Jimin menemui pengacara Kim, yaitu Lee Donghae, di kantor nya.
"Jimin-ie" sambut Donghae.
"Uncle" balas Jimin sambil melirik gadis yang tadi nya berada di ruangan Donghae, tapi begitu ada tamu ia pun pamit.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Pegawai mu cantik juga uncle" puji Jimin tersenyum penuh makna.
"Jangan macam-macam, di putri ku, yang baru selesai kuliah hukum di Inggris" Donghae memperingatkan tamu nya.
"Oops, sorry uncle" kekeh nya.
"Duduklah, ada perlu apa kemari?" Tanya Donghae to the point.
"Aku ingin bertanya tentang surat wasiat uncle Kim" ujar Jimin.
"Iya, dan?" Tanya Donghae
"Apa aku masuk di dalam nya?"
"Tentu, kamu kan keponakan nya, jangan khawatir, Taeyeon tak sekejam itu pada mu yang sudah setia dengan nya selama ini" ujar Donghae, Jimin pun senang mendengar nya, setelah puas mengobrol, ia pun pamit pada Donghae.
"Sorry Jimin-ie, ahli waris kedua Kim Taeyeon bukanlah kamu, tapi cucu nya, meski kami belum bisa menemukan keberadaan mereka" batin Donghae, yaa mereka belum mengetahui jika Kim Taehyung sudah meninggal, dan prediksi Jimin salah, ia mengira Taeyeon akan mewariskan harta nya pada dia jika Taehyung mati, tapi nyata nya tidak.
"Hi" sapa Jimin pada putri Lee Donghae yang sedang sibuk membahas pekerjaan dengan pegawai sang ayah.
"Apa kamu ada waktu makan siang nanti?" Tanya Jimin.
"Tidak, dia akan makan siang denganku" jawab Donghae dari pintu ruang kerja nya.
"Aku sudah memperingatkan mu Jimin-ie" imbuh Donghae, yang memang tidak menyukai Jimin karena gaya nya yang seolah-olah ia lah anak Kim Taeyeon, dan juga serakah.
Di tempat lain.
Rio mengirim pesan pada Jisoo, ia mengkhawirkan keadaan wanita itu setelah kejadian semalam.
To Jisoo: Apa kamu sudah merasa lebih baik?
Froom Jisoo: Oppa jangan khawatir, aku baik-baik saja.
To Jisoo: Apa kita bisa bertemu untuk makan siang bersama?
From Jisoo: Tentu oppa, dimana?
To Jisoo: Di restauran The Eight, aku jemput ya?
From Jisoo: Tidak perlu oppa, aku bisa datang sendiri nanti.
To Jisoo: Baiklah, aku tunggu.
Dan siang nya, Rio sudah menunggu Jisoo di restauran The Eight.
Jisoo nampak berjalan tergesa sambil menggendong Jaehyuk, untuk ia titipkan di tempat penitipan anak, dan setelah nya, ia baru menaiki taksi menuju tempat ia dan Rio janjian untuk bertemu.
"Jisoo-yaa" panggil Rio pada wanita yang baru masuk dan nampak celingukan mencari keberadaan nya itu.
"Oppa" Jisoo tersenyum lebar menghampiri meja Rio.
"Sendiri? Anak kecil semalam kemana?" Tanya Rio karena masih belum tahu jika yang semalam adalah anak-anak Jisoo.
"Jihoon dan Yoshi sekolah, dan Jaehyuk aku titipkan di tempat penitipan anak" jawab Jisoo.
"Anak-anak ku" Rio tersentak dengan jawaban Jisoo, karena ia pikir wanita itu belum menikah.
"Aku memiliki suami, tadi nya" ucap Jisoo santai, seolah ia baik-baik saja.
"Tapi ia meninggal karena kecelakaan enam bulan yang lalu, dan semenjak itu, aku harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan kami bukan? di situlah, di ujung keputusasaan ku, aku bertemu Sunmi, dia menjanjikan ku pekerjaan di tempat hiburan yang ku pikir itu semacam taman atau apa pun yang biasa di kunjungi orang-orang beserta keluarganya, tapi ternyata tebakan ku salah" cerita Jisoo.
Rio memesankan makanan dan minuman untuk Jisoo, dan setelah nya mereka kembali melanjutkan obrolan.
"Anak-anak mengeluh lapar, dan aku tak sempat berpikir dua kali sebelum menerima tawaran dari orang yang tak ku kenal, karena tujuanku hanya tak ingin anak-anak ku tidur dengan perut kosong" Rio mendengar nya dengan serius.
"Tapi tak selama nya aku bisa menutupi pekerjaan ku yang sebenar nya, Jihoon tahu, dan dia sangat marah pada ku, sampai kami bertengkar malam itu, sekarang dia mendiamkan ku, padahal dulu dia sangat perhatian, dewasa, bisa diandalkan saat eomma nya butuh" Jisoo lalu mengusap kasar air mata nya, menangisi nasib juga hubungan nya dengan si sulung, Rio mengambil tisu dan mengulurkan nya pada Jisoo.
"Jihoon adalah putra tertua ku, usia nya baru sepuluh tahun, Yoshi yang kedua, dan yang di gendong Jihoon semalam adalah Jaehyuk, tiga tahun"
Hati Rio ikut sakit mendengar cerita Jisoo, yang di ombang ambingkan oleh keadaan, dimana ia harus kehilangan suami nya, dijual pada mucikari, sampai harus bermusuhan dengan anak nya sendiri karena pekerjaan yang terpaksa ia lakukan.
"Kamu tak menjelaskan nya pada Jihoon?"
"Aku sudah berusaha oppa, tapi dia selalu menghindar setiap kali aku akan mengatakan sesuatu pada nya"
"Dia keras kepala sekarang, aku rindu Jihoon yang dulu oppa, aku rindu mendengar tawa nya kala bermain dan bercanda dengan dongsaeng-dongsaeng nya"
"Ayo kita makan dulu, setelah itu baru pikirkan tentang solusi nya" ajak Rio, karena pesanan mereka sudah datang.
Perubahan sikap Jihoon adalah wujud dari rasa kecewanya pada sang ibu, dan tak bisa untuk meluapkan nya, jadi hanya bisa diam dan bersikap kurang ajar pada pria yang dekat dengan sang eomm karena cemburu, lingkungan berperan besar dalam membentuk kepribadian seorang anak, Lia yang anak tunggal, begitu di manja oleh keluarga hingga ia menjadi gadis yang tetap masih polos dan lugu meski telah berusia tiga belas tahun, sedangkan Jihoon, meski tiga tahun lebih muda dari Lia, tapi ia di tuntut untuk bisa bersikap dewasa oleh keadaan.