36. Pembullyan

2.3K 176 19
                                    

"Singgah lalu pergi? Tak semenarik mencintai lalu dipaksa meninggalkan."

_Arizal Alfarizi_

"Kita mau kemana sekarang?" tanya Sifa pada Reni

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita mau kemana sekarang?" tanya Sifa pada Reni. Kini mereka berdua tengah berjalan di koridor yang sepi. Sengaja untuk menghindari guru.

"Pertama, kita ke kantin dulu." ucap Reni antusias, serta mengacungkan jari telunjuknya.

"Beneran Ren, Lo kali ini mau bolos?"

"Kayak nggak pernah bolos aja," ucap Reni yang kini sudah duduk di salah satu kursi kantin.

"Ya nggak pertama kali si, tapi kali ini perasaan gue nggak enak," jawab Sifa jujur. Entah mengapa, pikirannya kini sedang di hiasi dengan hal-hal buruk yang akan menimpa keduanya.

"Santai aja kali. Kalo masuk BK ya tinggal masuk," celetuk Reni enteng.

Sifa membulatkan matanya. "Mentang-mentang menantu yang punya sekolah," ucapnya sinis.

"Sebenarnya, aku sama papa Reno nggak deket-deket banget si," gadis itu mengingat kejadian yang ia lihat beberapa waktu lalu. Ia melihat jelas bagaimana sikap Reno kepada Arizal. Reno tak se-penyayang itu, atau... Reno benar-benar tak menyayangi Arizal?

"Dia bahkan nggak perduli apa yang aku sama Izal lakukan. Sampai sekarang aku masih belum dapat jawabannya, aku masih harus nunggu Izal untuk siap cerita," ucap Reni dengan senyum tipis. Ia tak mau lagi memaksa Rizal untuk bercerita padanya. Ia tahu kejadian yang menimpa Arizal di masa lalu sulit untuk di lupakan. Walaupun ia terkesan tak di anggap, tapi ia harus percaya bahwa suatu saat Rizal akan terbuka padanya.

"Sebenarnya gue sama kak Rizal itu beda tipis, kita selalu di siksa fisik maupun batin. But keluarga dia terlalu toxic," kata Sifa yang mungkin sudah berpengalaman. Miris sekali.

"Aku selalu bersyukur punya mama papa yang baik. Mereka selalu buat yang terbaik buat anaknya. Tapi ternyata... Tuhan punya rencana lain. Mereka malah di ambil dulu, dan membiarkan aku menjalani hidup di dunia yang kejam ini, sendirian," suara Reni bergetar, mata cantiknya mengeluarkan air mata. Rindu dengan sosok hebat yang kini telah jauh meninggalkannya. Bahkan, ia tak sempat melihat wajah kedua orang tuanya untuk terakhir kali.

"Ah, udahlah. Jangan bahas yang sedih-sedih gitu," Sifa menyahut, membuat Reni terkekeh.

"Gue mau pesen ayam geprek, lo mau apa?" tanya Sifa.

"Samain aja."

"Oke."

Sudah beberapa menit Reni menunggu Sifa. Tapi gadis itu belum juga kembali dari stand yang menjual ayam geprek. Perutnya kini terasa mulas, mungkin karena tadi pagi ia makan mangga muda.

"Aduh, aku ke toilet dulu kali ya?" monolog Reni pada dirinya sendiri, lalu lari terbirit-birit.

Sifa berjalan menghampiri meja yang tadi di duduki Reni. Matanya mengedar mencari keberadaan gadis itu. Hanya tersisa handphone yang tergeletak di meja. Itu handphone Reni. Pertanyaannya, dimana gadis itu sekarang? Ia membiarkan handphone nya tergeletak di meja, tanpa takut handphone itu hilang.

ARIZALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang