30. Asing

358 27 4
                                    

Dua hari berlalu, waktunya ujian akhir anak kelas dua belas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua hari berlalu, waktunya ujian akhir anak kelas dua belas. Kini anak kelas dua belas mendadak dituntut rapih, dan disiplin. Supaya mereka bisa melaksanakan ujian dengan tertib.

XII IPA 2

Suasana kelas ini mendadak hening. Padahal tiap harinya selalu bising, banyak sekali orang-orang menciptakan keramaian di kelas ini. Tapi sekarang semuanya diam, mengerjakan soal ujian di kertas itu seperti orang yang serius sekali.

"Sebentar ya, ibu ada telfon. Kalian jangan berisik dan jangan ada yang keluar." ucap guru pengawas itu, lalu dia berjalan keluar kelas.

Dalam sekejap setelah guru itu menghilang dari depan pintu, suasana kelas mendadak jadi ramai. Mereka semua berteriak satu sama lain, ada yang menanyakan jawaban, ada pula yang mengeluh sana sini.

"Sumpah, gaada satupun yang gue ngerti. Lo ngerti nggak Ndu?" tanya Herdi pada Pandu yang duduk di meja sebelahnya. Kini mereka pisah, duduk satu meja satu orang.

"Lo tanya ke gue, mana taulah." kata Pandu sambil menghela.

Sedangkan Angkasa, hanya diam dalam keributan itu. Padahal biasanya jika ada ulangan dia sibuk menyontek juga.

"Raf! Nyontek dong!" Fadli mendekati Rafi, cowok itu cengengesan. Sedangkan Rafi hanya berdecak, lalu membiarkan Fadli menyontek ulangannya. Pandu dan Herdi juga tak mau kalah, mereka ikut bersama-sama mengelilingi meja Rafi. Menyalin jawaban milik Rafi yang hanya bisa pasrah.

"Eh, tumben si Angkasa diem. Dia ada masalah apa gimana?" bisik pelan Fadli.

"Dari tiga hari yang lalu, dia banyak diem. Terus gue ga pernah liat dia jalan bareng Senja lagi, apa ada masalah ya?" sahut Herdi yang berbisik juga.

Rafi mengangguk setuju. "Mungkin, iya. Tapi gue juga gatau masalahnya apa," ujar Rafi.

"Lo tanya gih, Raf." ucap Fadli.

"Ya nanti gue coba cari tahu." kata Rafi.

"HEY!" teriak lantang itu membuat semua murid langsung duduk di bangku mereka masing-masing. Suasana kelas juga kembali hening, mereka sedikit gugup saat ketahuan guru. Bu Endah, guru matematika berkacamata hitam itu menatap seluruh kelas dengan eskpresi marah.

"Baru saja ibu bilang untuk jangan berisik! Seperti anak SD saja, susah diberi tahu. Ini ulangan, bukan acara kerja kelompok. Kerjakan sendiri-sendiri!" omel Bu Endah.

Pandu mengangkat tangannya. Menandakan dia ingin bicara. "Ya, kenapa kamu?" tanya Bu Endah.

"Maaf Bu, tapi di soal ulangan tertulis. Sebagai makhluk sosial, kita butuh orang lain untuk saling membantu kan? Jadi, nggak salah dong Bu kalo kita saling bantu?" tanya Pandu. "Kalo mengerjakan sendiri-sendiri, guna nya ada orang lain untuk apa?"

Herdi mengangguk setuju. "Nah, bener tuh Bu! Selain itu juga, manusia kan diciptakan berpasang-pasangan. Jadi gabisa sendirian, Bu." ujarnya.

Raut wajah Bu Endah semakin terlihat tak enak. "KALIAN YA! ADA SAJA JAWABANNYA! Kalo masih ada lagi yang mau protes, ayo! Akan ibu hukum kalian semua. Jalan jongkok keliling lapangan selama dua jam." ujar Bu Endah dengan marah.

Jangka [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang