PART 6 : ANGKATAN LUMPUH

958 101 6
                                    


HAPPY READING!

_____________________________________

_____________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PART 6 : ANGKATAN LUMPUH

"Harga diri suatu angkatan adalah harga mati bagi pemimpinnya."

"Saya menyesal telah ikut memilih kamu waktu pemilihan ketua osis dulu, Aksara."

Laki-laki dengan setelan kemeja batik lengan panjang dan celana kain itu meghela napas. Ia menatap tepat pada seorang siswa berseragam putih abu-abu yang kini duduk di seberang mejanya.

"Saya pikir kamu bisa menjadi pemimpin yang baik. Tapi, saya salah. Kamu justru mengecewakan saya," ujarnya menumpukan kedua tangannya yang saling bertautan di atas meja dengan papan kecil di depannya yang bertuliskan "Kepala Sekolah".

Adiwijaya---kepala sekolah SMA HITLON---menatap Aksara serius. Bola matanya membidik tepat pada siswa yang masih setia merundukkan kepalanya itu. Lantas, netranya memicing. "Angkatan kamu itu cacat. Lumpuh. Tidak bisa berjalan."

Kalimat itu diucapkan dengan nada pelan, namun kedengarannya bagai petir yang menyambar di siang bolong. Meskipun ini bukan kali pertama Aksara mendengar kalimat itu, tapi hatinya tetap merasa sakit ketika ada yang merendahkan angkatannya sampai mengatakan bahwa angkatannya itu lumpuh. Rasanya seperti terluka, tapi tak berdarah.

"Bagaimana ekskul di sekolah ini bisa maju jika semua ketuanya saja tidak bisa memimpin anggotanya?"

Aksara semakin merunduk dalam. Memilih diam untuk menjaga kesopanannya. Meski di dalam hatinya ada api yang telah berkobar penuh amarah. Ia harus tetap menjaga kesopanan terhadap orang yang lebih tua darinya.

"Setiap acara yang diadakan oleh ekskul di angkatan kamu tidak ada yang berjalan lancar. Ada saja kekurangannya. Bahkan, sudah mendekati hari H kegiatan, proposal belum juga selesai. Dan itu bukan hanya kegiatan ekstrakulikuler, Aksara. Osis juga," jelas Adiwijaya bernada marah.

"Apa perlu kepemimpinan seluruh ekskul dan Osis tahun ini Bapak kembalikan ke angkatan sebelumnya?"

Refleks Aksara mengangkat kepalanya. Dia menggeleng tegas. "Tidak, Pak. Ini angkatan kami. Jadi, saya mohon biarkan kami memimpin angkatan kami sendiri."

"Bapak tidak perlu melibatkan angkatan lain di sini. Baik itu angkatan kelas dua belas maupun kelas sepuluh. Kami punya masa kepemimpinan sendiri-sendiri," sambungnya tidak setuju dengan penawaran kepala sekolah.

Bagi Aksara, keberhasilan sebuah angkatan adalah tanggungjawab seluruh anggota di dalamnya. Aksara tidak mau jika kepemimpinan seluruh ekskul tahun ini dikembalikan pada angkatan terdahulu atau bahkan diserahkan pada angkatan di bawahnya. Itu jelas akan melukai harga diri seluruh teman seangkatannya.

AKSARA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang