PART 21 : AKSARA DAN AFROZA

770 96 7
                                    

PART 21 : AKSARA DAN AFROZA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PART 21 : AKSARA DAN AFROZA

"Eumm ... Pak Abi," cicit perempuan berseragam batik dan berambut sebahu yang berdiri di sebelah pria berkacamata yang berdiri dengan kedua tangan yang tenggelam di saku celana.

"Makanannya tadi sudah dimakan kan?" tanya Bu Maya pelan.

Guru muda yang masih setia menjomlo itu tadi pagi membuatkan nasi goreng khusus untuk guru muda yang berstatus duda dan sering jadi perbincangan guru perempuan lainnya. Bu Maya sudah kepincut pada duda tampan itu sejak pertama kali ia dipindahkan ke SMA HILTON.

Sikap ramah Abiyasa dan kewibawaan yang terpancar dari wajah tampannya lah yang membuat Bu Maya kelepek-kelepek. Banyak pula guru yang mencomblangkan keduanya karena sama-sama tidak mempunyai pasangan.

Seolah mendapat banyak dukungan dari sekitarnya Bu Maya pun makin bersemangat untuk meluluhkan hati duda muda yang tampan nan berwibawa itu. Tidak peduli bila ia harus saingan dengan muridnya sendiri yang jumlahnya tidak sedikit.

Setelah beberapa hari Abiyasa mengajar di HILTON. Puluhan siswi yang tidak bisa menolak pesona duda tampan itu pun membuat sebuah grup yang berisi perkumpulan fans Abiyasa yang dinamai Abilovers. Mereka mendeklerasikan diri menjadi pengagum garis keras yang tidak akan mundur sebelum janur kuning melengkung.

"Eumm ... gimana, Pak? Enak nggak?" Bu Maya merunduk malu sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

"Kalau enak besok saya bawakan lagi."

"Bapak mau saya bawakan apa? Emm ... sandwich, roti bakar, pisang coklat ...," tawar Bu Maya menyebutkan berbagai macam makanan yang sekiranya bisa dijadikan sarapan.

Cerocosan Bu Maya sama sekali tak ditanggapi oleh Abiyasa. Laki-laki itu pun juga tak mendengarkan ocehannya sejak awal tadi. Abiyasa fokus memerhatikan seorang cowok yang duduk di depan laboratorium bersama kedua temannya, Aksara.

Di depan sana laki-laki itu tengah duduk sembari memakai kaos kaki. Sehingga menampakkan kaki palsunya yang selama ini selalu tertutup celana panjang.

Karena tak kunjung mendapati respon dari sang doi, Bu Maya pun mengikuti kemana arah pandang guru duda itu. Ia menatap bergantian antara Aksara dan Abiyasa yang kini menatap murid itu sendu.

"Aksara memang berbeda dari anak-anak yang lain, Pak," beritahu Bu Maya mengira Abiyasa baru mengetahui akan hal ini dan merasa prihatin pada keadaan Aksara.

"Dia ... hanya punya satu kaki. Tapi, itu tidak membuat dia patah semangat. Dia bahkan bisa menjadi ketua OSIS tahun ini."

Abiyasa membuang pandangannya ke arah lain bersamaan dengan helaan napas berat yang keluar dari mulutnya.

"Dia pasti melewati hari yang berat selama ini," balasnya kemudian.

"Iya, Pak. Yang saya dengar dari anak-anak, Aksara itu tidak pernah dianggap adik oleh Arka, kakaknya. Katanya dia malu punya adik cacat seperti Aksara."

AKSARA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang