Di Solo Hari Pertama

12.2K 769 13
                                    

Kurniawan sedikit tidak habis pikir dengan penyiar radio yang kini menjadi istrinya. Ia tampak tak banyak bicara saat mereka bersama. Lia tetap akan mengambilkan nasi, membuatkan kopi, hingga menyetrika bajunya. Tapi jarang sekali berbicara.

Pagi hari, Lia akan bangun saat Kurniawan masih tertidur. Mandi lalu bergegas bersiap diri untuk siaran. Bu Ambar sudah selesai menyiapkan sarapan. Baru Kurniawan bangun. Memang nampaknya perasaan sungkan menantu bangun siang hanya berlaku pada perempuan. Nyatanya mas-mas Solo satu ini biasa saja bangun jam 7 di rumah mertuanya.

"Aku berangkat dulu, Buk"

Bu Ambar mengangguk mengulurkan tangan untuk dicium oleh sang putri. Tak lupa Lia menyalami tangan sang bapak yang tengah memberi sarapan ikan-ikan di aquariumnya.

"Biasakke salaman sama suami lho!" Tegur Pak Kiswanto
*biasakan cium tangan sama suamimu itu

"Orang dia masih ngopi" jawab Lia dengan nada kesalnya

"Ngopi apa ora bisa salaman"
*Ngopi apa ga bisa diajak salaman

"Dahh ah hampir telat nih" alih Lia

Begitulah rutinitas tiap hari di rumah yang punya pohon mangga di halamannya ini sejak putri sulungnya menikah.

"Maaf ya kalau Lia belum bisa jadi istri yang baik" kata Bu Ambar seraya menemani menantu kesayangan dan suaminya sarapan. Kurniawan tersenyum tipis.

"Mboten nopo-nopo"
*Tidak apa-apa

"Kamu bisa menegurnya.. gak papa! Jangan takut.. wong kamu suaminya... Lia itu emang dari dulu agak sedikit bebas, dia tinggal sama mbahnya. Makanya jauh dari pengawasan kami. Mbah putrinya itu pandai kalau memanjakan dia."

Tidak. Lia bukan tipe seperti itu di sisi Kurniawan. Perasaan membela istri ini seperti lahir natural saat mendengar penuturan ibu mertuanya tentang sang istri. Lia adalah perempuan hebat yang ia kenal.

"Jadi besok ke Solo?" Tanya Pak Kiswanto

Kurniawan menelan sesendok bubur ayam kampung yang sudah ia kunyah. Kebiasaan yang Kurniawan tahu sejak tinggal di sini adalah keluarga Lia hanya akan memasak sarapan di akhir pekan, saat seluruh anggota keluarga ada di rumah.

"Sios"
*Jadi

"Bilang Lia, biar dia siap-siap. Kerjaannya kan kadang ga bisa diganti" tambah Bu Ambar

Kurniawan mengangguk setuju. Ia akan mengatakan pada sang istri sepulang kerja nanti. Hubungan mereka memang terkesan menerapkan kesetaraan gender. Terbukti istri bekerja di luar rumah sementara sang suami seperti tidak jelas begini pekerjaannya.

Hari-hari Kurniawan diisi dengan kegiatan ke mebel milik mertuanya. Basic bisnis yang ia punya memang sangat berguna untuk perkembangan bisnis mertuanya ini. Ia pandai mengiklankan dan memasarkan produk-produk mebel sehingga mebel mengalami peningkatan penjualan.

**

Lia baru saja pulang kerja, sebenarnya tidak terlalu larut. Ia bahkan sampai rumah sebelum adzan asar berkumandang. Tapi kadang-kadang kegiatan komunitas yang lebih menyita waktunya.
Saat hendak bergegas menuju kamar setelah meletakkan jajan yang ia beli di meja ruang tv di mana Kurniawan duduk, ia mendapat sapaan Kurniawan.

"Kita ke Solo malam ini, keluarga ngadain acara besok sore"

"Hah?? Kok ga bilang dari kemarin?"

"Kamu kan sibuk"

Entah mengapa nada bicara Kurniawan itu terkesan menjadi sebuah sindiran di telinga Lia. Lia tersenyum kecut.

"Kerjaan aku?"

RipuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang