Seorang Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya.
Kalimat itu yang selalu terngiang setiap kali Lia dalam melamun. Meraba dan mengusap perutnya pelan. Merasakan getaran yang hebat featuring rasa tidak percaya diri yang kuat. Bahwa di dalam sana, ada sosok bayi, sosok yang entah lebih mirip Kurniawan atau dirinya. Sosok yang jika waktunya dilahirkan, langsung mendapat sebutan anaknya. Entah perempuan atau laki-laki.
Lalu, Lia akan menjadi seorang ibu, sekolah pertama bagi putra putrinya. Pertanyaan siap atau tidak selalu hadir setiap saat ketika ia menyadari kehamilannya.
“Diminum dulu susunya, Nduk. Tadi Mas Kurniawan sudah menelfon, maksa terus biar Lia mau minum” kata Mbok Tut
Lia enggan menatap gelas yang berisi hampir 250 ml susu hamil itu. Setiap kali gelas itu mendekat ke hidung, baunya memancing seluruh isi perut untuk keluar.
“Muall” keluh Lia pada satu-satunya kawan yang tinggal bersamanya ini
Sejak kejadian malam itu, Kurniawan dan Lia belum lagi membuka suara untuk saling bicara dan mendengarkan pendapat. Lia tahu jika Kurniawan memilih tinggal di kamar ruangan kafenya, memberinya waktu untuk menenangkan diri. Mbok Tut tinggal bersama Lia untuk menemani.
“Sedikit saja, nanti aku lho yang dimarahin.. kalau ga, Lia makan ya.. kasihan dedeknya itu”
Lia tersenyum tipis dan getir
“Biarin aja, Bapaknya juga ga peduli”
Mbok Tut menghela napas pelan“Kalau Bapaknya ga peduli, ga mungkin kan setiap hari mantau Lia. Jam segini saja aku dapet telfon 4 kali”
“Siapa juga yang minta dipantau”
Pikiran Mbok Tut kembali ke kejadian dua hari yang lalu, saat ia terbangun tengah malam, hampir berteriak karena ada seseorang yang tampak bimbang untuk masuk kamar. Baru mengambil alat untuk melukai orang tersebut, semporot cahaya dari handphone menerangi wajahnya. Kurniawan datang hampir setiap malam. Memastikan Lia dapat tertidur nyenyak, mengusap perut sang istri, turun ke dapur sebentar sebelum melanjutkan tidur di ruang kerja. Tidak seperti dugaan Lia, ia tetap tidur di rumah. Hanya saja Kurniawan akan meninggalkan rumah sebelum sang istri terbangun dari tidurnya.
“Sorry udah bikin kamu susah, kalau saja aku ditakdirkan bisa hamil. Ben aku wae sing ngrasakke sayahe wong meteng , Yaa..”
*biar aku saja yang merasakan lelahnya hamilKalimat itu tidak sengaja Mbok Tut dengar tatkala Kurniawan mengecup kening sang istri yang tertidur di ruang tv. Mbok Tut bercerita pada Kurniawan jika sang istri bolak balik minum air putih hangat karena merasa perutnya mual. Hingga akhirnya sang istri memilih tiduran di sofa ruang tv. Kurniawan memindahkan Lia ke kamar. Lengkap dengan hadiah pelukan erat sebentar sebelum meninggalkan sang istri di kamar.
“Gustii.. cah saiki bebojoan kok angelee raumum, tukaran terus” gumam Mbok Tut keluar dari kamar
*Tuhann.. anak sekarang suami istri kok susahnya minta ampun, berantem terus menerus***
“Maa...”
KAMU SEDANG MEMBACA
Ripuh
General FictionMenjadi seorang yang tidak mudah dicintai tak pernah ada direncana hidup Nurmalia. Hingga ia memutuskan untuk tidak menargetkan diri mendapat pasangan. Kebahagiaan hidupnya bukan untuk menikah. Tapi apa jadinya jika anak teman ayahnya, memilih untuk...