Rukun

8.4K 813 29
                                    

SARAN PENYAJIAN BAB INI:
baca dulu lagi part sebelumnya, agar agak ada nyambung-nyambungnya. pastikan kalian bukan bocil.. karena ada little bit imajinasi romantisme suami istri yang tersaji.
Selamat membaca ♡♡

***

"Mas Kurnia emang jarang agak susah dengerin cerita orang ya, Ma"

Bu Tyas tersenyum, memegang tangan sang menantu, mengelusnya pelan. Sore ini, di tengah kesibukan Bu Tyas menekuni hobi memelihara tanaman di belakang rumah, Lia menghampiri mertuanya dengan secangkir teh hangat.

"Sudah mulai kelihatan ya?"

Lia mengangguk ragu. Antara membenarkan pernyataan Bu Tyas atau kebingungan yang jelas terlihat dari pertanyaan dijawab dengan pertanyaan ini.
Bu Tyas meletakkan semprotan nitrogen yang sejak tadi ia fungsikan. Memutuskan duduk di samping Lia, meneguk air putih dari tumbler yang isinya tinggal setengah.

"Kurnia itu.. sejak kecil karena jarang interaksi sama kakak dan ayahnya ya.. ayahnya kerja sering pulang pergi luar kota, jarak dia dengan kakak juga lumayan lama.. dia lahir.. kakaknya sudah SMP.. sibuk sama kegiatan sekolah.. ga banyak punya teman juga, sering di rumah makanya gaya ngomongnya juga sering nylekit... Ga pandai bergaul dia.. dan pemilihan katanya ga dia pikir banget. Parah cah iku.."

"Lia cerita, terus Mas Kurnia responnya.. ya gitu" kata Lia sulit menggambarkan kesebalannya pada sang suami

"Ya begitu.. hidupnya itu kalau ga main gitar.. game, baca buku, basket.. itu doang hari-harinya.. jarang banget bergaul, temennya tu itungan jari.. sekarang aja di Jogja ada.. di mana-mana ada temennya.. dulu jangankan nyuruh dia pergi keluar rumah, di rumah aja kita hampir ga sering ngomong.. Mama sedih banget dulu.. beda banget sama kakaknya. Kurnia kalau ga ditanya dulu, susah banget cerita"

Lia terdiam, menyadari selama ini kegiatanya adalah merepotkan pria yang berstatus suaminya itu dengan banyak hal. Mengantar pesanan katering Bu Ambar, menjemputnya, membersihkan tandon air, mengantarnya menjenguk bayi, serta aktifitas lainnya yang hampir setiap hari Lia lakukan dengan Kurniawan sebagai partnernya. Dan pria itu mau, meski sesekali dengan helaan napas dalam dan keluhan. Sangat kontras dengan cerita Bu Tyas yang baru saja ia dengar.

"Lia kudu pripun nggih, Ma.. kadang Lia butuh banget teman cerita.. Lia kadang sampe sedih dengerin respon dia tu. Pernah Lia pusing harus nemuin teman Lia.. dulu teman Lia pernah bikin Lia malu semalu-malunya.. teman Lia datang ke Jogja, minta ditemenin.. aslinya Lia sudah ga marah sama dia, tapi kalau inget kesel aja.. nah pas Lia cerita ke Mas Kurnia, Mama tahu ga responnya bagaimana?"

"Gimana?" tanya Bu Tyas penasaran

"Dia jawab.. "Umur segini masih mikir mau temenan sama ini itu apa engga" ya iya sih, Ma. Mungkin omongan Mas Kurnia bener, tapi coba Mama kesel ga kalau lagi sebel terus responnya begitu? Tambah sebel kan?" tanya Lia menggebu, meminta validasi dari Mama mertuanya itu
Bu Tyas terkekeh

"Ha..haha.. ya begitu, memang menyebalkan.. kamu yang sabar. Jangankan kamu, Mama saja dulu sampai kewalahan. Kok Mama punya anak yang begitu."

"Kesel Lia, Ma. Kalau tiap cerita responnya gitu"

"Bukan Mama mau belain Kurnia. Kalau dia salah, Mama ga akan sungkan bilang kalau dia salah. Tapi dibalik dia ngasih respon sembarangan itu, dia nanti pasti berpikir kok.. ngasih tindakan setelah tahu orang yang dia respon sembarang itu gimana keadaannya.. dia itu orangnya ga enakan aslinya... tapi emang kalau ngomong gitu"

Bu Tyas tak hentinya menatap manik mata Lia yang tampak antusias mendengar diskripsinya tentang putra keduanya. Sorot mata yang jauh berbeda dari waktu kedatangan anak perempuan ini tempo hari. Lia dengan seksama memperhatikan cara Bu Tyas yang tiba-tiba flashback ke arah Kurnia saat kecil dulu.

RipuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang