Pilot

95 2 0
                                    

Suara alarm ponsel berdering begitu kencang di dekat telingaku sembari kuraba-raba bunyi tersebut dengan mata tertutup kantuk sekaligus membersihkan sedikit air liur menggunakan jari kiriku. Aku sangat lelah sekali di pagi ini, setelah maraton film serial Resident Evil, aku menonton film tersebut sebagai tanda bahwa aku telah diterima di salah satu SMA yang terkenal akan murid-murid beasiswa yang cerdas. Sebenarnya, tidak ada hubungan antara sekolahku dengan film tersebut. Namun, salah satu cara untuk merayakan sesuatu itu dimulai dari diri sendiri.

Di hari Sabtu ini, aku harus pergi ke sekolah baru bersama omaku untuk lapor diri karena jika tidak lapor diri, pihak sekolah akan memasukkan namaku ke dalam daftar hitam atau lebih tepatnya mengundurkan diri.

Aku melihat jam di ponselku dengan mata yang masih mengantuk dan ternyata sudah jam 10.00 pagi. Dengan rasa penuh tanggung jawab, aku langsung berlari ke kamar mandi karena sudah telat satu jam yang lalu. Semua orang tahu kebiasaan burukku, yaitu mandi terlalu lama. Maka dari itu, kuputuskan untuk cuci muka dan sikat gigi saja. Setelah semuanya rapi dari pakaian, tempat tidur, dan barang-barang yang akan kubawa ke sekolah, aku langsung pergi ke bawah tangga untuk sarapan pagi. Aku melangkahkan kakiku dengan terburu-buru kemudian tanpa rasa bersalah dan berdosa, omaku langsung mencubit lengan kiriku.

"Aww, oma! Kenapa aku dicubit?" Tanyaku kemudian mengambil roti isi selai nanas.

"Kamu ini kenapa bangun siang? Bukannya hari ini ada lapor diri? Mana gak solat subuh!" Teriak oma kesal.

"Iya oma maaf, semalam Ferdian maraton film makanya bangunnya jam
segini." Balasku kemudian duduk di kursi.

"Film apa emangnya, sayang?" Tanya omaku lembut.

"Resident Evil." Jawabku sambil nyengir.

"Astagaaa, film itu udah ratusan kali ditonton masih aja ditonton terus. Oma aja sampe bosan tau gak liat kamu nonton film itu mulu." Tanya oma kemudian mencubitku lagi.

Aku hanya bisa tertawa melihat omaku yang tampak geram karena aku berkata jujur selalu menonton film yang sama. Saat aku ingin menghabiskan rotiku di gigitan terakhir, ia bilang tidak bisa mengantarku ke sekolah untuk lapor diri karena ia akan bertemu dengan klien barunya. Aku sudah menduga bahwa omaku tidak akan pernah ada waktu jika sudah jam 10.00 pagi.

Omaku pergi keluar terlebih dahulu dengan pakaian oma-oma gaul yang sederhana namun terlihat kaya. Aku menyusulnya dari belakang setelah menghabiskan secangkir teh hangat. Saat aku keluar dari rumah yang mewah dan megah ini, di depanku ada Pak Asep yang merupakan sopir pribadiku yang sudah membukakan pintu mobil untukku. Aku segera berpamitan dengan omaku yang telah berada di dalam mobil tepat di depan mobilku. Aku berpamitan dengannya kemudian langsung masuk ke dalam mobilku. Sebenarnya aku sedikit kecewa karena oma tidak bisa menemaniku untuk lapor diri ke sekolah baru sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Sudah siap, den?" Tanya Pak Asep kemudian melaju mendahului mobil omaku.

"Sudah, pak. Oma, aku berangkat dulu ya." Sahutku dari pintu kaca mobil sebelah kiri kemudian melambaikan tangan.

Pagi ini, aku mengenakan kaos putih dibalut dengan kemeja hijau kotak-kotak dan celana bahan berwarna abu-abu. Aku juga memakai ikat pinggang kulit berwarna hitam serta sepatu Adidas berwarna putih sebagai pelengkap pakaianku. Aku bertanya kepada Pak Asep mengenai pakaian yang kukenakan hari ini. Dengan cepat ia menjawab "Den, Ferdian mah selalu cocok pakai baju apa pun tetep ganteng." Aku hanya tersenyum ketika mendengar ucapannya yang berlogat jawa.

Seperti biasa, aku selalu diantar oleh Pak Asep yang merupakan sopir pribadiku. Pak Asep itu sudah seperti ayahku sendiri yang selalu mengantarku ke sekolah sejak kelas empat SD. Sedangkan, oma diantar oleh Pak Suryo yang merupakan sopir pribadinya dan almarhum opaku.

Sang MultitalentaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang