Keping 28 : Gue Suaminya

328 58 13
                                    

happy reading

-🐸🐣-

.

.

Gara masuk ke dalam mobil sambil menghentakkan kasar pantatnya. Matanya awas menatap kaca spion, mengamati Reyhan yang sedang bersiap-siap menghidupkan mesin motor. Rona wajah si tampan mendadak terlihat sedikit tidak bersahabat.

"Siapa dia, Gara? Gara kenal dia ya?" Suara Senandung mengudara usai memastikan Gara mendarat utuh di atas kursi kemudi. Tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya padahal merasa ada yang aneh dengan raut wajah si pemuda.

Gara lincah menggerakkan tangan dan kakinya, mengendarai mobil dengan laju, menjawab tanya Senandung dengan balik bertanya, "bukannya kamu juga tahu siapa dia?"

Senandung mencoba mengingat wajah pemuda berhelm yang tadi berbicara pada Gara, lalu gadis itu menggeleng usai otaknya tak menemukan jawaban apa-apa. "Nggak, Sena nggak tahu dia siapa."

"Coba ingat-ingat wajahnya saat dia ngobrol denganku tadi, rasa-rasa pernah jumpa nggak?" Gara memberi clue, memancing Senandung.

"Nggak." Senandung menggeleng cepat, tak butuh waktu berpikir untuk menjawab.

Gara mengerutkan dahinya, memanggil memori penyimpanan otaknya untuk memunculkan gambar di mana ia dan Senandung pertama kali berjumpa. "Kamu ingat kalau kamu mengobati luka adikku di taman alun-alun kota?"

"Kalau itu Sena ingat. Adik Gara cantik soalnya. Rambut panjang, senyum ramah, wangi lagi. Sulit buat Sena lupain. Imut pula."

Gara tersenyum samar usai mendengar penilaian Senandunng tentang Dara, lalu menuntut pengakuan Senandung untuk dirinya, "maka tak heran 'kan kalau abangnya jauh lebih sulit untuk dilupain? Secara adeknya aja sebegitu berkesannya bagimu walau jumpa sebentar, apalagi abangnya, iya 'kan?"

"Nggak, Gara salah. Kalau seandainya kita tak terlibat terus-terusan, jumpa sekali jumpa aja seperti Sena jumpa adik Gara, maka bagi Sena lupain Gara mah gampang." Senandung tertawa samar, jemarinya cepat mengambil buku bacaannya, berencana untuk mengulang bacaan sebelum sampai di rumah sakit.

Gara menggigit bibir bawahnya kuat. Sedikit kecewa mendengar jawaban Senandung.

"Adik Gara itu perempuan. Jadi saat berjumpa, Sena tak perlu canggung untuk menatap wajahnya, atau bahkan tersenyum padanya. Makanya sulit untuk Sena melupakan rautnya. Bahkan saat kita bicara sekarang ini, Sena masih bisa menghadirkan bayangnya." Senandung menyambung ucapannya tanpa melihat ke arah Gara, matanya fokus menatap lembaran buku yang dibukanya.

"Jangan bilang kalau kamu hanya ingat adikku tanpa ingat dua pria yang ada di dekat adikku?"

Senandung menemukan halaman yang ingin dibacanya, tapi masih terlalu tertarik untuk menjawab tanya Gara. "Sena tahu kalau waktu itu ada dua orang laki-laki di dekat adik Gara, tapi Sena tak lihat wajah mereka. Jadi, kehadiran mereka tertolak dari ingatan Sena."

"Kenapa tak melihat wajah mereka?" Gara bertanya penasaran. Namun tanpa Senandung sadari, mata si tampan tetap awas mengamati Reyhan dari balik kaca pemantau.

"Karena mereka laki-laki. Dan mereka juga tak punya urusan dengan Sena. Jadi, buat apa berpandang-pandangan dengan mereka? Siapa yang bisa jamin nggak ada mudarat dari pandang-memandang itu?" Senandung menjawab jujur dengan nada santai.

Namun jawaban itu sukses membuat Gara merasa istimewa. Seketika khayalnya melambung ke alun-alun kota, di mana ia pertama kali berjumpa dengan Senandung. Bukan hanya berpandangan malah, tapi ia juga berlutut di depan Senandung, memegang tas gadis itu yang talinya ia putuskan dan ditatap lama oleh sang gadis.

Senandung-SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang