Sebuah Kejutan

11.4K 929 28
                                    

"Sorry nunggu"

Lia menjadi tak enak karena datang terlambat, perkiraannya untuk sampai jam 8 di tempat rental mobil harus bergeser hingga pukul 8.20. Ia sempat mampir ke pom bensin dan bergelut dengan weekend pagi Jogja yang padat. Perasaannya menjadi tak enak saat mendapati Kurniawan duduk dengan dua kopernya di kursi tunggu tempat rental yang terlihat lumayan panas.

"Gak papa" hanya kalimat tenang tak bernada itu yang keluar untuk menjawab permintaan maaf Lia dengan nada panik

Kurniawan memasukkan dua koper miliknya ke jok belakang mobil Lia. Lalu meminta izin untuk menggantikan Lia mengemudi mobilnya. Belum juga menghidupkan mesin mobil milik Lia, pria itu memberi kesempatan Lia untuk menjawab teleponnya terlebih dahulu.

"Hemm?"

"..."

"Ohh yaudah.. besok aku bilang ke Dani. Biar sekalian ditambahin paketnya."

"..."

"Okee.. sorry ga bisa ikut kumpul hari ini"

Dapat Kurniawan simpulkan jika Lia sengaja menyempatkan diri untuk mengantarkannya ke bandara. Lia mematikan sambungan telepon dan beralih menatap Kurniawan yang fokus untuk segera mengemudi. Lia segera duduk memasang seat belt dan Kurniawan menancap gas mobil Lia menuju bandara.

**

Sampai bandara Lia tidak langsung bergegas. Kurniawan malah memarkirkan mobilnya di parkiran. Lalu mengisyaratkan Lia untuk turun dari mobil dan mengikutinya mendorong koper, masuk ke bandara.

"Ayo!" ajak Kurniawan

"Hah, Aku masuk??" tanya Lia cengo

"Saya males duduk sendiri nunggu boarding. Masih jam sembilan kurang 10 menit."

Lia terkaget, banyak orang yang biasa saja menunggu pesawat berangkat hingga berjam-jam. Bahkan tidak sedikit orang rela menunggu kepastian keberangkatan pesawat yang delay. Sementara yang terjadi pada Kurniawan kurang dari 30 menit. Waktu normal keberangkatan. Alasan Kurniawan kurang masuk di akalnya. Baiklah, sebagai anak yang baik, berbuat baik jangan setengah-setengah. Siapa tahu Kurniawan akan menghadiahinya sepeda atas jasanya mengingat pria itu kaya.

Duduk di dalam ruang tunggu bandara dengan segelas kopi karamel dingin dan biskuit bersama orang asing baru kali ini Lia lakukan. Kurang nyaman. Seperti memakai celana jeans ketat dalam waktu yang lama. Melakukan gerakan sedikit seperti ditatap tajam. Lia melirik pria di sebelahnya, sejak tadi Kurniawan terlihat menyembunyikan kebingungannya. Mungkin bermaksud untuk memecah keheningan di antara mereka. Salah siapa minta ditemani, bukannya teman seharusnya bergelut dengan obrolan?

"Rasain.. mamam tu bingung cari topik" batin Lia makin kesal

"Makan malam semalam adalah ide saya..." tiba-tiba kalimat yang tak Lia duga keluar sebagai pemecah suasana itu meluncur dari mulut Kurniawan

"Saya yang menyetujui ajakan Ayah untuk datang berkunjung ke rumah kamu."

Lia masih belum mampu menjawab atau berkomentar atas pernyataan pria di sampingnya. Bibirnya sedikit terbuka merasakan keterkejutan ini. Otak Lia dipaksa bekerja keras untuk menyusun kalimat yang tepat. Sesekali menyesap kopi meredakan rasa gugupnya. Walau banyak bergaul dengan laki-laki di lingkungan kerja dan komunitasnya. Tapi Lia tak pernah merasakan sensasi duduk berdua secanggung, segugup, dan sekaget ini. Di ruang tunggu bandara. Tempat paling sakral di mana temu dan pisah terasa sangat akrab.

"Terus?" di antara ribuan kata. Lima huruf berakhiran tanda tanyalah yang mampu Lia keluarkan.

Tidak ada jawaban sama sekali dari pihak yang bersangkutan.

RipuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang