(11) •Salutations de ramadan-1•

173 158 49
                                    

Untuk ke tiga kalinya Widya merasakan ramadhan di kota Paris.

"Ramadhan happy" ucapan itu hanya ada di masjid di kota Aubervilliers.

Tapi tidak ada stasiun televisi yang merayakan bulan puasa bagi umat Islam ini dengan gegap gempita, tidak seperti di Indonesia.

Widya teringat suasana ramadhan di Jakarta dulu. Karena ia tinggal di komplek perumahan mewah.

Ia memang tak merasakan serunya ramadhan. Namun, Widya merasakan semaraknya suasana ramadhan saat suara membangunkan sahur terdengar kencang sekali dari speaker masjid.

Widya di masa lalu bukanlah Widya yang rajin puasa, Salat Tarawih pun ia tak pernah kecuali jika ada teman yang mengundang buka puasa bersama dan tarawih bersama.

Itu ia lakukan hanya untuk memberi kesan ia juga cukup rajin ibadah.

Ibadah yang ia jalankan setengah-setengah selama ia hidup di Jakarta itu.

Semakin lenyap tak terbekas saat masa-masa awal ia kuliah dan tinggal di kota Paris.

Satu tahun ia tinggal di sini ia bahkan tidak pernah salat dan berpuasa selama ramadhan.

Kala itu Widya beralasan hanya bergaya hidup di kota Paris membuatnya tak punya waktu untuk salat, dan lamanya waktu puasa di kota ini terkadang membuatnya tak sanggup ikut berpuasa Ramadhan.

Namun, sejak kenal dengan Cahya. Widya mulai berubah ia mulai menikmati ibadah shalat kini setelah setahun ia rutin salat lima waktu, bahkan tak bisa meninggalkan salah satu waktupun.

Sesulit apapun dan sesibuk apapun kegiatannya di kampus, Widya selalu menyempatkan diri menjalankan ibadah salat lima waktu. Dan menyambut ramadhan kali ini.

Widya sudah melakukan berbagai persiapan. Ia bahkan sudah latihan puasa sunnah senin Kamis selama dua bulan ini.

Penting baginya untuk membiasakan berpuasa kurang lebih lima belas jam lebih dua puluh delapan menit lamanya di kota Paris.

Bukan hal mudah berpuasa di kota ini. Widya baru menyadari sekarang suasana ramadhan di Jakarta dulu begitu indah karena banyak orang yang berpuasa dan suasana ramadhan yang Islami sangat terasa.

Tak kalah penting Widya harus mempersiapkan jadwal waktu salat dan jadwal waktu imsak.

Walau kini kabarnya di Paris sudah kurang lebih seratus masjid tetapi di sini ia tak pernah mendengar suara adzan dari menara-menara masjid.

Widya, Adam, dan Cahya secara rutin mengikuti pengajian di masjid.

Beberapa minggu lalu saat mengikuti salah satu pengajian di masjid ini. Widya berkenalan dengan Riski Ramdani teman baru Adam. Ia mahasiswa dari Indonesia yang kuliah di universitas di Paris.

Riski kemudian memberitahu Widya tentang keberadaan masjid dan sejarah masjid ini.

Sore sepulang kuliah Widya mampir ke supermarket untuk membeli segala kebutuhan saat sahur untuk nanti malam.

Ia memilih memakan makanan instan yang serba praktis agar nanti malam hanya perlu dipanaskan saja.

Ia menyambut ramadhan dan pengalaman pertama puasa ramadhan di Paris. Saat ia di Jakarta dulu ia tak pernah menyambut ramadhan sesenang ini.

Sesampai nya di kamar apartemennya ia segera mandi. Malam ini ia memutuskan salat Tarawih di rumah saja.

Selesai Widya salat tarawih sendiri sebelas rakaat di samping kasur tempat tidurnya.

Terlihat Naura baru pulang entah dari mana. Widya segera merapihkan sajadahnya kembali. Naura pun langsung merebahkan tubuhnya di kasur.

Widya menghela napas melihat Naura yang masih saja belum berubah.

WIDYA YOU WILL BE MINE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang