63-penawar Felix

391 27 4
                                    

Felix tersenyum simpul, ia melepaskan sarung tangan karetnya setelah urusannya baru saja selesai. Cukup merepotkan, tapi bagi standar Felix ini merupakan sebuah kemajuan. Setidaknya aksi Felix menghabisi orang lain kini sudah lebih baik.

Memakai sarung tangan, pisau tajam yang bersih, lebih baik daripada dulu saat ia menghabisi Sherly dengan palu dan pisau yang tumpul tanpa kebersihan sekalipun. Alea telah ia sembunyikan di tempat yang aman. Kali ini, Felix tak mau seceroboh dahulu yang mana aksinya diketahui oleh Alea.

Felix hanya ingin Alea tahu, bahwa Felix kini tengah berusaha menjadi lebih baik. Bukan berusaha untuk menjadi baik, tetapi setidaknya lebih baik daripada Felix kemarin.

Ia menggeram serak, "Nikmatilah." Setelahnya Felix melempar sarung tangan itu ke dalam bathub yang tengah dipenuhi cipratan darah. Para pria bajingan kemarin telah Felix urus dengan baik, tidak boleh ada yang mengusik hubungannya dengan Alea kali ini. Alea, haruslah menjadi miliknya, mutlak.

Sementara dua pria lainnya sudah terhabisi lebih dulu, mereka terkapar di pojok kamar mandi. Hanya ada beberapa luka yang terlihat. Namun, kedua pria itu lebih terlihat seperti pingsan daripada meninggal.

Felix melangkah menuju wastafel, mencuci tangannya dengan sabun. Oh, kebetulan sekali sabunnya wangi aroma stroberi, Alea suka itu. Felix harap bau anyir darah ini bisa tergantikan oleh wangi manis dari stroberi.

Ia berkaca sebentar, menata rambutnya dan merapikan setelan jas formalnya, setelah itu kakinya begerak keluar. Ia menengok ke kanan dan kiri untuk melihat kehadiran Alea, tapi tak ada.

"Sial," gumamnya.

Felix melaju, langkahnya yang panjang membuat ia dengan cepat mengitari tempat ini. Hingga ia sampai pada luar gedung, di mana ada dua bangku pantai yang terisi oleh dua insan pula.

"Alea." Felix segera berjalan lebih cepat, pakaiannya dan bentuk tubuhnya sangat membuat Felix yakin itu Alea.

Sampai langkahnya membawa Felix menuju gadis itu. "Sedang apa di sini?" tanya Felix, dan gadis itu benar Alea.

Alea hanya menoleh dengan senyuman lebar sebagai respons, is menunjuk ke samping membuat Felix mengikuti arah jari Alea. "Apa?" tanya Felix lagi, mukanya datar.

"Kau kenal dia?" jawab Alea yang juga dengan pertanyaan. Senyumnya masih belum pudat.

Felix menggeleng.

Pria yang di samping Alea terkekeh melihat gelengan kepala Felix. Lalu ia mulai bersuara. "Sombongnya iblis ini, mana ada orang yang berani menukar takdirnya di depan pintu pengadilan Tuhan? Ya ... mungkin selain dirimu?" cibirnya.

Felix menurunkan alisnya, ia cukup paham dengan yang pria ini sampaikan. Namun, bukankah itu mustahil? Hanya ia dan Benjamin yang tahu semua kejadian di alam putih kemarin. Hanya ia dan Benjamin yang tahu bahwa ialah yang mendorong Benjamin masuk untuk mempertanggungjawabkan amalnya.

Sialan, bagaimana bisa begini?

"Jangan melantur kalau bicara," sahut Felix, masih dengan kerutan di dahi.

Pria itu kembali terkekeh. "Jangan pura-pura tidak paham begitu, kau tidak mungkin lupa dengan ...."

Felix menaikkan satu alisnya, lalu memajukan dagunya sekejap. Seolah meminta kelanjutan dari ucapannya dengan segera.

" ... Benjamin." lanjut pria itu.

Felix sempat mengekspos ekspresi terkejutnya sebentar, setelah itu dia berhasil mengontrol emosinya.

Alea mulai merasakan atmosfer sekitarnya menegang, sepertinya bukan hal baik menyatukan dua pria ini. "Oh, wow ... aku tidak tahu kalian ..., um maaf." Alea paham akan kondisi saat ini, sontak ia mulai berdiri dan sedikit menjauh dari dua pria yang tengah bersitegang itu.

Imaginary Devil (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang