22. Explanation

3.2K 329 25
                                    

"Jika benar, hidupmu dilingkari dengan kegelapan. Izinkan aku, menjadi satu-satunya pelita di tengah-tengah lingkaran itu."

_Renida Virna_

✿ ✿ ✿

Aroma petrichor menjadi kenyamanan tersendiri bagi orang yang menyukainya. Rasanya tenang, saat tercium bau alami ketika hujan turun membasahi tanah yang kering. Hal itu sekarang dinikmati oleh Arizal, ia kini berada di teras rumahnya untuk menikmati aroma petrichor yang menusuk indra penciumannya. Sangat, sangatlah menenangkan.

Mungkin, ini healing bagi Rizal. Menjadi CEO perusahaan besar, mengembangkan karir, tanggung jawab sebagai leader geng motor, ditambah materi dari sekolah, itu bukanlah hal mudah. Apalagi, sekarang ia harus menyelesaikan misi penting. Wajarkan, kalau Rizal sedikit mengeluh?

Hidup dengan tuntutan dan paksaan. Dituntut selalu bisa dan harus lebih unggul dari yang lain. Mungkin, itu definisi dari kehidupan Arizal. Entah sampai kapan ini akan berakhir. Yang jelas, Rizal bukan robot yang selalu patuh terhadap perintah konyol itu.

"Mungkin, ini waktunya Reni tahu," gumam Rizal yang masih setia menatap lurus kedepan.

Ia membalikkan badannya, lalu melangkah menuju kamar dimana gadis yang ia cintai sedang terlelap disana. Wajah Reni terlihat sangat tenang saat tidur seperti ini, tidak seperti biasanya yang selalu cerewet dan tidak mau diam.

"Cantik," ucap Rizal tanpa sadar.

Tangan Rizal terarah pada surai rambut Reni. Ia mulai menggerakkan tangannya, untuk menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi sebagian wajah Reni. Untuk pertama kali, jantung seorang Arizal Alfarizi berdebar kencang di depan seorang perempuan.

Eugh

Reni menggeliat dalam tidurnya. Ia yang notabenenya gampang terusik pun dengan mudah terbangun akibat pergerakan dari Rizal.

"Ini jam berapa Izal?" tanya Reni setelah nyawanya terkumpul sempurna.

Rizal duduk disamping gadis itu, lalu menyerahkan segelas air putih. "Jam sepuluh," jawab Rizal seadanya.

"Kok nggak bangunin aku buat sholat subuh?!"

''Katanya Lo PMS?!"

"Eh, iya lupa," jawab Reni mencengir tak berdosa.

"Lo masih mau dengerin penjelasan gue?"

Reni mengangguk cepat, "mau Izal."

"Jelasin yang mana dulu?"

"Soal Izal sama kak Alfi,"

"Lo salah faham," ujar Rizal singkat.

"Terus kenapa kak Alfi bisa meluk Izal? Kenapa dia bisa satu cafe sama Izal? Kenapa Izal nggak dorong dia langsung?" tanya Reni bertubi-tubi.

"Mana dulu, yang harus gue jawab?"

Reni berdecak pelan, "kenapa kak Alfi bisa meluk Izal?"

"Gue nggak tahu, dia tiba-tiba Dateng meluk gue," jawabnya jujur.

"Kenapa kak Alfi bisa satu cafe sama Izal?" tanya Reni lagi.

"Coincidence, dear." ucap Rizal. Ia mencubit hidung Reni gemas.

"Kenapa Izal nggak dorong dia langsung?" tanya Reni sinis.

"Dia perempuan," jawab Rizal.

"Emang kenapa kalo perempuan?"

"Karena, cuma cowok banci yang nyakitin perempuan," jawab Rizal seadanya dengan ekspresi muka seperti biasanya, tenang dan dingin.

"Lah, kenapa Izal dorong kak Alfi? Berarti Izal banci dong?"

ARIZALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang