happy reading
-🐸🐣-
.
.
Sejak beribu tahun yang lalu, apa yang disebut dengan pagi sepertinya tidak akan pernah berubah. Hujan atau pun tidak, pagi tetap akan menjadi pagi. Masa di mana jiwa menyusun tenaga dan merencanakan segala hal yang akan dilewati sepanjang hari nanti.
Jika pagi ini ternyata berjalan tak seperti apa yang diinginkan, maka akan selalu ada harapan lebih baik untuk pagi dihari esok. Dan Gara sudah menjalani 2.177 kali pagi dengan prinsip seperti itu. Tanpa pernah lelah berharap. Tanpa pernah ingin menyerah.
Sejak ia memutuskan untuk terang-terangan menentang kehendak sang ayah yang memintanya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, Gara tak pernah dekat lagi dengan ayahnya. Ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama orang lain. Dan lebih sering ada di jalanan dari pada di kamarnya sendiri.
Bahkan jika ia pulang ke rumah, itu hanya ia lakukan kalau ia sudah rindu berat dengan adik kesayangannya, Dara.
Untungnya selama lima tahun ini, demi memfasilitasi mimpinya, Gara tetap memanfaatkan segala materi yang ayahnya berikan padanya. Ia memang tak suka dengan sikap memaksa Erlangga, tapi bagaimana pun ia bepikir agar tak bergantung pada ayahnya, jelas ia tidak bisa. Ia bukan lelaki karir soalnya, baru juga tamat SMA waktu itu, tak punya pekerjaan, dan tak bisa menghasilkan uang.
Maka berpura-pura mengikuti apa yang Erlangga inginkan menjadi satu-satunya cara agar ia bisa bertahan, tetap mendapatkan uang untuk kemudian membeli mimpinya dengan uang itu.
Lagian, semarah-marahnya orang tua pada anak, tak ada orang tua yang tega membiarkan anaknya mati kelaparan dengan sengaja 'kan? Maka atas prinsip itulah Gara berani menipu Erlangga, mengaku kuliah padahal tidak.
Gara sadar, menjadi pembalap keren itu mimpi yang sangat mahal. Butuh biaya. Butuh banyak uang. Butuh motor yang menunjang. Dan sangat bodoh sekali jika ia lari habis dari ayahnya sementara ia tak punya apa-apa.
Demi mimpinya menjajah Mugello, Gara menipu sang ayah. Demi inginnya membuktikan bahwa pilihannya tak keliru, Gara membodohi orang tua dan keluarganya. Dan semua itu sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya. Gara hebat bukan?
"Kita ketemuan di taman biasa ya Bang. Dara tunggu Abang sepulang sekolah, Dara mau nyampein sesuatu. Awas nggak nongol! Dara sumpahin Bang Gara kena azab!"
Gara mengangguk malas, mengiyakan teriakan adiknya disambungan telepon. "Azab apa? Kuburan basah dan keluar air karena membiarkan kamu lama menunggu? Atau liang lahat dipenuhi kalajengking karena tak menepati janji? Yang mana ha?"
"Bang Gara! Dara nggak lagi becanda!"
"Tapi lagi nyanyi? Atau lagi ngejamet? Hahaha." Gara bercanda, usil mengerjai adiknya, tertawa lepas tak kira-kira.
Namun sedetik usai tawa lelaki bersorot mata tajam itu menguap, sambungan teleponnya langsung terputus. Sang adik nampaknya benar-benar sedang tidak bercanda di seberang sana.
"Siapa yang nelepon lo pagi-pagi gini?" Sakta, teman tempat Gara menumpang menginap bertanya heran. Menatap Gara dengan tatapan penuh penasaran.
"Adik gue." Gara menjawab cepat, duduk dari berbaringnya.
"Si Dara?"
"Siapa lagi emang?" Gara membesarkan matanya ke arah Sakta, "lo kata orang tua gue ngangkat Ariana Grande jadi adik baru gue? Ya iyalah si Dara."
Sakta tersenyum lebar melihat wajah kesal Gara, "apa bilangnya? Ngajak ketemuan lagi?"
Gara mengangguk untuk merespon tanya sang teman, lalu berdiri dari ranjang dan berjalan menuju ke arah jendela, menatap mentari pagi sambil mengangkat tangan kanannya, menikmati momen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung-Surga
قصص عامة[CERITA KE 4] 🐸🐥 Kategori : baper berkah Ketika dia yang mati-matian menentang keluarganya demi mewujudkan mimpi dipertemukan dengan dia yang mati-matian mewujudkan mimpi demi keluarganya. . . Start : 7 Maret 2022 End : 9 Juli 2024