Lawan Sepadan

10.4K 862 28
                                    

“...dengan ini evaluasi kita tutup, semangat LPJ kawan-kawan. Terima kasih untuk kerja keras kalian” Lia menutup evaluasi paska acara penyerahan buku sore ini.

“Makan yukkk”

“Selamat makan semuanyaaa..”

Satu hal yang paling menyenangkan dari berbagi adalah melihat senyum banyak orang di dalamnya. Baik yang memberi, penerima, maupun orang yang menyaksikannya.

“Ayo Mbak. Iki nanti ga habis kalau Mbak Lia ga ikut makan” goda Irwan, anggota termuda komunitas ini.

“Beneran, Wan. Aku bawa pulang kalau gitu.”

“Eh jangann.. Aku wae yang menghabiskan, Mbak” sahut Gilang tak terima

Lia terkekeh. Setidaknya acara ini mampu mengurangi rasa kesalnya. Sebulan yang dijanjikan Kurniawan kurang dua minggu lagi. Sejak beberapa hari lalu, Bu Ambar mulai memaksa untuk segera pulang. Mereka sama sekali belum berbicara, Lia berupaya terus melarikan diri dan menghindari topik lamarannya. Bergelut dalam kebingungannya sendiri.

Menikah itu membangun sebuah hubungan, beberapa orang menikah dengan seseorang yang mereka cintai. Tapi banyak pula yang menikah justru tidak dengan orang yang dia cinta. Lagipula, cinta dalam pernikahan itu naik turun, cinta di awal tidak lantas menjadikan seterusnya kadar cinta itu sama. Makanya sampai ada pepatah tresna jalaran saka kulina, karena terbiasa jadi ada cinta. La gimana kalau yang datang punya tanggung jawab, mapan, serius, mau mengajak kamu, saleh, tidak narkoba, rajin menabung, saham ada, jaminan hari tua ada, muka ga jelek banget, asuransi ada. Mau mengelak apa? masih mau cari yang kamu cinta ke dia sekarang meskipun pria yang kamu cinta ternyata tidak punya pendukung lain?”

“Bukan gitu, aku tu rasanya aku sama sekali ga ada plan buat nikah gitu... Terus ini orang datang seenaknya ga tahu dari mana. Kenal enggak, main lamar. Aku kayak ga ada pilihan aja..”

“Lahhh kamu aneh, Lia. Sekarang aku tak takon.. kamu memangnya punya pilihan? Kamu memilih ga nikah? Padahal ada orang yang mau sama kamu, dia punya hal yang banyak perempuan inginkan loh. Lakok kamu malah milih untuk tetap sendiri. Dia diambil orang apa kamu ga nyesel....

“Aku hanya ngerasa.. ga ada harganyaaa..” kata Lia kesal

“Kita posisikan lagi... bagaimana kalau justru dia mengajakmu menikah langsung karena dia gamau macarin kamu aja..”

“Ga mungkin..”

Lohh malah bilang ga mungkin.. ki lho.. cah ngeyelan.. kamu tanya ke aku kan karena aku lanang to.. bagaimana kalau justru dia takut kenal kamu lama dan ga jadi nikah.. banyak lho wong-wong sik dipacari tahunan tapi gak dirabeni.. ngenes ga ngono kui?”

Lamunan Lia kembali ke arah pembicaraannya beberapa hari lalu saat ia bercerita pada seniornya di organisasi. Seseorang yang menikah diumur relatif muda. Orang yang bisa diajak berdiskusi mengenai suatu topik dan terbuka memberi sudut pandang.

**

Tibalah hari ini, sengaja Lia meminta libur tidak siaran untuk menghadiri lamarannya sendiri. Tentu ia menggunakan tipu muslihat dalam izin tersebut. Bahkan acara ini mungkin menjadi acara paling tidak ingin ia beritahukan ke siapa saja.

Tidak ada andil apapun dalam acara lamaran ini. Semua persiapan dilakukan oleh Bu Ambar dan keluarga Kurniawan. Bahkan Bu Ambar tidak berniat sedikitpun meminta Lia fitting kebaya, penjahit langganannya membuat kebaya Lia sesuai ukuran saat acara nikahan anak kakaknya 4 bulan yang lalu. Persiapan ngawur Bu Ambar memang pantas diakui jempol.

RipuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang