Keping 21 : Terima Kasih Kembali

267 58 7
                                    

happy reading

-🐸🐣-

.

.

Dua setengah jam sebelum Gara berdiri di depan gedung rumah sakit...

Padahal jam dua belas masih lama, tapi panasnya mentari serasa membakar jiwa. Ganas sekali menggelora, membuat ubun-ubun kepala seperti dicium langsung bara menyala. Pedih, perih, aduhai gatal juga.

Gara, dalam balutan helm dan jersey ketatnya sudah mandi keringat karena saking kepanasannya. Untung lelaki tampan itu tak memelihara kutu atau memendam ketombe, kalau iya, maka selamatlah, mana yang harus ia dahulukan, membelokkan motor di tikungan atau menggaruk kepala yang gatal tak karuan.

Masih ada dua lap lagi, yang masing-masingnya harus ia tempuh lebih dari tujuh menit. Dalam keadaan tubuh yang terbungkus rapat dari ujung rambut sampai jempol kaki, Gara seperti sedang membawa sauna berjalan bersamanya. Kemana ia melaju, di sana ia merasa lipatan ketiaknya penuh dengan air. Tengkuknya juga. Kepala belakangnya apalagi.

Bukan niat untuk unggul dibanding yang lain yang kini tengah Gara kejar. Ia harus cepat menuntaskan putarannya karena ia sudah tak tahan lagi, ia ingin buka helm, ingin berkipas dan kalau boleh berendam di kolam sejuk. Membenamkan dirinya sambil menggosok-gosok daki, menyegarkan pasti.

Padahal ini cuma latihan, tapi berpakaian lengkap dengan sistem pangamanan sempurna tak boleh ditinggalkan. Semakin abal-abal persiapan bukankah itu akan semakin menjauhkan keprofesionalitasan?

Untung Gara tak harus membawa toilet portable bersamanya. Ia masih bisa keluar jalur jika ingin buang air. Karena sekarang belum balapan, belum ada penghitungan waktu, jadi memakai popok bukanlah sebuah tuntutan. Kalau ia memakainya, beh, gerahnya pasti akan bertambah berkali-kali lipat.

Tentu bagian toliet angkut sana-sini ini sering menjadi pertanyaan bocah saat menonton balapan secara langsung, iya 'kan? – "Ibu, kalo Oom-Oom itu ingin pipis saat balapan, gimana mereka pipisnya?"

Ssst Ibu! Jangan jawab! ^_^

Gara akhirnya menyelesaikan putarannya di line paling depan. Ia berhasil mencuri perhatian Romi dan yang lain. Bergegas merapat ke pinggir lintasan usai mengantarkan motornya ke belakang pit box.

"Hebat Gara! Kau hebat!" Romi menepuk pundak Gara yang kini sudah melepas jersey bagian atasnya. Pemuda itu hanya memakai kaos tipis tak berlengan bewarna hitam tanpa ada lapisan lainnya.

Gara tersenyum ke arah Romi, mengangguk demi merespon pujian pelatihnya itu. Lalu dengan cepat menyambar sebuah botol mineral yang masih terisi penuh yang memang disediakan untuknya dan menyiramkan air di dalam botol itu ke kepalanya, mandi setengah basah.

"Apa berada di lintasan begitu panas?" Romi tertawa kecil melihat tingkah Gara. "Kau seperti bukan orang Indonesia saja, padahal tengah hari juga belum."

"Beneran panas Bang." Gara menimpali ucapan Romi sambil terus mengguyur tubuhnya dengan air. "Aku pikir aku akan pingsan diputaran terakhir tadi karena tak tahan kepanasan. Aku salut pada ikan asin yang dijemur sampai mengering. Mereka benar-benar tangguh menantang panas matahari."

Romi terkekeh pelan, menggeleng tak berarturan usai mendengar kalimat Gara. "Bagaimana kau akan ke Mandalika jika di sini saja kau sudah kepanasan, hm?"

Gara, demi mendengar guyonan Romi langsung membelalak kaget, menghentikan aktivitasnya mengguyur kepala. "Maksud Abang bilang gitu apa? Bilang Mandalika Mandalika barusan?"

Senandung-SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang