/ Felixo Asheria Andromalius /
*
Felix menggerakkan kepalanya mengikutinya alunan musik yang keluar dari pemutar musik di mobilnya. Sebelumnya, percayalah Felix tidak pernah se-enjoy ini menjalani hidup. Bahkan, waktu untuk mendengar musik saja dia anggap membuang waktu.
Namun, saat bersama Alea kini, dengan musik yang juga rekomendasi dari Alea, Felix seakan mencoba hal baru dalam hidupnya. Sesekali Felix menoleh ke samping untuk melihat gadisnya yang tersenyum riang.
Senang, hati Felix senang melihat Alea yang nampak kembali dengan warna di hidupnya. Walaupun tidak sepenuhnya semua warna kembali, tetapi setidaknya ini sangat melegakan hatinya.
Lima belas menit berlangsung, Alea memindahkan pandangannya ke luar jendela, setelah melihat Felix yang terlihat mulai seperti manusia. Ya, makhluk itu semakin manusiawi. Syukurlah.
Alea mengedipkan matanya dengan tempo santai, sampai keningnya berkerut dan perlahan dia memutar matanya ke arah Felix lagi. "Felix, omong-omong kapan pernikahan kita?" tanya Alea, selama ini benar-benar Alea tidak tahu-menahu untuk pernikahannya dengan Felix sendiri.
Felix seakan menyadari sesuatu, keningnya ikut membuat garis-garis heran. "Oh ya, kapan ya?"
Alea membulatkan matanya, dia menjatuhkan satu pukulan sengit di lengan Felix tanpa ragu. "Kaubilang kau yang mengurusnya! Kukira sudah ada progress!" omel Alea, kini tangannya dia lipat keduanya di depan dada.
Felix terkekeh geli saat mendapatkan pukulan yang tak berasa apa-apa baginya. "Kau 'kan tahu aku pengangguran!" celetuknya untuk meledek Alea lagi.
Alea memasang muka sebal, bibirnya dimajukan beberapa centi dengan alisnya yang menurun. Tatapannya seakan ada percikan api dari sudut matanya. Namun, kembali lagi yang dia tatap Felix, tidak berarti apa-apa kemarahan kecil dari gadisnya ini. "Uh, menggemaskan sekali jika sedang marah!" ledek Felix lagi.
Alea kini membuang wajahnya ke arah lain, tangannya dia tegaskan untuk melipat di depan dadanya kembali. "Kaubilang kau pengangguran banyak uang!"
Felix mengacak puncak kepala Alea dengan gemas, lalu membalas, "Memang banyak uang, tidak akan habis pula!"
Alea memicingkan matanya, sedikit tak suka dengan ucapan Felix. "Sombongnya, nanti uangmu dibawa segerombolan hantu baru tahu rasa!" cibir Alea yang hanya disahuti dengan tertawaan geli dari Felix.
Pandangan mata Alea kembali fokus ke jalanan Jakarta, tidak terlalu ramai hari ini. Bahkan lalu lintas terasa lancar. Baguslah, tidak membuat Alea harus melihat macetnya kota Jakarta, apalagi dengan mobil truk yang terkadang mengganggu citra kota Jakarta sendiri.
Namun, tiba-tiba. "AKH, FELIX! AWAS!" teriaknya, wajahnya panik sambil menepuk nepuk bahu Alea. Sampai mobilnya benar-benar berhenti, Alea bergegas untuk keluar dari mobil. "Kau ini, lihat-lihat dong!" omel Alea pada Felix sebelum ia berlari ke depan mobilnya.
"Uh, kucing malang," gumamnya, Alea langsung berhambur menghampiri kucing yang tadi hampir saja ditabrak Felix. Ya, hanya kucing, tenang saja pemirsa. Bukan kecelakaan kali ini.
Alea mengusap bulu-bulu kucingnya berharap bahwa kucing tersebut bisa merasa aman setelah syok tadi. Felix yang di dalam mobil memijat keningnya dengan sabar. "Kalau pun tadi kita tetap jalan, kucing itu akan aman karena dia ada di tengah-tengah kolong mobil, Alea ... Alea."
Felix akhirnya ikut keluar dari mobil, dia menghela napas berat lalu mendekati Alea. "Sudah, cantik. Tanganmu nanti kotor, ini kucing jalanan, takutnya ia memiliki kutu," ucap Felix.
Alea mencebikkan bibirnya. "Felix, ini menggemaskan, pasti dia cantik juga kalau sudah bersih dimandikan!" seru Alea. Senyumnya tampil disertai matanya yang berkedip berkali-kali.
"Ya, Alea. Sudah, pinggirkan kucingnya kita lanjut jalan lagi, ya?"
Alea berdecak sebal, "Ck!" Tangannya semakin terus-terusan mengelusi bulu kucingnya. "Felix, tidak peka sekali! Aku ingin membawanya pulang dan memeliharanya!" pinta Alea.
Felix membuka matanya sepenuhnya, kaget dengan kemauan Alea. Namun, setelahnya mimik terkejutnya segera dia buang. "Tidak bisa Alea, bagaimana jika kucing itu memiliki penyakit? Nanti akan menular juga ke dirimu! Akan kubelikan saja kucing baru dari petshop, yang sudah terjamin kesehatan dan kebersihannya."
Alea menajamkan matanya, memulai tatapan menusuk pada Felix. "Aku tidak mau! Aku mau dia! Aaaaaa, Felix aku ngidam untuk memelihara kucing ini," rengek Alea dengan puppy eyes nya.
Felix mengambil napas dalam, tentu saja dia takkan mengizinkannya. Lagi pula terlalu bahaya memelihara binatang di saat Alea mengandung. Apalagi binatang tak terurus seperti kucing ini. Tanpa menunggu lama, Felix menggendong paksa Alea dengan ala bridal style, tetapi saat baru mau dimasukkan ke mobil Alea menangis.
"Haaaa, kau sangat jahat padaku Felix! Aku mau kucingnya, aku mau kucingnya! Apakah permintaanku ini sulit? Kau pelit sekali!"
"Aku mau kucingnya, hiks!"
"Lihat kucingnya, menyedihkan sekali kita tinggal!"
"Kalau kita bawa, kau yang menyedihkan nantinya, Alea." Felix menurunkan gadisnya lagi dan langsung saja Alea berlari kembali menghampiri kucing jalanan itu.
"Meremehkan aku sekali, bisa saja kucing ini yang menemaniku saat aku stres! Wlee!" balas Alea dengan diikuti lidahnya yang keluar mengejek Felix.
Felix mencoba mendekatinya kembali, jongkok di sebelah Alea dan memegangi tangan Alea agar mengurangi frekuensi tangannya menyentuh bulu kucing tersebut. "Kau kenapa sangat ingin membawanya pulang untuk kita pelihara, Alea?" tanya Felix, "ke petshop saja, kau nanti bebas memilih. Pasti ada yang lebih cantik daripada ini."
Alea menghela napasnya, kembali ke wajahnya yang cemberut. Ia menoleh ke arah Felix. "Hanya ingin memastikan saja kucing cantik ini akan aman. Terlalu berbahaya berjalan-jalan di jalanan kota Jakarta, Felix. Aku takut setelah ini ada pengendara lainnya yang seperti kau tadi," jelas Alea.
"Alea, ini hanya kucing."
"HANYA KUCING KAU BILANG? KUCING JUGA MAKHLUK HIDUP!" marah Alea. Oke-oke, mari kita pahami Alea. Ia menjadi lebih sensitif dan perasa di masa kandungannya. Apakah semua ibu hamil jadi seperti itu?
"Kalau begitu bawalah, taruh di bagasi belakang mobil. Jangan coba-coba untuk membantah atau memilih memangku kucing itu di pahamu. Tidak boleh, Alea, atau akan sekalian ku lindas kucing ini dengan mobilku!" tegas Felix.
Yang awalnya kagum dan senang hati, kini Alea menjadi datar kembali saat Felix bilang akan melindas kucing menggemaskan ini. Apa pilihan lain? Alea menaruh kucing ini ke bagasi belakang.
*
"Kenapa ke sini, Felix?"
Felix menyunggingkan senyum miring, ia langsung keluar dari mobil dan masuk ke satu tempat yang terkesan instagramable. Alea yang merasa ditinggalkan langsung ikut turun menghampiri Felix.
"Aku tidak bilang akan membawanya pulang, 'kan? Lagi pula tadi kau bilang hanya ingin memastikan kucing itu aman, bukan? Jadi, aku akan menyumbangkan kucing itu ke petshop ini, setidaknya dia aman di sini dan pastinya nanti akan lebih terurus." Felix melanjutkan langkahnya untuk masuk lebih dalam ke tempat itu. Berbincang sebentar dengan pemilik tempat ini, lalu kembali ke mobil untuk mengambil kucingnya.
"Felix! Menyebalkan sekali!" kesal Alea.
"Berterima kasihlah padaku, sayang." Felix mengambil kucingnya setelahnya membuks bagasi mobilnya, kemudian dengan cepat membawanya masuk. "Setidaknya aku tidak jadi melindas kucing ini, Alea," ujar Felix saat dia berjalan melewati Alea.
Sementara saat itu, Alea hanya menghentak-hentakkan sepatunya ke lantai petshop itu. Walaupun benar kata Felix, setidaknya kucing itu aman di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imaginary Devil (END)
RomanceCerita Felix - Alea [15+] ❝ Kau melebihi iblis, Felix. Hentikan ini! Or I'll be g o n e f o r e v e r ❞ ** some chapters are locked, pls follow to unlock ** "Kau adalah batas antara rutinitas dan realitas." "Semua dunia tentangmu, itu milikku!" ...