Ripuh (END)

8.2K 522 15
                                    

Hai! sudah Mei. Setelah pertimbangan dari banyak hal, akhirnya bab ini menjadi bab terakhir untuk cerita yang kubagikan gratis berjudul Ripuh ini. Kalian akan berhenti mendengar kisah keributan mbak-mbak berumur 32 tahun dan mas-mas yang melamarnya tanpa pendekatan sama sekali ini. 

Akan sedikit berat, aku mengumpulkan banyak energi untuk bab ini. Semoga dapat menjadi penutup yang baik ya!

Selamat membaca sayangku semuanya!

***

"Semoga kita terus mau satu sama lain ya."

-Kurniawan

Meski tidak menikah di usia yang terbilang muda, bagi siapa saja, menikah bukan hanya sebuah persatuan dua orang, ada nilai agama serta ikatan hukum yang jelas dan tegas. Tidak ada satu pun orang yang memberi tahu terjal jalan yang harus dilewati. Bagaimana sebenarnya sebuah pernikahan berdampak untuk kedua belah keluarga? atau bagaimana langkah yang tepat yang harus diambil ketika dalam keadaan krisis.

Pagi ini, suasana rumah Pak Riyandi di daerah Kartasura terasa lebih ramai. Sejak pagi Lia sudah selesai dengan berbagai menu yang ia sajikan di meja makan, kemarin tepat pukul 11 malam ia dan Bu Tyas menyelesaikan menu terakhir untuk sajian hari raya. Keluarga Mas Himawan sudah datang semalam, rencananya mereka akan menunaikan salat sunah Idul Fitri bersama.

"Ya Allah ra gelem cah iki karo budenee" gumam istri Himawan saat Abi merengek digendongnya

*tidak mau diajak sama tantenya

"Ancene ngono, Kurniawan persis ga mau diajak siapa-siapa" kata Bu Tyas seraya mengambil sang cucu dan beralih menenangkannya. Semua tingkah dan sifat Abi benar-benar turunan sang ayah. Kata pepatah tentang buah tidak jatuh jauh dari pohonnya memang bisa dikatakan benar.

Sepulang dari masjid, Kurniawan dan Lia memang belum keluar dari kamar. Abi asyik bermain dengan kakak-kakaknya sedangkan Pak Riyandi mulai disibukkan dengan tradisi bakdan. Beberapa saudara yang menetap di Solo datang lebih awal. Meminta maaf dan berkumpul untuk makan.

"Iki ayah ibune gek opo sih, Buk. Kok ga metu?" tanya Himawan pada sang ibu

"Rak ngerti, biasa adikmu"

Himawan tersenyum, sebagai anak pertama ia paham tentang sifat yang dimiliki adik satu-satunya itu. Ada satu hal yang membuat Himawan lega, meski Kurniawan kadang terasa lebih rumit untuk dipahami, adiknya beruntung karena memiliki seorang istri yang begitu disukai oleh Bu Tyas dan Pak Riyandi. Rasanya cukup menentramkan melihat interaksi mereka dengan Lia, berbeda dengan istrinya. Entah sampai kapan kiranya restu yang penuh itu bisa ia dapatkan.

Prinsip memastikan segala hal berjalan dengan baik-baik saja yang dimiliki seorang anak pertama, tentu bisa ia pelan-pelan lepaskan. Bu Tyas tampak lebih baik sejak Lia datang. Beberapa kali juga ia dengar, Pak Riyandi tak jarang menghabiskan waktu dengan Lia dan Abi. Lagi-lagi gambaran yang membuatnya iri dengan kehidupan Kurniawan. Ahhh bocah nakal itu, entah kenapa dia sering beruntung dalam hidup.   

"Mas, segala luputku, untuk cengeng, susah dikasih tahu, keras kepalaku, ngeyelanku, dan semua salah yang udah tak buat, aku minta maaf ya" kata Lia yang mulai berkaca-kaca dan sedikit menahan tawa setelah sejak pagi ia gengsi meminta maaf lebih dulu pada Kurniawan

Pria yang duduk di tepi ranjang dengan sarung BHS barunya itu malah tersenyum cengengesan melihat sang istri yang tiba-tiba seperti kucing minta dibelai. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RipuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang