PART 41 : MALAM PENTAS SENI

884 90 9
                                    

Semua yang diusahakan akan membuahkan hasil. Entah, itu sesuai atau tidak sesuai ekspektasi.

Semenjak pulang dari rumah sakit Aksara menjadi lebih pendiam. Cowok itu masih tinggal di rumah Haidar. Sedangkan Laskar sudah tidak tinggal di sana lagi, adiknya itu lebih memilih tinggal sendiri di apartemen.

Abiyasa dan Zelin sudah  membujuk Aksara agar mau tinggal dengan salah satu di antara mereka. Akan tetapi, cowok itu menolak. Aksara masih membutuhkan waktu untuk menerima semuanya.

Derap langkah seseorang yang memasuki kamarnya membuat Aksara yang baru saja memejamkan mata dan menutup wajahnya dengan lengan, bangun. Cowok itu menegakkan tubuhnya melihat Arka memasuki kamarnya dengan nampan di tangan.

"Makan dulu, Sa! Dari siang lo belum makan." Arka meletakkan nampan berisi sepiring nasi goreng dan susu hangat rasa cokelat itu di depan Aksara.

Aksara tidak langsung mengambil makanan itu, dia menelisik wajah Arka yang kini tengah merunduk, menyiapkan peralatan makan untuknya.

Mata yang sembab, bibir pucat dan kering, lingkar hitam seperti mata panda juga hidung yang memerah. Jelas sekali kalau Arka menghabiskan waktunya tadi untuk menangis. 

Ya, siapa yang tidak sedih jika kedua orangtuanya masuk penjara dan meninggalkan dirinya seorang.

Setelah mengetahui fakta tentang Haidar dan Nilam yang menyembunyikan dan menyiksa cucu mereka selama ini, orang tua Zelin melaporkan keduanya ke polisi. Abiyasa pun melakukan hal yang sama, dia melaporkan orang tua kandungnya sendiri ke polisi atas pengambilan hak dan aset milik Asyraf. Hal itu jelas sudah Abiyasa rundingkan dengan Laskar dan Arka. Laskar nampak tak peduli, dia sudah tidak peduli dengan Haidar dan Nilam. Ia hanya ingin hidup sendiri. Sedangkan, Arka meski dengan berat hati ia harus merelakan kedua orangtuanya mendekam di penjara untuk menebus semua perbuatan mereka di masa lalu.

"Udah buruan makan keburu dingin," suruh Arka. "Tadi gue sendiri yang bikin ini."

"Gue mau ke kamar dulu kalau udah abis taruh aja di meja, besok pagi biar gue yang ambil," ujar Arka kemudian berlalu meninggalkan kamar Aksara.

***

Dengan tangan-tangan ajaib anak-anak angkatan kelas sebelas, lapangan upacara SMA HILTON diubah menjadi panggung pentas seni yang megah dan indah. Aksara bersama teman seangkatannya bekerja sangat extra untuk menyiapkan semua ini. Selama beberapa hari mendekati hari H mereka bahkan sampai menginap di sekolahan untuk menyiapkan semuanya. Dan malam ini harus menjadi malam puncak perayaan kelulusan kelas dua belas dengan pementasan yang mengesankan.

"Gimana, Wil? Lo udah cek semuanya kan? Sound system? Dan lain-lain? Aman kan?" tanya Aksara berdiri di hadapan panggung megah yang didominasi oleh warna hitam dan putih, sama seperti warna simbol Yin Yang, simbol kesukaan Aksara.

William. Seorang cowok berkacamata yang menjadi koordinator seksi kegiatan acara malam ini mengangguk mantap. "Udah, Sa. Semuanya aman," jawabnya seraya melirik jam yang melingkar di pergelangan tang kirinya.

"Oh, iya gue ke belakang dulu ya. Ini bentar lagi acara udah mulai," ujar William.

Aksara kemudian menyapu pandangannya ke sekeliling. Para tamu undangan, yakni seluruh siswa SMA HILTON, dewan guru beserta staff SMA HILTON, dan orangtua murid, sebagian sudah menempati kursi yang sudah disediakan oleh panitia. Bibir cowok berambut belah tengah itu melengkung ke atas membentuk seulas senyum manis. Bangga pada kerja sama angkatannya sampai mencapai titik sekarang. Padahal, dulu mereka sempat berada di titik paling terendah. Bahkan tak pernah dinggap.

Akan tetapi, ia tidak boleh terlena oleh euforia ini. Seluruh persiapan memang sudah matang, tapi pementasannya nanti ia tidak tahu bagaimana. Aksara berharap dan terus berdoa pada Tuhan semoga semuanya berjalan sesuai rencana.

AKSARA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang