07. Semata-mata

1K 223 9
                                    

Disebuah pedesaan, terdengar sangat jelas teriakkan seorang gadis yang tidak rela untuk menjadi seorang pemuas nafsu untuk kolonial Jepang. Langkah kaki Ratna terhenti saat melihat beberapa tentara Jepang yang berada di rumah-rumah warga pribumi dengan menarik-narik lengan para gadis-gadis yang berada di dalam rumah tersebut.

Beberapa dari gadis-gadis pribumi itu terlihat seperti warna merah pada pipi mereka. Ratna tahu. Sangat tahu. Itu semua ulah tentara Jepang yang kasar pada gadis-gadis tersebut. Salah satu dari tentara yang menarik para gadis menatap Ratna yang memandangi mereka dengan lekat-lekat. Tentara tersebut menghampiri Ratna dan langsung menarik lengan Ratna. Gadis itu yang masih belum sadar akan tarikkan dari tentara Jepang hanya bisa mengikuti langkah kaki itu, sampai di dekat mobil yang mereka bawa, Ratna tersadar dan langsung memberontak.

"Diam, jangan memberontak!" Tegas tentara yang menarik lengan Ratna. Tegasan dari tentara Jepang itu membuat Ratna semakin memberontak.

Namun, seberusaha apapun Ratna memberontak pada akhirnya gadis itu pun masuk pada mobil yang dibawa oleh tentara Jepang karena tenaga mereka lebih besar dibandingkan tenaga Ratna.

Di dalam mobil itu ada beberapa gadis seusianya sedang menunduk dengan tubuh yang bergetar antara takut, sedih, putus asa. Ratna memeluk gadis di sampingnya dan membuat semua gadis saling memeluk memikirkan nasib mereka nantinya. Dilubuk hati yang paling dalam, Ratna berharap meskipun harapan itu terlihat sangat mustahil untuk menjadi nyata. Gadis itu berharap,

"Semoga keluarga tuan Nakamura bisa membebaskan ku. Bukan hanya aku saja, tapi yang lain pun dibebaskan juga."

Ia berharap seperti itu meskipun dirinya tahu itu tidak akan terjadi. Mobil pun bergerak membawa gadis-gadis dari desa tersebut menuju entah kemana Ratna sendiri tidak tahu. Suara tangisan semakin mengencang. Diantara mereka, hanya Ratna yang tidak menangis meski dirinya ingin sekali menangis sama seperti yang lain.

"DIAMLAH KALIAN SEMUA! JANGAN MEMBUAT SAYA HARUS MENARIK PELATUK PADA PISTOL DAN MENARUH DI KEPALA KALIAN MASING-MASING!!" Ancam tentara itu.

Para gadis pribumi menurunkan suara tangisan mereka. Suara tawa bahagia dari tentara yang membawa mobil itu menggema. Ratna memejamkan matanya guna mengatur rasa kesal pada rakyat-rakyat dari negeri penjajah itu. Lamanya mobil berjalan dengan harus menaiki bukit lalu kembali turun bukit, mobil tersebut berhenti. Tentara-tentara Jepang turun dari mobil mereka dan langsung menarik gadis-gadis pribumi dengan kasar seperti tadi di pedesaan untuk turun dari mobil. Begitu juga dengan Ratna.

Gadis-gadis pribumi yang sudah turun kemudian digiring oleh tentara untuk masuk ke dalam tempat yang terlihat kumuh dan banyak bercak-bercak darah di sekitar depan tempat itu. Bau darah yang sangat menyeruak di dalam indera penciuman Ratna saat tubuh kecil itu masuk ke dalam.

Di dalam sana, terlihat beberapa jeruji besi dengan beberapa manusia pribumi yang sudah tidak bernyawa. Entah dengan kepala yang sudah terpisah atau tusukan yang ada pada tubuhnya, Ratna yakini itu semua ulah mereka, para penjajah. Para gadis pribumi di masukkan pada salah satu jeruji besi yang di dalamnya ada sebuah tubuh yang sudah kehilangan kepalanya.

Salah satu penjajah menarik tubuh yang tidak berkepala seperti menarik daging hewan. Sangat amat tidak memperlakukan manusia seperti sebagaimananya. Gadis-gadis yang menyudutkan tubuhnya pada ujung dinding guna untuk tidak menjerit.

"Nikmati pemandangan di depan atau di samping kalian, tuan kami akan segera datang." Ucap tentara yang tadi membawa tubuh manusia seperti hewan. "Persiapkan jawaban dari sekarang. Pilihan hanya ada tiga, menjadi pemuas nafsu kami, menjadi pembantu tanpa digaji, atau mati seperti mereka." Lanjutnya lalu pergi diikuti dengan tentara yang lain.

Para tentara Jepang meninggalkan gadis pribumi yang ketakutan dalam jeruji besi dengan kepala yang penuh akan pilihan. Pembantu yang tidak dibayar atau menjadi pemuas nafsu mereka. Hanya itu pilihan mereka. Tidak mungkin pula mereka memilih untuk mati seperti nasib yang sama sama manusia yang sudah berada jauh disana. Kecuali seorang Adiratna Maryanti. Ia akan memilih mati jika keluarga Nakamura tidak bisa menolongnya.

Batavia 1942 [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang