, semakin santai merespon segala.

Sayangnya sepasang manusia yang digoda Sakta bukan yang seperti itu. Bahkan mereka serentak melempar pandangan kesembarang arah usai ternganga pasca mendengar celetukan minus-akhlak milik Sakta, 'siapa tau aja mereka mau ngajarin kita cara bermesraan yang halal dan sesuai petunjuk. Itung-itung bekal buat nikah'.

Cara bermesraan yang halal dan sesuai petunjuk? Ayolah, Sakta harusnya peka membaca situasi. Sedikit saja dirinya ramah pada Senandung, Gara sudah gerah dan melemparinya dengan selimut. Maka mana mungkin Gara akan mempertunjukkan sesuatu yang hanya boleh dilihat oleh dirinya saja pada sang sahabat. Mana mungkin.

Baru saja Gara tertarik untuk menyelesaikan rasa penasarannya akan sorot mata Senandung yang sudah lama belum terpecahkan, Sakta bisa-bisanya membuat ketertarikan itu memudar. Tak tahu malu pula meminta adegan mesra dipampangkan di depan matanya. Nampaknya pemuda yang akan ikut tes seleksi kerja itu lupa kalau pejuang jodoh seperti dirinya tak boleh melihat orang lain bermesraan dengan jodoh mereka. Tak boleh sama sekali. Itu tak baik untuk kesehatan mata, kebugaran jantung dan kejernihan akal sehat, sungguh. Apalagi kalau setelah melihat itu rasa ingin menjadi orang yang bermesraan muncul, berceletuk tanpa sadar dengan lidah yang tak bisa dikendalikan, iiih pengeeen. Uhuk!

Untung Senandung bisa dengan segera menetralkan rasa canggungnya, gadis ayu itu memberanikan diri menjadi yang pertama bersuara pada Gara, menyampaikan niatnya untuk segera meninggalkan ruangan setelah menekan keterkejutannya jauh-jauh. "Kalau lebih lama lagi di sini, Sena bisa telat Gara. Mumpung Sakta dan Reyhan udah nyampe, Sena pamit dulu ya."

Melihat Senandung tak mempertahankan kecanggungan, karenanya Gara pun berusaha untuk melakukan hal yang sama. Pemuda itu berjuang memasang wajah baik-baik saja demi bisa menimpali kalimat Senandung. "Aku tunggu kamu sampai kembali lagi ke sini, urusanku dengan sorot matamu belum selesai Sena."

"Eh?!" Senandung menunjuk matanya, sedikit memiringkan wajahnya, mengulur sebentar niatnya untuk meninggalkan ruangan, "urusan Gara dengan mata Sena belum selesai?"

Gara mengangguk kencang. "Atau kamu boleh tinggalkan matamu di sini selagi kamu pergi. Mana tahu nanti setelah kamu kembali rasa penasaranku sudah terpenuhi."

Senandung tersenyum lebar, mengangkat tangannya untuk memeriksa selang infus yang melilit pergelangan tangan Gara. "Ninggalin mata Sena di sini? Kayaknya kurang seru deh Gara. Gimana kalau Sena ninggalin hati Sena aja di sini, biar bisa jaga Gara. Soalnya mata mana bisa berdoa, tapi kalau hati 'kan jago berdoa. Mana tahu dengan doa-doa itu Gara semakin terjaga."

Gara menengadahkan kepalanya, mengeluarkan suara yang sangat halus. Menahan buncahan penuh rasa malu. "Ja- jangan bilang kalau barusan kamu sedang mewujudkan cara bermesraan yang halal dan sesuai petunjuk."

Senandung mendekatkan jaraknya pada Gara, terlihat seperti sedang sibuk memeriksa perlengkapan medis Gara namun sebenarnya tidak. Gadis itu berdiri di bagian kiri tubuh Gara dengan posisi yang agak menjorok ke belakang, memegang samar pundak Gara dengan tangan kanannya, lalu berbicara dengan suara yang nyaris tak terdengar, "siapa yang sedang mewujudkan cara bermesraan yang halal dan sesuai petunjuk hm? Emang gitu caranya? Enggak 'kan? Jangan asal ambil kesimpulan ya Gara."

Senandung-SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang