(16) •Dormir à paris•

106 106 20
                                    

Peringatan dini akan adanya badai besar dan sangat dahsyat sudah tersiar luas di media internet dan sudah ada diberitakan di berbagai saluran televisi di seluruh kota Paris.

Seluruh warga sudah berbondong-bondong memadati berbagai supermarket dan toko terdekat untuk memborong segala keperluan dan perlengkapan untuk bertahan hidup selama badai berlangsung dan bisa saja badai dahsyat itu membuat mereka tak bisa keluar rumah selama berhari-hari hingga menunggu sampai badai itu reda baru mereka bisa beraktivitas kembali.

Tak ketinggalan Widya dan Naura mereka berdua ikut mengantri sangat panjang di supermarket terdekat demi membeli segala kebutuhan terutama makanan siap saji dan kalengan.

Tak lupa juga mereka men-stok banyak air mineral untuk berjaga-jaga, seandainya setelah badai itu berhenti, tetapi mereka masih belum juga bisa keluar dari apartemennya.

Hari selasa itu badai telah diramalkan benar-benar akan datang.

Badai dahsyat dengan kecepatan angin 120km/jam itu menerjang seluruh kota di Paris tanpa ampun.

Widya dan Naura sudah mengunci seluruh jendela Rapat-rapat, tetapi suara angin kencang yang menghantam jendela terdengat sangat amat menakutkan.

Sepanjang hari ini sampai malam badai terus menerjang tanpa ada hentinya hingga kemudian listrik secara tiba-tiba mati.

"Naura, nyalakan sentermu," ucap Widya sambil segera menyalahkan senter yang sedari tadi ia pegang.

Naura saking paniknya sampai histeris dan lupa kalau ia juga memegang senter.

Listrik mati seperti ini memang sudah mereka perkirakan.

Karena itu mereka sudah mempersiapkan diri dengan senter.

"Tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali tidur dan berharap besok sudah berhenti Nau," kata Widya.

"Gue enggak bakalan bisa tidur, Wid! Serem gelap, begini" sahut Naura.

Namun nyatanya lima belas menit kemudian Naura lah yang tertidur duluan, justru Widya yang tidak bisa tertidur bukan karena ia merasa takut dalam kegelapan seperti ini. Ia tadi sudah memeriksa seluruh pintu yang telah ia kunci rapat begitu pun jendela dan ia yakin tak ada yang bisa menerobosnya masuk ke dalam kamar apartemennya.

Widya tak bisa tidur karena teringat pada orang-orang yang menghuni gedung tua yang akan dihancurkan oleh pemerintah.

Widya teringat dengan Aura Pantskin dan neneknya. Bagaimana nasib mereka? Apakah bangunan tua itu sanggup melawan ganasnya badai yang menerjang Prancis ini? Bagaimana keadaan mereka di sana dalam keadaan tanpa listrik seperti ini? Apakah persediaan makanan mereka cukup? Memikirkan semua itu membuat Widya tak bisa tidur. Ia baru mulai terlelap tidur sesudah ia melaksanakan salat subuh dan berdoa.

"Wid, bangun!" teriak sebuah suara membangunkan Widya.

Widya membuka kedua matanya perlahan. Di lihatnya Naura sudah berdiri di samping tempat tidurnya.

"Udah jam sembilan dan listrik masih belum nyala juga. Sinyal di handphonenya juga terputus serta internet juga enggak ada koneksi. Kita benar-benar terputus dari dunia luar, Wid," lanjut Naura lagi.

"Yaudah berarti kita bakal di kamar seharian," kata Widya.

"Ah enak aja lu, ngebosenin banget deh kalau suasana nya kaya gini!" sahut Naura sambil menggerutu.

"Kita musti harus bersyukur dengan keadaan kita yang masih Baik-baik saja meski badai menguncang dengan hebat di luar, Nau," ucap Widya.

Widya bangkit dari tempat tidurnya menuju jendela.

Ia membuka gordyn. Angin kencang sudah berhenti bertiup, tapi ia tetap tak berani membuka jendela. Ia hanya melihat suasana di sekitar gedung apartemennya dari balik kaca jendela.

Ia menyaksikan jalanan yang tergenang air dan sampah-sampah yang hasil dari terbawa angin badai tampak berceceran di ruas jalan.

Rasanya hari ini masih memang tak ada kemungkinan untuk keluar dari gedung apartemennya. Sepanjang hari itu ia dan Naura hanya berdiam diri di dalam kamar.

Tak ada pilihan lain bagi Naura dan Widya selain menunggu sampai listrik kembali menyala dan sinyal ponsel kembali muncul.

Hari Kamis esok harinya, barulah listrik di gedung apartemen mereka kembali menyala dan sinyal ponsel mulai ada kembali.

Segera saja berturut-turut whatsapp masuk ke ponsel Widya dan Naura dari keluarga mereka di Indonesia yang panik dan mengkhawatirkan keadaan Naura dan Widya di Prancis. Baru sekarang Widya dan Naura bisa mengabarkan pada keluarga masing-masing bahwa keadaan mereka Baik-baik saja.

Dari berita di televisi, Widya dan Naura baru tahu bahwa keadaan di Paris tepatnya di kota Aubervilliers yang sudah porak poranda akibat terjangan badai dahsyat itu.

Widya dan Naura terlihat sangat ngeri melihat berita di televisi yang menunjukan sejumlah mobil mengapung di jalan dan jalur kereta bawah tanah yang biasanya ramai dipenuhi orang dan kini sebagian besar kosong.

Sistem transit kota mengalami kerusakan yang amat parah dan selama beberapa hari pemerintah negara Prancis sangat dibuat sibuk untuk membenahi segala kerusakan yang melanda seluruh kota di Prancis serta harus membersihkan sampah-sampah

Keadaan negara ini segera harus pulih karena beberapa minggu lagi akan diadakan pemilu presiden Prancis.

Setelah keadaan menjadi sedikit lebih baik yang dilakukan Widya pertama kali adalah menghubungi Adam untuk menanyakan kabar penghuni gedung tua yang akan dirobohkan oleh pemerintah.

"Semua baik-baik saja Widya. Kau tak usah mengkhawatirkan mereka. Untunglah dua hari sebelum badai itu datang seluruh penghuni gedung telah di paksa pindah oleh petugas. Sekarang mereka baru berterima kasih karena jika mereka kemarin tidak pindah, mereka pasti celaka. Gedung tua itu sebagian hancur diterjang badai dan angin kencang," kata Adam.

Widya merasa lega mendengar kabar dari Adam. Selanjutnya Widya teringat pada Smith.

Widya baru saja memikirkan Smith, Tiba-tiba saja ia sudah mendapat telepon dari Smith.

"Widya bagaimana kabar mu?" tanya Smith melalui ponselnya.

"Aku Baik-baik saja Smith. Dan bagaimana juga kabarmu?" jawab Widya kemudian berbalik bertanya.

"Aku baik-baik juga di sini," jawab Smith

Mereka tak bicara banyak. Masing-masing kemudian sibuk dengan berbagai hal.

Semua mahasiswa disibukkan dengan kuliah tambahan yang harus mereka jalani akibat empat hari kegiatan kuliah terhambat akibat badai itu. Apalagi tanggal 10 November warga negara kota Prancis sibuk mengikuti pemilu presiden. Walau negara ini masih belum benar-benar pulih tetapi seluruh rakyat Prancis harus tetap semangat memberikan hak suara pilihannya itu di pemilu.


---0000---

jangan lupa vote dan komennya 949 kata~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

jangan lupa vote dan komennya
949 kata~

乂❤‿❤乂

WIDYA YOU WILL BE MINE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang