Keping 41 : Tanpa Kesepakatan (Lagi)

301 62 21
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

happy reading

-🐸🐣-

.

.

Jika saat ini Gara dan Senandung ada di dalam dimensi hubungan yang mama-papa larang, maka kehadiran Laysa di tengah-tengah mereka sekarang cukup untuk menjadi pertanda dimulainya drama silat lidah antara anak dan orang tua, mempertahankan prinsip siapa yang paling benar dan pilihan siapa yang paling tepat, seperti yang sering terjadi disinetron-sinetron ajab, mama mertua tak suka menantu perempuannya.

Untungnya tidak, dibanding mencari ribut dengan anak sendiri, Laysa sepertinya lebih suka mencari uang, juga mencari penghargaan.

Ibu paruh baya dengan gelar panjang disebelum dan disesudah namanya itu memang masuk tanpa basa-basi ke ruang perawatan Gara, tapi itu semua bukan ia lakukan karena ingin menujukkan betapa berpowernya ia sebagai orang tua.

Laysa sudah menghubungi Senandung sejak setengah jam yang lalu, saat roda pesawat yang ia naiki kembali menjajah permukaan bumi pertiwi.

Belum pulang ke rumah, juga jelas belum mengunjungi kampus, usai mendarat di Indonesia sekembalinya dari Jepang, satu-satunya nomor kontak yang Laysa hubungi adalah nomor kontak Senandung.

Sayangnya, sesering apapun Laysa memencet nomor kontak gadis ayu itu, ia tetap tak mendapatkan seruan jawaban.

"Dua puluh tujuh panggilan tak terjawab, saya belum pernah segila itu menghubungi seseorang, Senandung." Laysa menaikkan alis mata kanannya, berjalan perlahan menuju Gara dan Senandung. Ia bicara pada menantunya tapi matanya tak berkedip menatap pemandangan malang putra satu-satunya. "Jika mahasiswa bimbingan saya tahu akan hal ini, mereka pasti puasa membuat skripsi. Lalu mereka berlari mencarimu meminta kiat-kiat bagaimana caranya mengabaikan banyak panggilan masuk dari Profesor Laysa."

Masih dalam tarikan napas yang sama, tanpa memberi jeda, Laysa terus menggerakkan lidahnya untuk bersuara. "Saya meneleponmu dan kamu tak menjawabnya, Senandung. Untung saya masih bisa berpikir jernih dan meminta nomor kontak teman Gara pada Dara. Kalau tidak, saya tak punya jalan lain selain menghubungi Erlangga dan meminta bantuannya untuk mencari rumah sakit mana yang menampung dan merawat putra bebal saya."

Senandung-SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang