"Kau tidak perlu menjelaskan apapun tentang dirimu dan kehidupanmu, Ratna. Saya mengerti dimana posisi dirimu dan siapa sebenarnya dirimu setelah mendengar ucapan yang mungkin sudah lama kau pendam." Hembusan napas pasrah itu keluar dari Kazuhiko saat melihat Ratna yang gelisah seolah ingin memberitahu sebenarnya, "Untuk apa menyembunyikan kebenaran bahwa kau adalah seorang anak terpandang?"
"Kebenaran bahwa saya adalah anak yang terpandang karena terlahir dari seorang gundik?" Pekik Ratna dengan terkekeh menyedihkan.
Jika ia bisa berbicara pada Tuhan seperti apa takdirnya. Dirinya akan memilih menjadi anak dengan keluarga biasa namun bukan terlahir dari rahim seorang gundik ataupun simpanan pria yang telah menikah. Akan tetapi, jika Tuhan memang menulis Ratna adalah anak seorang dari pria terpandang, maka ia ingin sekali meminta setidaknya terlahir dari rahim biyungnya yang sudah menjadi istri sah romo atau setidaknya selir, bukan dari gundik lalu menjadi selir seperti ini.
Saat dirinya kecil, Ratna selalu merasa iri kepada Bhanu dan biyung Bhanu karena diperlukan dengan baik oleh romo. Namun semakin dirinya bertambah usia, rasa iri itu hilang digantikan rasa malu dan tanggungjawab untuk menanggung dosa yang telah diperbuat oleh kedua orangtuanya.
"Kakakmu hanya memberikan waktu sebentar untuk kau berpamitan pada orang-orang yang ada di kota Batavia ini. Lantas selebihnya, beliau akan membawamu pulang kepada tempat yang seharusnya ada kau di dalamnya." Kazuhiko tersenyum miris membayangkan betapa sunyi kehidupan ke depannya jika Ratna kembali pada tempat asalnya.
Bhanu Sadina Bratadikara bukanlah pria yang akan melepaskan adik tersayangnya begitu saja pada pria yang sudah ia lihat bagaimana rasa tulus mencintai Ratna. Pria itu harus membawa pulang Ratna sesuai permintaan romo dan biyung Ratna sendiri, sosok pria yang selalu bertanggungjawab atas permintaan orang-orang sekitarnya hingga melupakan dirinya. Malam telah datang namun Kazuhiko dan Ratna enggan pulang. Keduanya memilih untuk bermalam digubuk sederhana yang berada tidak jauh dari padepokan tari. Keduanya duduk di atas balai terbuat dari bambu, tangan Kazuhiko terasa hangat saat Ratna memegang tangannya.
Ada kebahagiaan yang menyelimuti Kazuhiko hingga dirinya tersenyum saat melihat cincin yang ia berikan masih tersemat pada jari manis Ratna. Ia mengusap jari manis Ratna membuat sang gadis yang sedari tadi memikirkan caranya untuk berlari dari masalah ini, ikut menatap jarinya yang dihiasi oleh cincin sederhana pemberian Kazuhiko, pujaan hatinya.
"Saya tidak peduli lagi dengan tanggapan orang-orang, tuan. Mari menikah dan bawa saya jauh dari sini." Kata Ratna membuat Kazuhiko terkekeh. Ia menyentil pelan kening Ratna, membuat gadisnya meringis pelan karena terkejut. "Tentu saja aku akan menikahi dirimu, Ratna. Namun bukan untuk berlari dari masalah. Saya masih menginginkan kehidupan indah seperti ibu dan ayah." Jawab Kazuhiko.
"Lagipula saya bukan pria pecundang yang membawa pergi seorang gadis untuk menikah tanpa meminta restu terlebih dahulu. Jika memang kau ingin berlari dalam masalah dengan menikah, maka biarkan saya sendiri yang meminta izin kepada ayahmu. Entah akan dimana kita tinggal, di Indonesia atau di Jepang, namun setidaknya pernikahan itu sah dimata negara dan direstui oleh ayahmu." Lanjut Kazuhiko membuat Ratna bungkam.
Tutur katanya membuat Ratna terharu, hingga tak kuat untuk menahan genangan air dipelupuk mata. Kedua tangan Ratna terulur untuk menangkup wajah Kazuhiko, membuat pria itu tertawa pelan. Ratna jika menangis, wajahnya terlihat sangat lucu. Bayangan-bayangan terlintas di dalam benak Kazuhiko betapa bahagia nanti jika sang Pencipta menakdirkan kedua manusia ini terikat dalam hubungan yang indah dan memiliki anak yang tampan serta cantik seperti kedua orangtuanya.
"Saya ingin seperti ayah yang menikahi gadis pujaan hatinya. Dan pujaan hati saya adalah kamu, Bendara Ajeng Adiratna Maryanti." Ucapnya tulus dengan mencium punggung tangan Ratna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batavia 1942 [Tamat]
Historical FictionTerlalu banyak negeri yang menginginkan tanah Indonesia menjadi salah satu bagian dari negeri mereka. Hingga negeri seindah Jepang pun menginginkan Indonesia dan salah satu tangan kanan dari seorang Jenderal menemukan sesuatu yang lebih indah dari n...