PART 25 : AWAL DARI KEHANCURAN
Karena harga diri angkatan adalah harga mati bagi pemimpinnya.
"Mas Aksa!" teriak Afroza mengejar Aksara.
Aksara menghentikan langkah tepat di depan perpustakaan. Berbalik menghadap gadis berponi yang tengah membungkukkan badan di depannya. Mengatur napasnya yang tak beraturan karena berlari.
"Ada apa, Za?" tanya Aksara.
Afroza mengangkat sebelah tangan memberi isyarat pada Aksara untuk memberinya waktu mengatur napas. Beberapa detik kemudian Afroza menegakkan tubuhnya dan mengulurkan sebungkus roti rasa pandan yang dibawanya.
"Ini roti buat Mas Aksa. Tadi Laskar ketemu gue katanya lo belum sarapan di rumah gara-gara nyokap lo ngomel mulu. Jadi, dia nitipin ini buat dikasih Mas Aksa."
Semenjak membawa Aksara ke makam kakaknya gadis itu jadi lebih sering memanggilnya "Mas Aksa". Karena dengan begitu ia bisa merasakan kehadiran sosok kakaknya dalam diri Aksara.
Aksara menerima roti itu dengan sumringah. "Makasih ya Dek Oza nya Mas Aksa," ucapnya mengacak pelan rambut Afroza.
Cowok itu benar-benar menempatkan dirinya sebagai seorang kakak untuk Afroza. Ia paham bagaimana rasanya kesepian dan mendambakan sosok kakak.
"Dek Oza?" beo Afroza.
Aksara tersenyum lalu menjelaskan. "Iya, kan, lo manggil gue Mas Aksa. Jadi, biar pas gue manggil lo Dek Oza. Gimana? Mau nggak?"
Mata bundar Afroza mengerjap antusias. "Serius lo mau manggil gue adek? Dek Oza?" tanyanya memastikan.
Aksara mengangguk. "Kalau lo mau gue bisa panggil lo gitu terus, Za."
"Tapi, kalo lo keberatan gue panggil lo kayak biasanya aja."
Afroza menggeleng cepat. "Enggak kok. Gue nggak keberatan sama sekali. Gue malah seneng lo panggil adek."
"Jadi, beneran mau dipanggil Dek Oza?" ulang Aksara menggoda bendaharanya itu.
"Mauuu ... mau bangettt Mas Aksa." Afroza melompat-lompat kecil seperti anak TK. Membuat Aksara tak tahan untuk tidak mengacak poni anti badai milik gadis itu.
Tanpa mereka sadari ada seseorang yang sedari tadi mengamati dan mendengar obrolan mereka dari jendela perpustakaan. Tangannya mengepal, matanya menatap penuh kebencian pada dua insan yang sedang tertawa bersama itu.
"Yaudah kalau gitu Mas ke kelas dulu ya, Dek?" pamit Aksara setelah membenarkan poni gadis itu yang ia berantakkan.
"Ikuttt! Oza mau ngapelin Mas Tala sama Mas kucrut satu itu juga. Kasihan mereka berdua belum Oza kerjain hari ini." Afroza menampakkan cengirannya. Dia memang suka usil terhadap kakak beradik itu. Rasanya belum puas kalau belum mengerjai mereka sampai si Tala yang cerewet, tapi minim eskpresi itu kesal atau si Tara yang minim akhlak itu berdebat dengannya.
"Mas kucrut apa Mas kucrut?" goda Aksara dengan nada lirih yang jelas tak terdengar oleh seseorang di balik jendela.
Cowok itu menyenggol lengan Afroza dengan sengaja. Menimbulkan pipi gadis itu bersemu merah.
"Apaan sih Mas Aksa? Gaje banget deh."
"Bilang aja adek mau ngapelin Mas Tara. Kangen, kan, belum debat sama dia," bisik Aksara.
"Eh, enggak ya," kilah gadis berponi itu dengan pipi yang memerah.
Aksara masih senyum-senyum membuat Afroza salah tingkah sendiri.
"Au ah gelap. Oza nggak jadi ikut mau nyusulin Niskala aja ke kelas," ujar gadis itu kemudian berlari karena menahan salting.
Aksara hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah malu-malu kucing Afroza. Lalu, melanjutkan langkahnya menuju kelas yang sempat tertunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA (TAMAT)
Teen FictionApa yang terlintas di benak kalian mendengar kata Ketua Osis? Sudah pasti cowok keren, dingin, dan populer, kan? Kalau iya berarti kalian perlu membaca cerita yang satu ini. Ini tentang Aksara si ketua Osis yang menyandang disabilitas bawaan lahi...