Ratna kembali melakukan pekerjaannya seperti dahulu di dalam rumah keluarga Nakamura. Sudah beberapa hari dirinya kembali pada rumah itu. Rumah yang pernah dirinya berharap diselamatkan oleh keluarga di dalamnya. Beberapa bulan yang lalu saat dirinya pulang bersama Kazuhiko, seluruh anggota keluarga itu memberikan secerca pertanyaan yang memakai urat. Bersyukur Kazuhiko bisa menjelaskan apa dengan baik membuat Ratna tidak dihukum ataupun sejenisnya.
Beberapa hari ia kembali pada rumah ini, ia merasa bahwa ada yang berubah dari keluarga ini. Tidak semua yang berubah, hanya Hanako dan Kazuhiko yang sifatnya seperti berubah cukup drastis. Seperti saat ini, Hanako meminta Ratna untuk menemani gadis itu berlatih katana dengan teman masa kecilnya.
"Ratna apakah kau pernah mencintai seorang pria?" Tanya Hanako yang tiba-tiba dengan nada bicara yang santai seperti saat dirinya sedang merangkai bunga untuk hadiah hari kelahiran nona mudanya, Seodira Balvita.
Ah, membicarakan nona muda benar-benar membuat gadis pribumi bernama Adiratna Maryanti itu terpukul. Ia merasa dicampakkan oleh seseorang yang mungkin sudah ia anggap seperti saudaranya, meskipun itu Balvita tidak akan mungkin menganggapnya saudara-pikir Ratna. Terkadang saat malam dan hujan turun, Ratna terbangun seolah mengingatkan bahwa Balvita akan menangis hebat pada saat itu. Seolah ia bangun untuk meredakan tangisan sang nona muda. Namun saat ia masuk ke dalam rumah utama, hanya keheningan dengan sesekali ia ketahuan oleh Hanako.
"Ratna, mengapa kau diam saja? Mengapa tidak menjawab pertanyaan saya?"
Suara Hanako membuat Ratna tanpa sengaja menjatuhkan katana milik gadis berdarah Jepang yang dipegang olehnya. Dan inilah yang membuat Ratna beberapa hari terheran. Barang kesayangannya jatuh akibatnya hanya dimenatap nanar tanpa memarahi atau berbica ketus pada Ratna.
"A...aa maaf nona, saa tidak sengaja menjatuhkannya." Ucap Ratna buru-buru mengambil kembali kata tersebut. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam karena takut akan amukkan gadis di depannya ini. Alih-alih memarahi, gadis berklan Nakamura itu menepuk bahu Ratna pelan. "Tidak apa-apa, saya tidak akan memarahi dirimu-jadi bagaimana atas pertanyaan saya tadi?"
"Maaf, pertanyaan yang mana nona?"
Senyuman Hanako semakin memanjang dengan kepala yang menggeleng-geleng, "Apakah kau pernah mencintai seorang pria?" Pertanyaan yang sama namun yang membedakan kali ini adalah didengarkan oleh pihak yang ditanyakan.
"Saya belum pernah jatuh hati pada pria nona." Jawab Ratna dengan apa adanya.
Hanako mengangguk dengan melanjutkan langkahnya kembali diikuti pula oleh Ratna. Tidak ada perbincangan sedikit apapun dalam perjalanan menuju rumah teman masa kecilnya Hanako. Kaki mereka kini menginjak perkarangan rumah yang mereka tuju. Lagi dan lagi, rumah yang direkam oleh kedua bola mata Ratna adalah dimana dirinya bertemu Hanako saat ia diam-diam keluar mengikuti kedua gadis pribumi lainnya. Mengingat kedua gadis pribumi itu membuat Ratna menggelengkan kepalanya karena kembali teringat betapa menyeramkan Balvita dan sekaligus betapa menyedihkan hidupnya ini.
"Menurutmu, Kazuhiko pria seperti apa?"
"Kejam." Sahut Ratna tanpa basa-basi membuat Hanako mengedipkan matanya berulang kali. Ia mengangguk dan terkekeh mendengar jawaban Ratna.
"Ada benarnya. Tapi cobalah cintai dia, maka kau akan tahu bahwa pria itu tidak sekejam apa yang dipikirkan." Kata Hanako.
Pintu rumah yang bernuansa sederhana itu terbuka dan menampilkan sesosok pria yang keluar dari dalam sana. Hanako tersenyum saat pria yang tak lain adalah Jenderal Kobayashi Eiji yang kini sedang menatap dirinya. Ah, bukan hanya Hanako saja yang Jenderal Kobayashi Eiji tatap melainkan gadis disamping Hanako pun ikut masuk ke dalam tatapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batavia 1942 [Tamat]
Historical FictionTerlalu banyak negeri yang menginginkan tanah Indonesia menjadi salah satu bagian dari negeri mereka. Hingga negeri seindah Jepang pun menginginkan Indonesia dan salah satu tangan kanan dari seorang Jenderal menemukan sesuatu yang lebih indah dari n...