55-Felix si pengecut

380 33 6
                                    

_Allice Alea Kimberlly_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_Allice Alea Kimberlly_

**

Alea menyandarkan kepalanya pada lengan Benjamin yang tengah berjalan di sampingnya. Sehubungan dengan Alea yang tidak membutuhkan penanganan khusus lebih lama lagi, Benjamin dan Alea memutuskan untuk kembali menghirup udara segar di sore hari, tidak terkurung dalam rumah sakit lagi.

"Kau tahu? Tujuanku ke sini sebenarnya hanya ingin menjenguk ayahku--ayahku yang sebenarnya bukan ayahku, sih," ungkap Alea, ia tersenyum simpul. Tatapannya kosong ke depan.

Benjamin mengacak rambut Alea dengan lembut, tangannya memingit tangan Alea untuk digenggamnya. "Konglomerat generasi kedua ini kenapa sedih terus, sih? Banyak yang ingin menjadi sepertimu di luar sana, loh!"

Embusan napas Alea keluar. "Benjie, mereka ingin jadi aku karena mereka tidak mengenalku secara dalam. Sangat melelahkan menjadi 'diriku' sebenarnya." Alea melepaskan genggaman tangannya dari Benjamin, ia duduk di bangku taman yang berhadapan dengan danau kecil di depannya.

Burung-burung berkicau sesekali, terbang dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Menghampiri ranting baru untuk diinjak. Beberapa bebek dan angsa tampak damai di sekitaran danau. Sontak, senyum Alea yang lebih lebar mulai terbit. "Kuharap aku bisa seperti ini secara bebas, kapan pun. Tanpa ada yang harus mengikatku."

Benjamin menarik satu alisnya ke atas, ia berjalan menuju Alea. Berdiri di belakang bangku taman itu dan memeluk tengkuk Alea dari belakang. "Memangnya sekarang kau terikat?" tanya Benjamin, hidungnya mengendus wangi stroberi dari rambut Alea.

"Menjadi keturunan dari seorang yang memiliki kekuasaan besar tidak selalu menyenangkan, Benjie," ucap Alea, "jika saja aku tidak ditukar saat itu ...." Dengan ragu, Alea melanjutkan bicaranya.

"Jika saja aku ... tidak menjadi 'Allice Alea Kimberlly ' dan aku hanyalah orang biasa yang tidak tersorot ..., kau pasti tidak perlu menyewa satu taman seperti ini hanya untuk memberiku ruang jalan-jalan, hihi!" Alea terkekeh kecil setelahnya, tak pernah terbesit sedikit pun dalam otaknya bahwa ia akan memiliki kisah hidup yang serumit ini.

Benjamin mulai berdiri, berpindah untuk duduk di samping Alea. Satu tangannya ia ulurkan ke sandaran bangku agar tengkuk Alea bisa bersandar dengan lembut. "Alea ... terkadang kita tidak bisa mengontrol alur hidup kita akan seperti apa." Benjamin menarik kepala penuh beban milik Alea untuk bersandar di bahunya.

"Saat ini aku milikmu, kau boleh memintaku untuk menggendongmu, menghangatkanmu, menenangkanmu, atau pun yang lain. Saat ini kau tidak sendiri, Alea."

Alea mengangguk kecil. Ia mendongakkan kepalanya dan memberi kecupan singkat di pipi Benjamin. "Terima kasih, Benjie." Alea kini memainkan jarinya, napasnya terasa berat. "Kuharap aku selalu punya 'tempat pulang' yang sepertimu," tambah Alea. Tempat pulang yang ia maksud bukanlah sekadar tempat pulang.

Imaginary Devil (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang