happy reading
-🐸🐣-
.
.
Mau bagaimana pun mengelaknya, keluar dari ruangan Gara, keluar dari gedung C, bahkan keluar galaksi sekalipun, Senandung masih bisa merasakan sisa-sisa malu di dalam dadanya. Mendadak menyesal sudah memperturutkan kerja otaknya yang tak menoleransi perasaan.
Senandung bertemu dengan Alana di lorong gedung utama rumah sakit, berbincang dengan temannya itu tentang dua kasus medis terbaru yang sedang hot beberapa hari ke belakang, tentang 2 remaja putri yang mengalami pendarahan di rahim karena menjadi korban kekerasan, dan tentang seorang bayi yang di dalam paru-parunya tumbuh sel rambut.
Biasanya Senandung akan mejadi yang paling aktif berpendapat, semangat mengeluarkan banyak teori untuk menghangatkan pembahasan. Namun sekarang Senandung bukan seperti Senandung yang biasanya. Gadis itu membiarkan Alana menguasai diskusi dan hanya merespon hal-hal tertentu saja.
Pikiran gadis itu masih melayang pada kejadian bersama Gara tadi. Saat ia dengan gampangnya berkata kalau dirinya sedang mengklaim kepemilikan atas Gara dengan gaya.
"Sepertinya dua remaja yang tak sadarkan diri karena pendarahan di dalam rahim itu tak sekali dua kali mendapat kekerasan, iya 'kan Sena?" Alana mengapit erat buku tebalnya, melangkah pasti tanpa melihat wajah Senandung. "Coba deh kamu pikir, nggak mungkin mereka akan semenderita itu kalau hanya mendapat satu atau dua kali pukulan ringan 'kan? Mungkin lebih dari pukulan sudah mereka dapatkan sampai-sampai perut bagian dalam mereka ancur-ancuran begitu."
Senandung mengangguk pelan, berkata ho-oh demi menyeimbangi celotehan Alana.
"Kalau aja mereka lebih awal ditemukan, atau mereka berani mengadukan apa yang telah paman mereka lakukan pada mereka, pasti luka mereka nggak bakal separah itu." Alana membetulkan posisi tali tasnya yang sedikit melorot. "Sedangkan tinggal bersama orang tua kandung aja masih berpotensi jadi korban kekerasan, apalagi tinggal bersama orang yang berstatus tetangga. Kasian banget kakak-adik itu ya Sena. Aku aja sampai sekarang nggak berani mendatangi ruang perawatan mereka. Merinding."
Senandung menarik napasnya dalam, mengangguk agar tetap dianggap menyimak.
"Besok kalau aku jadi ibu, aku nggak bakal biarin orang-orang melukai anak-anakku." Alana terkekeh pelan. Matanya berbinar, terlihat memiliki harapan saat bicara.
"Jadi ibu?" Senandung mendadak menghentikan langkahnya, memegang bahu Alana. "Ibu?"
Alana tekejut, ikut menghentikan langkahnya dan menatap Senandung heran. "Kamu kenapa Sena? Kenapa mendadak berhenti melangkah?"
Atas ucapan Alana, Senandung mendapat ide. Ia berharap jalan yang diambilnya akan mengeluarkannya dari rasa tak enak hati.
"Makasih udah ingetin aku pada sesuatu Al. Makasih banyak." Senandung tersenyum lebar, lalu meminta izin pada Alana untuk tak sama menuju bangsal penyakit dalam. Ada yang harus gadis itu urus sebelum mengambil absen agar selama koas ia bisa tenang dan fokus.
Menjauh dari Alana untuk mencari sisi gedung yang agak sepi, Senandung melingkaui beberapa perawat senior yang mondar-mandir di sepanjang lorong.
Dan saat mendapati satu sisi gedung dekat pot bunga yang sepi lalu lalang, Senandung langsung menuju ke sana dan mengeluarkan telepon genggamnya, menghubungi Wesa, ibu, sosok yang barusan dimention Alana dalam percakapan.
Senandung tahu kalau tadi lidahnya sudah berucap melewati batas suci. Jadi ia akan sangat malu jika harus bertemu lagi dengan Gara. Maka satu-satunya yang bisa membuatnya merasa tak terlalu canggung saat menemui Gara adalah dengan mendatangkan Wesa dalam ruangan pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung-Surga
Genel Kurgu[CERITA KE 4] 🐸🐥 Kategori : baper berkah Ketika dia yang mati-matian menentang keluarganya demi mewujudkan mimpi dipertemukan dengan dia yang mati-matian mewujudkan mimpi demi keluarganya. . . Start : 7 Maret 2022 End : 9 Juli 2024