happy reading
-🐸🐣-
.
.
Di ruang perawatan, di atas sofa yang sengaja diletakkan membelakangi pintu masuk, Gara dan Senandung duduk bersebelahan.
Percakapan mereka terhenti karena Senandung menimpali permintaan Gara dengan kalimat persetujuan, dan Gara tak tahu harus menampakkan wajah bahagia atau sangat bahagia atas kesediaan gadis ayu itu memberikannya kesempatan, makanya pemuda itu memilih untuk diam sejenak demi tak menampakkan kekacauan degub jantungnya.
Andai kata ada Reyhan dan Sakta di depan mereka sekarang, duo ikan itu pasti sudah geregetan dan memilih untuk cepat-cepat masuk ke penggorengan dari pada harus menyaksikan kerumitan yang Gara dan Senandung ciptakan.
Harusnya tinggal saling jujur saja, saling terbuka, lalu hapuskan semua kebimbangan yang ada. Bisa dimulai dari Senandung yang berterus terang menyampaikan bahwa ia tak lagi mengikat kesepakatan apa pun dengan Laysa dan sudah sepenuhnya menerima kenyataan kalau keberadaan Gara di sisinya menenangkannya. Atau dimulai dari Gara yang menyampaikan dengan serius bahwa ia tak lagi menggunakan Senandung hanya sekadar menjadi media penyambung cita-citanya karena hatinya benar-benar telah memilih gadis itu sebagai penyempurnanya. Soal kerja, balapan lagi, atau kuliah lagi nanti-nanti juga bisa diatur.
Namun nampaknya makin matang seseorang, makin paham dia bahwa cinta tak seratus persen terbentuk dari rasa saling suka, saling sayang, dan rasa saling ingin memiliki saja, yang mana ketika rasa itu diungkapkan, maka semuanya akan selesai. Tidak, tidak sesederhana itu.
Cinta itu kompleks, dan statusnya mulia. Ia ditanamkan langsung oleh Penguasa Semesta ke dalam dada setiap manusia agar manusia sadar bahwa mereka adalah makhluk yang diciptakan dalam kemuliaan. Jika salah mengatasnamakannya, maka kelirulah seluruh pandangan hidupnya. Sebab cinta itu tak buta, ia tak menghalalkan segalanya hanya demi kebahagiaan fana. Tujuan keberadaannya jelas dan tegas, mempertebal rasa syukur, memperoleh ketenangan. Diluar itu, sungguh tak ada jaminan yang membenarkan kalau itu cinta.
Dan karenanya Senandung tak banyak tanya saat Gara meminta dirinya untuk memberikan pemuda itu sedikit waktu, bukan karena Senandung benar-benar butuh bukti, ia hanya sedang membiarkan hatinya belajar menjalani ketetapan— bahwa apa yang teralamat untuknya, tak akan pergi ke orang lain. Dan apa yang tak pernah menjadi jalan takdirnya, sungguh tak akan datang menghampirinya meski ia teramat menginginkannya.
"Magrib ini aku ingin mencobanya denganmu, Sena." Gara membuka kunci bibirnya usai diam cukup lama, menatap kaku ke arah Senandung. "Anggap itu langkah awalku datang padamu. Tapi tolong jangan tertawakan aku jika aku keliru, aku tak berpengalaman sama sekali soalnya. Mohon maklumi. Lalu setelahnya ajari bagaimana yang benarnya."
Senandung mengerutkan dahinya, tak bersuara karena memang tak mengerti maksud ucapan Gara.
Gara berdiri dari duduknya, perlahan membawa kakinya melangkah menjauhi Senandung. "Jika kamu tak keberatan, sembari kamu bersiap-siap, tolong sekalian siapkan juga sajadah untukku. Aku ke kamar mandi dulu."
Usai mendengar kalimat Gara dan memastikan pemuda itu telah berjarak cukup jauh darinya, Senandung langsung meluncur lemas ke lantai. Tulangnya seolah sedang ia pinjamkan pada siput yang susah payah menggotong rumah. Tak terasa lagi kini ditubuhnya.
"Magrib ini aku akan mencobanya... tolong sekalian siapkan juga sajadah untukku..." Penggalan kalimat Gara melayang-layang di kepala Senandung, dan itu berhasil membuat sang gadis merasa bingung sesaat. "...tolong jangan tertawakan aku jika aku keliru, aku tak berpengalaman sama sekali soalnya. Mohon maklumi. Lalu setelahnya ajari bagaimana yang benarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung-Surga
Ficção Geral[CERITA KE 4] 🐸🐥 Kategori : baper berkah Ketika dia yang mati-matian menentang keluarganya demi mewujudkan mimpi dipertemukan dengan dia yang mati-matian mewujudkan mimpi demi keluarganya. . . Start : 7 Maret 2022 End : 9 Juli 2024