"Aku sama Raina bener-bener cuma sebatas kenalan aja."
"Itu yang kamu ngasih fasilitas liburan keluarga dia? Ga mungkin ga ada apa-apa"
Kurniawan mendesah pelan. Tidak berniat menjelaskan bahkan maksudnya memberikan fasilitas terhadap keluarga Raina tersebut. Padahal tujuannya saat itu hanyalah promosi hotel yang ia miliki. Dengan begitu keluarga Raina akan tahu jika Kurniawan memiliki usaha perhotelan. Sayang sekali, Lia jika sudah berasumsi sulit sekali untuk diajak berdiskusi.
****
Kurniawan pergi ke bengkel mebel sejak maghrib dan memutuskan untuk tidak pulang karena harus memantau pengerjaan 2 set meja makan yang akan dikirim ke Kalimantan pagi dini hari. Sudah sejak pukul 8 tadi ia mengirim pesan singkat pada Lia, tentu berujung kesenangan bukan main bagi perempuan itu. Istrinya langsung meminta izin untuk menginap di rumah temannya. Prinsip Lia untuk tidak rugi mendapat kesempatan kebebasan pelan-pelan Kurniawan pahami.
"Janji besok pagi udah harus ada di rumah. Aku balik habis subuh. Setelah duhur kita jenguk Pak De" wanti Kurniawan pada sang istri
"Siap. Jangan terlalu diforsir tubuhnya!" Jawab Lia girang seraya memberi peringatan untuk istirahat pada suaminya.
"Pernikahanku perlahan mulai berjalan semestinya" batin Kurniawan
"Iyaa"
Persetujuan Kurniawan khas suara laki-laki pada umumnya jika diberi tahu dan dimarahi oleh pasangannya. Halus, sedikit kesal, namun tak bisa menolak.
Lia beranjak pamit kepada Bu Ambar dan Pak Kiswanto dengan sebelumnya mendapatkan ceramah yang panjang. Suami bekerja, istri hura-hura bersama kawan-kawannya. Bukan seperti itu maksudnya, jika tidak ada alasan yang sangat mendesak, Lia juga tidak akan meminta Kurniawan untuk mengizinkannya menginap. Pasalnya sejak tadi, sahabatnya sejak SMA itu memberitahunya untuk bertemu bahkan membubuhkan kata "urgent" di kata paling depan pesannya. Lia menjadi khawatir. Ketidakpulangan Kurniawan menjadi momen yang menguntungkan, karena ia bisa meminta izin untuk menginap.
"Apa ga kasihan, Mas. Mbak Lianya ditinggal di rumah" kata Bidin salah satu anggota bagian finishing mebel pada Kurniawan
"Dia malah seneng, katanya mau nginep di rumah temennya." Jawab Kurniawan ringan
"Loh Mas Kurniawan masih mengizinkan?"
Kurniawan tersenyum
"Kenapa tidak? Toh sepertinya 3 bulan ini dia pasti stress sekali menghadapi saya. Tiba-tiba mengajaknya menikah, sampai mengenal saya yang seperti ini. Biar dia menikmati waktu dengan temannya" jawab Kurniawan sambil tersenyum
"Gusti.... Baik sekali to njenengan ki, Mas. Pantes buat Mbak Lia. Dia itu juga baik banget, Mas. Kalau saya dan teman-teman lembur, sering dikirimi makanan. Bahkan kalau Mbak Lia sedang sangat baik, kita bisa diizinkan libur pada hari biasa" cerita Bidin dengan riang diikuti anggukkan setuju oleh beberapa kawan lain
"Kamu nyindir saya buat beli makanan teman lembur kita ya?" Kata Kurniawan
"Eeh...bukan begitu, Mas" Bidin gelagapan merasa tidak enak
Kurniawan malah terkekeh menyaksikan raut khawatir itu.
"Saya bercanda. Sudah lanjutkan sana.. saya cek bagian lainnya."
"Siap, Mas"
Setelah lelah tak tidur dan memantau pengiriman, Kurniawan akhirnya pulang. Menenteng tas berisi 2 liter kopi kesukaannya ia memasuki pekarangan rumah dengan pohon mangga di depannya.
Segera bergegas ke kamar setelah memindahkan dua botol kopi itu ke kulkas. Bu Ambar tengah menyiapkan sarapan saat ia menyapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ripuh
General FictionMenjadi seorang yang tidak mudah dicintai tak pernah ada direncana hidup Nurmalia. Hingga ia memutuskan untuk tidak menargetkan diri mendapat pasangan. Kebahagiaan hidupnya bukan untuk menikah. Tapi apa jadinya jika anak teman ayahnya, memilih untuk...