Dua pria tampan berada di dalam satu ruangan yang sama dengan membaca kertas-kertas yang ada di dalam ruangan kerja salah satu dari pria tersebut. Ruangan itu bersih tanpa adanya asap yang menggumpal di atas langit-langit ruangan. Hanya ada aroma kopi yang dibuat oleh pemilik rumah untuk menemani mereka membaca lembaran kertas-kertas.
"Ada kertas laporan tentang keadaan perekonomian di daerah Vorstenlande Surakarta setelah satu tahun kita menjajah?" Tanya Jenderal Kobayashi Eiji yang sibuk mencari kertas laporan tersebut. (Gunsei Shiryō:98)
Kazuhiko yang ditanya pun langsung mencari apa yang diminta oleh temannya itu. Beberapa kali ia membulak-balikkan kertas demi mencari kertas tersebut sampai suara Jenderal Kobayashi Eiji terdengar lagi.
"Data ekonomi baru di daerah Vorstenlande Surakarta pada 1942 meliputi keadaan umum, keadaan produksi pertanian dan keadaan pemakaian penggantian, keadaan distribusi bahan-bahan, keadaan bahan-bahan dan pengawasnya, keadaan keuangan industri, dan-arghhhhhh! Pusing." Pasrah sang Jenderal muda membuka Kazuhiko berdecih meremehkan temannya itu. (Gunsei Shiryō:98)
Ia meminum kopi yang telah dibuatkan oleh Jenderal Kobayashi Eiji beberapa menit yang lalu. Lidahnya mengecap-ngecap rasa kopi buatan Kobayashi Eiji yang rasa kopinya tidak seenak kopi buatan gadisnya.
"Kopi buatan mu tidak enak." Kritik Kazuhiko lanjut membaca kertas-kertas yang ada di tangannya. "Lebih enak buatan gadis saya."
Kertas yang dipegang oleh Jenderal Kobayashi Eiji dihentakkan pada meja kerjanya membuat Kazuhiko menatapnya dengan pandangan datar seperti biasa. Wajah Jenderal muda itu terlihat kusam, seperti tidak tertidur beberapa hari.
"Anda datang pagi-pagi buta kerumah saya entah apa maksudnya, lalu saya membuatkan diri anda sebuah kopi untuk formalitas kesopanan dan anda mengkritik kopi buatan saya serta membandingkan dengan gadis anda itu. Tujuan utama anda apa tuan Nakamura Kazuhiko? Apakah anda ingin memata-matai saya dan melaporkan pada atasan sialanmu itu?"
Meskipun kesal karena kritik Kazuhiko, pria itu masih tetap memberikan rasa hormat untuk seorang tamu. Terlebih lagi tamu itu adalah teman yang mungkin akan menjadi adiknya nanti?
"Hey! Saya sudah tidak lagi menjadi tangan kanannya ya, lagi pula saya hanya ingin bertamu dirumah pria yang telah merebut hati kakak perempuan saya." Ucap Kazuhiko dengan meminum kembali kopi buatan pemilik rumah.
Pria yang tidak berambut gondrong itu dengan tanpa sengaja menggebrak meja dan melebarkan matanya. Suara kekehan dari Kazuhiko yang berada di meja seberang itu membuat dengusan kasar keluar dari diri Jenderal Kobayashi Eiji. Kazuhiko baru tahu beberapa hari yang lalu saat tanpa sengaja mendengar Hanako yang sedang bercerita pada gadisnya betapa gadis berdarah Jepang itu mencintai seorang temannya.
"Ternyata banyak rahasia yang disimpan rapat-rapat oleh pria tua bau tanah itu." Kazuhiko mengeluarkan kertas yang dilipat sangat rapi dari saku jas yang dipakainya. Ia melemparkan kertas tersebut kepada Jenderal Kobayashi Eiji yang menatapnya dengan tatapan bingung. Hembusan napas seperti lelah tiba-tiba saja keluar dari bibir Kazuhiko, "Saya tidak tahu bahwa ayah memang sudah lama tidak lagi berada di bawah tekanan pria itu. Harusnya, ketika ayah terlihat menjadi seorang pengusaha, saya tidak perlu menjadi seorang kepercayaan dari orang yang telah membuat kekacauan untuk keluarga saya."
"Lalu ketika kau tahu, kau ingin bagaimana?"
"Tentu saja balas dendam. Kematian harus pula dibalas dengan kematian. Jika saya memaafkan seperti kedua orang tua saya, maka saya sama bodohnya dengan pribumi negeri ini." Pria berambut gondrong itu tersenyum miring dengan tangan yang membawa cangkir kopi kepada bibirnya. "Saya bukan manusia lemah yang harus tunduk di bawah manusia yang telah menghancurkan segalanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Batavia 1942 [Tamat]
Historical FictionTerlalu banyak negeri yang menginginkan tanah Indonesia menjadi salah satu bagian dari negeri mereka. Hingga negeri seindah Jepang pun menginginkan Indonesia dan salah satu tangan kanan dari seorang Jenderal menemukan sesuatu yang lebih indah dari n...