Keping 36 : Kali ini Bukan Titipan

307 60 15
                                    

happy reading

-🐸🐣-

.

.

Punya rencana, sayang isinya adalah kebohongan. Meski dibungkus apik dengan peran yang luar biasa meyakinkan, satu kejang-kejang, satu panik dan sisanya berteriak gila, tetap itu adalah kebohongan. Menjebak. Pura-pura. Sekadar permainan saja.

Apa yang baik dari itu? Tentu saja tidak ada.

Oleh karenanya, saat diri sudah mantap untuk berbohong, sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan sangat sempurna, dirancang, disusun sistematis agar tak ketahuan dan ternyata tetap terendus, berbaik sangkalah. Barang kali saat itu Penguasa Langit tengah mengisyaratkan sebuah sinyal untuk jangan berbohong, sebab sekecil apa pun pergerakannya, sebersih apa pun tujuan akhirnya, jika bohong yang menjadi pijakan pertama, maka jangan harap akan baik-baik saja kesudahannya.

"DokSen, tolong Gara Doksen! Tolong Gara!"

Teriakan Reyhan barusan, yang berkumandang disepanjang koridor lantai tiga ternyata lebih dulu ditangkap oleh telinga perawat jaga ketimbang Senandung.

Dan saat Reyhan berlalu masuk ke dalam lift demi mengejar jejak Senandung, si perawat jaga sudah membawa kabar soal Gara ke ruang piket petugas kesehatan. Maka bergegaslah seorang dokter senior dan tiga perawat jaga menuju ruangan Gara setelahnya. Memastikan kabar teriakan itu.

Menjadi satu-satunya pasien koma lebih dari sepuluh hari di lantai tiga, tentu saja membuat Gara terkenal dikalangan petugas jaga tanpa harus memperkenalkan diri.

Apalagi saat nyaris semua petugas jaga perempuan tahu dari kartu identitas pemuda itu kalau ia masih bujangan, semakin-semakin semaraklah jadinya ghibahan untuk si sorot mata tajam di ruang piket. Terutama dikalangan perawat belia yang masih menjalani masa pratikum. Angan-angan mereka berkata, Gara cocok untuk dijadikan target pendekatan.

Mulai dari yang penasaran seperti apa suara Gara, bagaimana tampangnya jika ia tersenyum, sekeren apa matanya bila menatap sampai seperti apa deheman batuknya, semuanya tak lepas dari pembicaraan. Pasien istimewa. Tidur saja menarik mata, apalah lagi jika terjaga.

Dua detik lagi, rombongan tim medis akan membuka pintu ruangan Gara.

Dan di dalam ruangan, Sakta dan Gara sudah jauh lebih dari sekadar siap untuk menjalankan apa yang mereka rencanakan saat pintu terbuka.

Maka saat pintu ruangan terbuka, terjadilah apa yang seharusnya tak terjadi.

"DokSen! Cepat sini! Lihatlah Gara Dok, lih—" kalimat bernada kepanikan milik Sakta harus terhenti seketika saat matanya menangkap bukan dua, tetapi empat sosok manusia yang datang mengisi ruangan.

Padahal lelaki periang yang benci disandingkan dengan ikan cupang itu sudah khusuk meremas-remas rambut dan berjalan mondar-mandir di dekat ranjang Gara agar terlihat panik natural, tapi usahanya ternyata harus dibayar tunai dengan rasa malu yang besar.

Sakta mengucek matanya, jelas yang barusan muncul bukan Senandung dan Reyhan, itu tim medis sungguhan yang bertanggung jawab atas Gara.

Tak ada yang bisa Sakta lakukan selain membesarkan matanya sambil mengirimkan sinyal deheman agar Gara berhenti menggelepar.

Sayang Gara tak tahu kalau deheman Sakta barusan adalah sinyal untuk memberhentikan aktingnya, mereka lupa membuat kesepakatan soal itu sebelumnya. Maka semakin ia dengar deheman Sakta, semakin menjadi ia kejang-kejang. Matanya sengaja ia rapatkan agar Senandung percaya kalau ia benar-benar dibatas kehidupan.

Senandung-SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang