Keping 61 : Tak Akan Aku Bawa Ke Neraka

190 24 12
                                    

happy reading

-🐸🐣-

.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Menemaninya ke pernikahan Arumi, menemaninya menemui dokter bedah, dan menemaninya balapan ke Sepang. Dari tiga permintaan Gara yang harus dipenuhi Senandung tersebab perempuan ayu itu kalah lomba lari dengan Gara tempo lalu, menemani Gara menemui dokter bedah mungkin menjadi yang terberat bagi Senandung.

Jika dihitung-hitung dengan hitungan yang cermat, Gara sebenarnya belum boleh menjajah pahanya seenak hati tersebab masih dalam tahap pemulihan. Mesti rajin kontrol dan patuh terhadap seluruh rangkaian perawatan. Mesti hati-hati dan penuh perkiraan dalam setiap pergerakan.

Tepat beberapa jam sebelum Gara berangkat meninggalkan ibu pertiwi, Senandung yang masih ambil jeda dari segala urusan perumah-sakitannya datang menemui senior sekaligus dosennya yang sempat menjadi dokter bedah Gara dengan wajah harap-harap cemas. Memenuhi kesepakatan yang ia buat dengan sang suami.

"Nanti kalau seandainya si dokter nggak ngasih kita surat keterangan resmi, apa yang akan kamu lakukan untukku, Sena?" Gara mengapit samar lengan istrinya. Duduk bersandar di kursi ruang tunggu.

Tentu saja Senandung tak datang sendirian ke rumah sakit. Ia membawa serta pasien bawelnya yang extraordinary.

Mereka kini duduk di kursi ruang tunggu tepat di depan ruang tugas sang dokter bedah. Masih ada lima belas menit lagi sebelum sang dokter tiba.

Senandung menghadapkan wajahnya ke arah Gara. "Kalau Gara nggak dapat surat keterangan resmi untuk bisa ikut balapan, ya apa yang bisa Sena lakuin? Nggak mungkin kita tukaran paha 'kan?"

"Memang kalau seandainya bisa bongkar pasang paha, kamu mau minjamin pahamu untukku pakai balapan?"

Senandung tertawa pelan. "Polos sekali Pangeran Kodok satu ini ya. Gitu aja dipikirin. Mana bisa tukaran paha, Gara. Mana bisa."

"Aku berandai, Sena." Gara menambah erat apitannya ke lengan sang istri. "Kalau seandainya bisa, apa kamu mau meminjamkannya untukku?"

Senandung menghadapkan wajahnya lurus ke depan. Samar menggigit bibir bawahnya. "Jika itu untuk Gara, Sena nggak akan pernah ragu."

Gara memanjangkan tangannya yang satu lagi, mengelus pelan pucuk kepala Senandung. Menahan rekahan senyumnya dengan susah payah. "Gombalnya bayi ayam satu ini."

Mendengar respon Gara yang terlihat bermain-main dengan ketulusannya, Senandung langsung menarik diri. Menjauh satu bangku jaraknya dari sang suami. Sempurna memasang wajah kesal. Pura-pura tak kenal.

Sementara Gara, tetap dengan ekspresi wajah yang menahan senyum ikut menggeser posisi duduknya. Tak peduli dengan bibir manyun Senandung, ia terus mendekatkan jarak mereka.

Senandung-SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang