PART 22 : ARKA DAN ALINEA

685 90 4
                                    

PART 22 : ARKA DAN ALINEA

Kalo suka itu ya perjuangin jangan malah baperin yang lain.

"Makan yang kenyang ya pus," ucap Aksara pada kucing berwarna oranye di pangkuannya.

Cowok pecinta kucing itu tengah memberi makan kucing kesayangannya di sofa ruang tamu. Matanya menatap kucing bermata biru terang itu, namun fikirannya melayang jauh entah kemana.

Banyak sekali yang ia pikirkan saat ini. Mulai dari angkatan, orangtuanya, dan juga Alinea.

Pertemuannya dengan Alinea dan Arka di makam kakak Afroza sore tadi menimbulkan banyak pertanyaan di benaknya. Makam siapa sebenarnya yang mereka kunjungi? Dan kenapa harus bersama Arka? Apa benar mereka sudah berpacaran?

Seandainya ia tidak melarang Afroza menghampiri mereka mungkin ia bisa mendapatkan jawaban tentang makam siapa yang mereka datangi. Rasa cemburu yang muncul membuatnya tak mau berlama-lama berada di sana. Aksara menarik Alinea agar pergi dari tempat itu sesegera mungkin ketika kedua insan itu masih mematung.

"Kapan sih gue bisa bahagia pus?" tanya Aksara pada kucingnya seolah hewan berbulu tebal itu bisa diajak berbicara layaknya manusia.

Aksara mengelus bulu tebal kucingnya. "Kenapa dari dulu gue nggak pernah bisa bahagia?"

"Stress," sahut seseorang tiba-tiba.

Arka yang baru pulang mengantar Alinea berdiri tak jauh dari Arka dengan tangan yang bersidekap.

Aksara mendongak dan mendapati tatapan tajam dari saudaranya yang entah kenapa ia merasa ada amarah yang tersimpan di sana.

"Gue pikir kaki dan angkatan lo doang yang cacat. Ternyata ketuanya juga cacat." Arka mengepalkan tangannya membentuk tinju.

"Cacat mental," imbuhnya penuh penekanan.

"Udah tahu hewan nggak ngomong malah diajak bicara. Emang dasar anak cacat!"

Buk!

Tepat setelah Arka selesai berbicara sebuah kemoceng melayang mengenai wajahnya.

Cowok yang masih mengenakan seragam sekolah lengkap itu memungut kemoceng yang jatuh ke lantai sebelum mendongak untuk melihat siapa orang yang berani melemparinya.

Tepat seperti dugaan Arka. Sosok Laskar dengan tampang tengilnya kini  berdiri di ujung tangga dengan kedua tangan yang tenggelam di saku celana.

"Kenapa? Mau marah?" Laskar mulai menuruni tangga.

"Apa mau balas pake otot? Sini kalau mau bales yang keras juga gapapa," tantangnya.

Aksara memijit pangkal hidung mancungnya. Ia memang tidak bisa akur dengan Arka. Tapi, Arka dan Laskar lebih tidak bisa akur lagi. Tak jarang pula mereka berdebat sampai saling adu jotos.

Laskar sudah berdiri di depan Arka. Cowok itu menggulung lengan kausnya yang menampilkan otot-ototnya dan mengambil sikap kuda-kuda.

"Mau marah sama gue, kan? Ayo sini maju!" tantangnya sekali lagi.

"Udah dibilangin jangan bilang Kak Aksa cacat masih aja bilang kayak gitu. Emag nggak punya otak lo, Ka."

Arka yang semua tidak mau menanggapi sang adik tersulut emosi karena Laskar memanggilnya dengan nama tanpa embel-embel "Kak".

"Coba lo bilang apa? Ulangin?"

"Arka nggak punya otak!" tegas Laskar menyeringai. Dia suka bila Arka terpancing emosi seperti ini. Jadi, bila dia menyerangnya ia bisa membalasnya dan menjadikannya lampiasan kesuntukan dan kemuakan.

AKSARA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang