34. Tak Seindah Tanah Yang Dipijak

407 84 0
                                    

Setelah menjelaskan semua alasan yang Kazuhiko berikan kepada Ratna atas kematian Balvita, dengan paksaan Ratna yang meminta untuk Balvita dikubur dengan layak agar tenang hingga pada pangkuan sang Tuhan. Kazuhiko pun menggali tanah cukup dalam dengan pacul yang mungkin ditinggalkan oleh pribumi didekat sungai. Gelap yang menyelimuti mereka sedikit menjadi terlihat saat Ratna mencari obor untuk membantu Kazuhiko membuat luang. Dirasa lubang yang digali telah dalam, ia mengangkat tubuh Balvita yang kaku lalu menaruh tubuh tersebut dengan hati-hati. Pisau yang sebagai alat yang menancap pada bagian ulu hati Balvita pun telah dicabut oleh Ratna.

Ia menutup tubuh Balvita yang tak bernyawa dengan sisa-sisa tanah yang dirinya gali. Saat wajah dan tubuhnya Balvita telah ditutup oleh tanah, semilir angin bertiup dan memberikan bisikkan pada Ratna.

Maaf.

Mungkin itu kata yang ingin Balvita ucapkan kepada Adiratna Maryanti sebelum dirinya benar-benar berada didekapan sang Tuhan. Pakaian Kazuhiko yang kotor akan tanah, membuat Ratna berinisiatif untuk membersihkannya. Akan tetapi saat Ratna ingin membersihkannya, Kazuhiko mencegah pergerakan tangan Ratna. Ia memeluk tubuh Ratna dengan erat meskipun gadis itu memegang sebuah obor.

Perasaan Ratna seperti tidak menentu. Ia ingin marah kepada Kazuhiko, namun pria yang memeluknya saat ini telah membela dirinya dihadapan seseorang yang menghina harga dirinya. Ia tahu bahwa membunuh adalah hal yang tidak seharusnya dilakukan untuk semua masalah. Namun jika kembali dilihat dengan mata kepala sendiri, kematian Balvita adalah keinginannya untuk melindungi sang ayah. Dan, bukannya Ratna ingin membela tapi jika dirinya berada diposisi seperti Kazuhiko dimana keluarganya dibuat teka-teki oleh seseorang atas masalalu yang belum dimaafkan–mungkin ia akan melakukan hal yang sama. Karena tidak ada obat untuk menghilangkan rasa sakit hati pada diri seseorang.

Kazuhiko melepaskan pelukan tersebut lalu menggenggam tangan Ratna yang dingin. Rasa dingin itu telah berganti menjadi hangat atas genggamannya. Pria gondrong itu tersenyum lebih dahulu lalu menarik pelan Ratna untuk mengajaknya pulang.

"Bulan di atas sana bukankah indah?" Tanya Kazuhiko yang ingin membuka percakapan dengan Ratna disela-sela mereka sedang mencari jalan untuk pulang. Gadis pribumi itu hanya mengangguk membuat Kazuhiko tersenyum tipis. Entahlah berada disisi Ratna selalu saja membuatnya tersenyum meskipun senyuman itu terlihat tipis dan pastinya ia tidak terpaksa untuk tersenyum. "Namun indahnya akan kalah pada negeri kelahiran dirimu."

"Tentu saja negeri saya indah tuan, jika bukan karena keindahannya mana mungkin para penjajah seperti kalian datang kemari dan ingin Indonesia menjadi salah satu bagian negeri mereka? Keindahan yang dimiliki Indonesia menghasilkan sesuatu yang kalian incar, salah satunya rempah-rempah." Sahut Ratna.

Raut wajah Ratna terlihat senang ketika membicarakan negerinya meskipun disatu sisi ia sedang memberitahu betapa kejamnya negeri-negeri luar yang menjajah negerinya hanya ingin menghasilkan sesuatu yang sangat mahal. Ratna melupakan kejadian dimana Balvita memilih untuk berpeluk kepada sang Tuhan. Setidaknya Kazuhiko bersyukur dalam hati karena gadisnya tidak marah meskipun ia tahu bahwa dalam hati gadis itu berbeda.

"Ya, rempah-rempah dari negeri kalian bahkan lebih mahal dibandingkan yang lain. Apa mungkin karena tanah Indonesia sangat subur?" Kazuhiko tersenyum melihat anggukan kepala Ratna,

"Tentu saja. Terbukti kalian memakan beras yang dirubah menjadi nasi, sedangkan kami hanya makan ubi yang direbus." Katanya.

Jeda itu kembali terasa saat Ratna tanpa beban berkata seperti itu membuat pria yang menggenggam tangannya melunturkan senyuman. Matanya kini menatap sedih gadis di sampingnya. Tatapan itu seolah melihat betapa menyedihkan kehidupan gadisnya di atas tanah yang indah namun pemikiran yang bisa dibilang rusak. Pembelaan mati-matian dilakukan oleh rakyatnya namun para manusia yang memiliki kehidupan mewah seolah mengabaikan pembelaan tersebut.

Batavia 1942 [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang