Enggan

9.6K 785 15
                                    

"Gimana tadi terapinya?" Tanya Kurniawan pada Lia yang tengah menonton tv di kamar mereka

"Udah lumayan"

Kurniawan baru saja pulang dari bengkel dan membersihkan diri.

"Udah makan?" Tanya Kurniawan
Lia menggeleng tanda belum makan

"Makan yuk, aku males makan sendiri"
Kurniawan mengajak Lia untuk makan bersama.

"Handuknya!" Kata Lia tegas menatap tajam ke arah Kurniawan yang hanya nyengir. Pria itu bergegas mengambil handuk basah yang terletak di ujung ranjang untuk ia bawa ke rak handuk kamar mandi.

Kurniawan tetap laki-laki pada umumnya yang meletakkan handuk di kasur, pencukur di tepi wastafel, mencari barang sambil ngedumel, baju kotor yang tidak di balik, dan masih banyak lagi. Lia yang awalnya masih bersabar untuk tidak menegur dan memilih membereskan sendiri, kini mulai jengah.

"Udah yuk makan" ajak Kurniawan lagi seraya menghibur ekspresi kesal Lia yang masih terpajang.

Salah satu kegiatan yang Kurniawan sukai semenjak menikah adalah makan bersama Lia. Kemarin-kemarin saat hubungan mereka masih renggang. Meskipun beberapa kali perkataan Lia maupun dirinya ketika marah sama-sama kadang terlalu menyakitkan. Ia tetap menyukai acara makan bersama istrinya.

"Terasa banget jadi kepala keluarganya" katanya ketika ditanya oleh teman-teman di grup WA

Kurniawan teramat menyukai cara Lia yang lahap memakan makanannya, berduaan dengan Lia sekadar makan saja membuat hatinya hangat. Sudah lama ia tak memiliki perasaan tenang ini.

"Mebel gimana?" Tanya Lia

"Baik sih, masih ada PO beberapa yang harus selesai bulan depan" jawab Kurniawan seraya menyuapkan tahu isi ke mulutnya

Makanan di rumah Lia jarang sekali serba daging. Sangat berbeda dengan makanan rumahnya di Solo. Tapi Kurniawan menyukai masakan rumah Lia. Rasanya enak dan membuat ingin terus nambah. Padahal tidak jauh-jauh dari sayur, tahu tempe, dan telur.

"Pastikan Pak Irwan nganter tepat waktu, soalnya sering dapet komplain molor" kata Lia mengingatkan Kurniawan

"Mulai gak percaya" batin Kurniawan

"Iya"

"Oh iya biasanya kita ada agenda makan bareng di sini 2 bulan sekali, kamu atur ya. Nanti bilang ke aku biar aku siapin" kata Lia semangat setelah makanan di piringnya tandas

"Iya"

Topik yang tidak pernah Kurniawan suka adalah ketika Lia mengajaknya membicarakan mebel. Lia seperti mengawasi penuh dan tidak percaya menyerahkan mebel milik keluarganya itu.

Lia menatap Kurniawan yang tiba-tiba berbeda raut mukanya. Tidak sama seperti saat pria itu mengajaknya makan tadi. Apa yang sedang menganggu pikiran Kurniawan sebetulnya?

"Habis ini ngopi yuk, aku belum ngantuk" ajak Lia

Mau tidak mau, Kurniawan mengangguk. Ia juga harus mengimbangi ide-ide Lia untuk mendekatkan diri mereka.

"Nduk, bapak berangkat"

Pak Kiswanto keluar kamar beserta Bu Ambar. Memang rencana hari ini mereka akan pergi ke rumah adik Lia di Wonosobo. Mereka akan diantar oleh sopir yang sudah Kurniawan cari. Sengaja memilih waktu lumayan sore agar tidak terlalu panas di jalan.

Sejak ada Kurniawan, hal-hal yang berbau kebutuhan relasi dengan pihak luar rumah dan masyarakat memang lebih mudah dijangkau. Kurniawan seperti public relation di rumah ini. Kenalan pria itu banyak, sehingga mudah menyelesaikan perkara enteng seperti itu.

RipuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang