BAB 11. SEORANG PENEMBAK

411 162 37
                                    

Yeay akhirnya bisa update :)
Vote komennya dungs supaya aku semangat ^.^

Siap untuk mengisi semua paragraf dengan komentar?

Btw, ada gak ya yang nungguin cerita ini update?😭

ALBIRU











Bella memeluk tas punggung yang dia sampirkan di depan dada. Gadis itu duduk di bangku memanjang yang berada di halte bus seorang diri.

Bella tak tahu di mana dia berada sekarang, Bella sudah mencari keberadaan rumah Albiru sampai langit mengelap namun Bella tak mendapatkan apapun, justru Bella yang sejujurnya buta jalan berakhir tersesat dan tak tahu arah kembali ke SMA Hartahta.

Bella melirik sekilas jam yang melingkar di tangannya, pukul sudah menunjuk jam dua belas malam. Bella menghela napas kasar, dia kedinginan.

Hujan turun secara tiba-tiba tanpa diduga, membuat sebagian tubuhnya basah akibat terguyur hujan sebelum cewek itu memilih mengistirahatkan diri di halte kosong. Bella menyapukan pandangannya ke seluruh area jalan. Sepi, sama sekali tidak ada tanda-tanda kendaraan yang melintas.

Bella mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Dia berniat untuk menelpon namun kenyataanya Bella tak tahu siapa yang akan dia telpon untuk membantunya.

Gojek? Benar sekali, Bella bisa memakai itu untuk kembali ke SMA tapi baru saja dia menyalakan benda pipih itu, tiba-tiba saja ponsel itu mati. "Yah ... yah ... kok mati sih?" Bella berdecak kesal.

Jdarr! Suara petir menyambar, membuat Bella semakin erat memeluk tubuhnya sendiri. Sekujur tubuh Bella bergetar ketakutan. "Akh, petir jangan dekat-dekat, please. Bella takut, tapi kalau di deketin sama Albiru Bella suka kok. Aamiin." Bella berujar latah.

Jdarr! Lagi, suara yang bisa memekakkan telinga itu menyambar. Spontan, membuat Bella menenamkan wajahnya kedalam tas. Sungguh, Bella sangat ketakutan sekarang.

"Makasih ya Tuhan langsung dijawab doanya."

Jdarr!

"Akh, belum mau mati. Jangan kenak sini ya petir, Bella belum siap mati muda. Pokoknya nggak mau mati." Bella meringis kecil saat merasakan suara petir itu seakan-akan mendekat kearahnya.

Bertepatan dengan itu hujan mulai mereda, suara yang menakutkan pun perlahan menghilang membuat Bella langsung mengeluarkan kepalanya dari dalam tas sesaat merasakan suasana disekitarnya sudah mulai aman.

Bella bersyukur berkali-kali, lalu beralih menatap kaki kirinya. Gadis itu meringis kecil ketika memperhatikan kakinya yang jauh dari kata baik-baik saja, mungkin karena Bella terus memaksa kakinya untuk berjalan sehingga membuat kakinya semakin parah.

"Udah makin bengkak, sakit banget hiks. Gimana ya mau kerumah Al tapi kaki Bella kayak gini? Al sekarang gimana keadaanya? Al beneran mati? Bella nggak mau Al mati. Bella belum sempat minta maaf lho hiks. Al, Bella khawatir banget sama Al." Bella bergumam lirih.

Pandangannya menjadi sendu menatap jalanan yang sepi. Sampai saat ini, Bella tak tahu bagaimana kondisi Albiru sehabis kecelakaan. Bella takut terjadi hal buruk pada Albiru.

"Kaki ... masih sanggup jalan kah?" Bella berbicara dengan kakinya lalu mengangguk paham seakan mengerti. "Sanggup ya? oke fiks, Bella cari rumah Al lagi. Kaki harus kuat ya jalannya, kita kuat. Semangat!" Bella mengepal tangan semangat ke udara, menyemangati dirinya sendiri.

Secara perlahan, Bella beranjak bangun dari tempat duduknya usai melampirkan tasnya kebelakang punggung.

Hati-hati, Bella mulai melangkahkan kakinya menjauh dari halte. Bella memperhatikan jalan yang begitu sepi, harap-harap cemas Bella berjalan tertatih melewati sepanjang jalan itu.

ALBIRU | MY HUSBAND IS CLASS PRESIDENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang