Sinar matahari hari pagi belum menampakkan dirinya, namun suara katana yang saling beradu terdengar sangat nyaring dari belakang rumah Nakamura. Hanako yang merasa tidurnya terganggu akan suara katana itu pun bangun dan meraih satu senapan ditangannya. Satu senapan yang akan dipergunakan untuk membantu Hanako. Karena saat ia bangun dari tidurnya, ia baru tersadar bahwa ayah, ibu, dan adik bungsunya sedang melakukan perjalan bisnis. Bahkan perjalanan bisnis itu sudah menghabiskan waktu seminggu dari hari percakapannya dengan Kazuhiko saat itu.
Saat Hanako menaikkan senapan dan siap untuk menarik pelatuknya, namun, ia harus menurunkan senapan tersebut saat melihat katana yang dipegang Kazuhiko berada didekat leher seorang pria dihadapannya. Pria tersebut menjatuhkan katananya, membuat Kazuhiko pun menurunkan pula katana yang ia pegang, dari leher pria tersebut. Kazuhiko berbalik saat mata pria tersebut menatap kearah belakang dirinya. Dan disana Kazuhiko melihat Hanako yang memegang senapan
"Sedang apa kau? Mengapa memegang senapan? Mau berburu?" Serbuan pertanyaan dari Kazuhiko membuat Hanako berdecak sebal.
"Aku kira tadi ada maling. Ternyata kau dan Jenderal Kobayashi Eiji sedang berlatih katana." Jawab Hanako apa adanya.
Pria yang tidak lain adalah Jenderal Kobayashi Eiji terkekeh mendengar jawaban Hanako yang benar-benar terlihat jujur. Dengan menggelengkan kepalanya, ia mengambil katana yang tadi dipakai Kazuhiko dan pria itu berjalan kearah Hanako. Jenderal Kobayashi Eiji menyerahkan katana itu kehadapan Hanako. Merasa tidak ada respon dari Hanako. Jenderal Kobayashi Eiji menurunkan katana itu dari hadapan Hanako. Ia mengangguk dengan tersenyum seperti sedikit kecewa.
"Sepertinya kamu tidak ingin berlatih dengan saya." Ucap Jenderal muda itu. Hanako menatap mata Kobayashi Eiji dan berteriak, "Kazuhiko, tangkap!"
Gadis keturunan klan Nakamura itu melemparkan senapan itu begitu saja kepada sang adik, dan beruntungnya, Kazuhiko sigap untuk menangkap senapan tersebut. Kazuhiko menatap sang kakak yang mengambil katana dari tangan Jenderal Kobayashi Eiji dengan wajah yang seperti biasanya, datar. Tanpa ingin mengganggu dua insan yang sedang bersiap untuk berlatih katana, Kazuhiko melenggang pergi dari sana dengan membawa senapan yang tadi dilemparkan oleh Hanako.
"Siap untuk kalah?" Tanya Nakamura Hanako dengan nada meremehkan sang lawan.
Yang ditanya tersenyum miring, "Kau masih sama seperti kita saat kecil, Hanako."
Jenderal Ito Akeno berlari, begitu juga dengan Nakamura Hanako. Suara katana yang beradu terdengar kembali. Lincahnya Hanako dalam menggunakan katana setara dengan kesigapan Jenderal Kobayashi Eiji dalam menghindari katana yang ingin menyentuh tubuhnya. Mereka memiliki sasaran tersendiri. Jika Jenderal Kobayashi Eiji sasarannya adalah leher. Maka Hanako adalah ulu hati.
"Menyerahlah Kobayashi! Sebelum aku menusuk ulu hatimu!" Teriak Hanako untuk membuat Jenderal Kobayashi Eiji terkecoh.
"Saya tidak akan menyerah sebelum katana ini menyentuh leher mu, Hanako!"
Latihan katana itu sama seperti tadi saat bersama Kazuhiko. Bukan tangan dan katana saja yang bergerak, namun, kaki pun ikut menendang untuk menjauhkan lawan. Meski dalam hal menendang hanya dilakukan oleh Hanako. Katana milik Jenderal Kobayashi Eiji jatuh karena Hanako menendang lengannya. Dan seperti ucapannya, Hanako menyentuh ulu hati Kobayashi Eiji. Sebelum menyentuh ulu hatinya, Hanako membalikkan bagian katana yang tajam dengan gagang katana.
"Sudah aku katakan, bahwa yang akan menang adalah aku. Dan kau?" Ejek Hanako kepada Jenderal Kobayashi Eiji.
"Hahaha kau memang benar, Hanako. Sejak kecil kaulah musuh saya karena susah untuk dikalahkan. Entah itu permainan ataupun latihan. Rahasia apa yang dilakukan oleh tuan Ryuzaki sampai memiliki anak-anak yang hebat dalam menggunakan katana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Batavia 1942 [Tamat]
Ficción históricaTerlalu banyak negeri yang menginginkan tanah Indonesia menjadi salah satu bagian dari negeri mereka. Hingga negeri seindah Jepang pun menginginkan Indonesia dan salah satu tangan kanan dari seorang Jenderal menemukan sesuatu yang lebih indah dari n...