Sudah beberapa minggu Ratna menghindari untuk berkontak mata atau berkomunikasi dengan tuan mudanya itu, Nakamura Kazuhiko. Meskipun ia menghindari itu, tidak dapat dielak bahwa dirinya selalu menyiapkan segala yang dibutuhkan oleh Kazuhiko. Tidak lupa ia selalu menatap dari kejauhan seseorang yang memang benar adanya di dalam hati Ratna.
Hembusan napas pasrah ia keluarkan dari bibirnya memenuhi atap rumah yang terbuat dari daun kelapa. Ratna merangkak pelan kearah balita yang masih tidak berdosa sedang tertidur di siang hari. Terik matahari diluar rumah ini memang sedang panas-panasnya, terlihat dari pelipis balita tersebut mengeluarkan keringat. Ratna tersenyum lalu menghapuskan keringat tersebut dengan kain yang ada disisi balita tersebut.
Khayalan Ratna semakin tinggi saat melihat balita tak berdosa itu yang tenang dalam tidurnya. Khayalan yang tidak akan tercapai sampai kapanpun.
"Bukankah akan lucu jika tuan dan saya memiliki keturunan? Hanya saja, saya tidak pantas untuk pria seperti tuan. Terlebih lagi cinta adalah tipu muslihat yang selalu dipakai pria penjajah untuk membodohi kami, gadis pribumi yang tidak berpendidikan tinggi." Monolognya dengan mengelus pipi balita tersebut.
Suara tentang Jepang yang terus menggelegar di luar sana membuat balita yang sedang tertidur tenang pun menangis. Ratna dengan inisiatifnya langsung membawa balita tersebut ke dalam dekapannya. Seorang wanita dari arah dapur rumah keluar dengan tergesa-gesa hanya untuk melihat anaknya yang sedang tertidur.
Sedikit hembusan napas lega terdengar, wanita itu menyuruh Ratna untuk bersembunyi dimana pun itu. Dengan anggukan, gadis bernama Adiratna Maryanti pun langsung berlari dengan membawa balita tersebut kearah dapur. Ia terlihat kebingungan saat ingin bersembunyi dengan balita yang tidak berdosa di dalam gendongannya. Hingga matanya tertuju pada meja yang sudah sedikit rapuh. Ia bersembunyi di bawah meja tersebut yang posisinya berada diujung ruangan ini.
Balita yang di dalam gendongannya sedari tadi menangis. Ratna menutup kedua telinga balita tersebut dengan bahu dan salah satu telapak tangannya, serta ia pun tidak lupa untuk menenangkan balita tersebut.
"Aku tahu kau takut, maka dari itu tetaplah di dalam dekapanku agar takutmu sedikit teralihkan." Ucapnya pada balita yang entah apakah ucapannya bisa dicerna atupun tidak. Mungkin lebih besarnya tidak.
Beberapa saat, suara tentara Jepang yang sedari menggelegar sudah tidak terdengar lagi. Ratna dengan hati-hati keluar dari bawah meja dan berjalan menuju tempat dimana tadi sang balita yang ada di dalam dekapannya tidur. Namun, entah apa yang Tuhan tulis dalam takdir untuk Ratna. Suara khas pria terdengar dari tempat sang balita tadi tidur. Hembusan pasrah benar-benar Ratna keluarkan, ia pun memilih untuk bersembunyi kembali pada di bawah meja tadi.
Suara berat khas pria itu bukan berasal dari tentara Jepang, melainkan dari seseorang yang sampai saat ini ingin sekali Ratna tidak berjumpa dengan pria itu. Pria dengan takdir yang dituliskan oleh Tuhan dengan baik, indah, suci, dan segalanya. Berbanding balik dengan dirinya sendiri.
"Aku tidak mau menemui dirinya." Adu Ratna pada balita yang kini dari dekapannya menatap wajah Ratna.
Beberapa saat setelah keduanya bosan, entah itu dari Ratna ataupun balita yang kini ia taruh di atas tanah. Suara seorang wanita yang kerap menjadi ibu dari balita dihadapan Ratna memanggil nama dari keduanya. Ratna terlebih dahulu keluar dari bawah meja tersebut lalu menggendong balita
Ia berjalan kearah mendekati wanita yang memakai kemben. Balita yang berada didekapan Ratna, kini beralih menjadi berada didekapan sang ibu. Wajah balita tersebut seperti senang telah mendapatkan dekapan dari seorang wanita yang telah melahirkannya. Adiratna Maryanti tersenyum melihat pemandangan didepannya.
"Panjenengan kedah ngatos-atos." Kata wanita tersebut membuat Ratna menautkan kedua alisnya dengan menatap wajah wanita yang berada dihadapannya dengan serius. (Kamu harus berhati-hati)
KAMU SEDANG MEMBACA
Batavia 1942 [Tamat]
Historical FictionTerlalu banyak negeri yang menginginkan tanah Indonesia menjadi salah satu bagian dari negeri mereka. Hingga negeri seindah Jepang pun menginginkan Indonesia dan salah satu tangan kanan dari seorang Jenderal menemukan sesuatu yang lebih indah dari n...