Kora-kora

9.4K 799 32
                                    

"Menikah itu cuma ngasih kita dua pilihan. Bersedia atau tidak. Kalau bersedia, sampai kapanpun kamu akan memaafkan dan memberi kesempatan pernikahan ini berjalan di hidup kamu. Kalau tidak, mau diperjuangkan bagaimanapun sama pasangan kita, ya tetap gak akan berjalan, Ya.."

Nasehat Bu Ambar beberapa hari lewat di kepalanya malam ini. Kurniawan tengah memeluknya dan terlelap nyenyak. Menyisakkan tubuhnya seperti remuk karena renang malam-malam ditambah pikirannya tentang perkataan Bu Ambar padanya. Bukan tidak sadar Lia melihat gurat kecewa di wajah suaminya saat menyadari rambutnya ia potong sebahu.

"Kamu menikah, Ya.. tubuhmu tetap milikmu, tapi ada yang ikut menikmati juga. Sampai kapan kamu akan keras kepala begini. Kamu punya suami.." batinnya memarahi

"Tidur, Yaa.." suara serak disertai gerakan di ceruk leher sisi kirinya membuat ia terkejut

"Iya" jawab Lia singkat

"Aku punya kejutan buat kamu besok"

"Apa?"

"Ya besok. Sekarang tidur, udah malem" kata Kurniawan seraya mengeratkan pelukannya

Suara alarm yang Lia pasang menunjuk di angka lima. Mulai saat ini, pelan-pelan ia akan menjelma seorang istri yang taat suami dan mampu mengurus keperluan suami. Ia akan berusaha menjadi morning person untuk Kurniawan.

Seusai membuka paksa mata dan mengerjapkannya beberapa kali, ia tengok ke kebelakang. Kurniawan tampak pulas di bantalnya dengan lengan kiri masih memeluk perut Lia, membuat piama yang perempuan itu pakai tersingkap hampir ke bagian dada.

"Kembung aku nek carane ngene"
*kembung aku jika setiap hari harus begini
batin Lia mengomel

Meskipun sudah memasang alarm di angka yang relatif lebih pagi dari jam bangun tidur biasanya. Nyatanya Lia tetap menghabiskan waktu lumayan lama di kamar mandi. Perutnya mendadak mulas, sehingga ia memutuskan untuk mandi dan menyelesaikan hajatnya sekaligus.

Saat memberikan cairan serum paginya ke wajah, ia rasakan sebuah pelukan berada di pinggangnya. Sesekali makhluk yang memeluknya ini mengembuskan napas pelan di area leher milik Lia. Lia seperti menikahi orang lain, bukan Kurniawan yang awal-awal menikahinya antipati bersentuhan kulit dengannya.

"Kok bangun pagi tumben?" tanya Kurniawan dengan suara serak

Rambutnya yang tengah berantakan juga mata sipit khas wajah bangun tidur yang selalu dideskripsikan sexy oleh para novelis, seperti tak terlihat begitu dimata Lia. Kurniawan lebih sexy dan menggoda seusai mandi ketimbang baru bangun tidur.

"Bangga ga punya istri rajin gini?"

"Biasa aja"

"Kok biasa aja?" Lia melihat ke arah kaca dimana pantulan tubuh mereka terefleksi

"Ya kamu nglakuin ini buat siapa? Kalau buat diri kamu sendiri, kamu ga butuh validasi dari aku to"

"Pagi-pagi udah bikin kesel!"

Lia meneruskan acarannya merawat wajah. Sementara Kurniawan yang telah peka dengan tampang sebal sang istri tersenyum penuh arti. Wajah yang semula berada di pundak Lia, ia angkat. Tangan kanannya merogoh sesuatu dari saku celana pendeknya. Ia letakan barang tersebut di sisi bawah kaca rias di kamarnya.

"Aku kasih ini biar ga kesel"
Kurniawan berlalu tanpa melihat ekspresi Lia yang kebingungan. Tangan kiri yang semula merapikan tutup botol peralatan tempur untuk kulitnya, beralih mengambil dua lembar kertas yang Kurniawan letakkan.

"Voucher? 3 night.. Plataran Canggu 3 September.. hah??"

Mata Lia membulat penuh. Bibirnya menganga kaget. Pikirannya otomatis membayangkan sensasi membaca dari penginapan yang sepi, mencoba makan potongan semangka segar saat floating breakfast, atau berendam di bath up menamatkan The Nectar of Pain yang baru ia dapatkan.

RipuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang