Aku dan Margaret bernapas lega karena telah menuntaskan satu kasus dengan seorang senior yang manipulatif, sok jagoan, dan toxic. Aku dan Margaret pergi menuju Gedung Kolam Renang, aku terus berjalan melewati koridor hingga aku memukan sebuah parkiran yang berada di belakang sekolah. Aku melihat Gedung Kolam Renang tepat berada di dekat parkiran sekolah yang cukup luas dan bisa menampung ratusan motor. Di sekolahku parkiran mobil dan motor di pisah secara bersamaan untuk parkiran mobil sendiri berada di dekat lapangan sekolah yang hanya bisa menampung sepuluh mobil saja, itu pun dikhususkan untuk kepala sekolah dan beberapa guru yang rumahnya jauh, sedangkan untuk para murid tidak diperbolehkan membawa mobil karena sudah ada kertas peraturan di parkiran motor.
Setelah melihat parkiran, aku melihat gedung tersebut lumayan besar dan tinggi. Dari arah kudatang, ada sebuah tangga yang terbuat dari ubin berwarna putih yang mengarah ke pintu masuk gedung. Aku melangkahkan kakiku dan menaiki tangga tersebut, saat aku sampai di atas, aku melihat pintu masuk yang terbuat dari kaca sama seperti Ruang BK dan Tata Usaha. Warna gedungnya di cat berwarna hijau dan di atas pintu tersebut bertuliskan huruf kapital "KOLAM RENANG SMAN INTERNASIONAL JAKARTA." Aku mendorong pintu masuk menggunakan tangan kananku kemudian murid-muird di dalam kaget dan melihatku tersenyum.
"Heyyyy." Sapa Betty senang.
"Haiii." Balas Margaret ceria.
"Gimana, lancarkan guys?" Tanya Andin.
"Aman kok." Balasku.
Aku merasa senang karena mereka semua menyambut kami dengan baik. Di dalam kolam renang, tempatnya cukup indah dan bersih seperti kolam renang yang biasa kupakai untuk perlombaan, hanya saja kolam yang di dalam ini dibagi menjadi dua. Pertama, dari arah kumasuk di sebelah kiri, ada kolam renang yang di desain khusus untuk cabang olahraga renang. Aku pernah mengikuti lomba renang yang sudah lolos ke tingkat nasional, saat O2SN di Bali. Kolam tersebut memiliki desain yang sangat mirip dengan kolam renang yang ada di depan mataku. Aku rasa, kolam ini menggunakan ukuran kolam renang yang sesuai standar internasional, yaitu memiliki panjang 50 m dengan kelebaran 25 m. Aku menaksir kedalamannya pun sekitar 1,75 m dan memiliki delapan lintasan, masing-masing lintasan di pisahkan dengan ruang sebesar sekitar 50 cm dari tali lintasan. Aku juga menaksir tinggi balok start antara 0,5 m sampai 0,75 m dari permukaan air.
Kedua, di kolam sebelah kanan, yaitu kolam biasa yang digunakan untuk olahraga polo air, olahraga ini sebenarnya kombinasi dari olahraga renang, gulat, bola basket dan sepakbola. Aku menaksir panjang kolam untuk polo air sekitar 20-30 m, lebarnya sekitar 10-20 m, dan biasanya polo air itu memiliki kedalaman kurang lebih 1,8 m. Aku pikir ukuran tersebut terlalu tinggi untuk orang Indonesia, tapi aku yakin diperlombaan polo air akan dikhususkan untuk murid yang memiliki tinggi sepertiku, Sahrul, dan Alvaro. Sementara itu, untuk gawangnya sendiri jika kulihat dari sorot mataku, gawang tersebut memiliki lebar 3 m dan tinggi 0.9 m di atas permukaan air.
Kami dipersilakan oleh Kak Dirham untuk melihat-lihat keadaan sekitar kolam renang. Batas kolam renang dan jalan tengah digunakan untuk menuju tempat duduk penonton yang berada di atas. Bangku penonton berwarna putih dan sangat empuk ketika kududuk. Setelah dari atas, aku pergi ke jalan tengah yang di apit oleh dua kolam renang, aku berjalan ke tengah dan melihat jendela di dekat bangku yang kemungkinan cahaya matahari tidak akan masuk karena menghadap ke arah utara. Aku pergi ke ruang ganti, tempatnya cukup nyaman, memiliki loker, dan air pancuran. Kamar mandinya pun ada tiga, hanya tirai tipis yang digunakan untuk menutupi diri ketika sedang mandi. Kamar mandi laki-laki berada di sebelah kiri dan kamar mandi perempuan di sebelah kanan, untuk kolam renang tidak di pasangkan CCTV karena kolam renang adalah tempat yang terbuka.
"Baik, adik-adik tur kita sudah selesai di gedung kolam renang, kita lanjut tur terakhir, yaitu menuju lapangan sekolah!" Pinta Kak Dirham.
"Baik, kak." Balas semua murid.
Jika bukan karena kasus dengan Rizal dan sifat manipulatifnya, aku sudah menikmati tur sekolahku. Rizal adalah orang pertama yang menjadi penghambatku untuk mengetahui isi sekolah ini, ia akan kumasukkan kedalam daftar hitamku. Di kamarku, aku memiliki sebuah buku yang memiliki ukuran seperti novel. Aku menamai buku tersebut yaitu blacklist dan whitelist, daftar hitam atau blacklist berisi nama-nama yang menjadi pengahambat, musuh, dan orang-orang yang kubenci, sedangkan untuk whitelist atau daftar putih akan kutulis untuk nama-nama temanku yang yang baik, ramah, dan yang kusuka. Aku sudah menambah ratusan nama yang kusuka dan kubenci dari SMP. Sekarang ini, aku akan membuat bab baru di SMA. Aku sudah mendapatkan delapan nama murid yang kusuka dan aku akan memasukan nama mereka ke dalam daftar putih. Aku juga sudah mendapatkan dua nama murid yang kubenci yang akan kutulis di daftar hitam nanti.
Kami segera berangkat menuju lapangan karena siswa lain sudah menunggu di luar gedung. Murid-murid yang ingin masuk adalah kelas MIPA karena di antara murid tersebut ada Melisa dan Linda.
"Hai, Fer." Sapa Melisa
"Hai, Mel." Kataku.
"Dia keknya suka sama lu, Fer." Ledek Margaret.
"Mana mungkin, mereka berdua temen SD gua. Keknya lu sempet nguping deh pas gua di lapangan?" Tanyaku.
"Mana ada, Fer. Mana sempet gua nguping yang ada tuh gua kepanasan pas di lapangan." Ucapnya.
Aku dan yang lain segera ke lapangan, jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 11.45 yang berarti mendekati waktu dzuhur dan istirahat siang. Kami berjalan menuju lapangan dan melewati perbatasan antara koridor dan taman kecil yang bernama TOGA. Aku sempat membuka ponselku dan mencari tahu apa itu TOGA, saat aku membaca di laman web ternayata TOGA merupakan kependekan dari Tanaman Obat Keluarga, aku melihat beberapa tanaman sehat, tumbuh di sana. Tanaman tersebut membentuk seperti Rumah Hijau di SMP hanya saja di SMA ini lebih lengkap dan banyak jenisnya. Baris pertama kiri dari tembok adalah tanaman jahe dan kencur, baris kedua ada kayu manis dan lengkuas dan baris ketiga, ada kunyit dan lidah buaya. Beberapa dari kami menebak-nebak jenis tanaman tersebut dan beberapa tebakan dari mereka kebanyakan salah. Aku belajar dari sini bahwa tidak semua perempuan tahu nama tanaman tersebut yang sudah dipastikan ada di dapur rumah. Hanya tebakanku dan Silvi yang mengetahui nama tanaman tersebut karena aku sering membantu Bi Ida masak sejak aku tinggal dengan Oma. Silvi memberitahu kami alasan ia mengetahui nama tumbuhan tersebut karena ia jago dalam memasak dan pernah menjuarai lomba Masterchef Junior yang di selenggarkan oleh stasiun TV lokal.
Kami segera beralih menuju lapangan dengan waktu yang sekiranya hanya tujuh menit sebelum azan berkumandang. Aku dan yang lainnya sampai di lapangan, aku melihat beberapa kelas lain yang sedang memotret area sekitar lapangan. Lapangan di sekolahku sangat luas dan lebar ketika tidak ada murid-murid yang berbaris. Jika kugambarkan lapangan ini terdiri dari empat lapangan yang dibagi sesuai cabang lomba olahraga. Pertama, dari gerbang putih arah kumasuk yang dihiasi oleh tanaman anggur hijau yang menggantung di atas, ada lapangan bola basket yang gambarnya disponsori oleh kopi Good Day. Di sebelah lapangan basket, ada sebuah lapangan futsal berwarna hijau yang di desain khusus untuk perlombaan. Di sebelah lapangan futsal, ada lapangan voli berwarna biru muda yang di apit oleh jalan kecil berwarna abu-abu sebagai pembatas antara lapangan yang lebar dengan yang panjang. Terakhir, di sebelah lapangan voli, ada lapangan bulu tangkis yang berwarna hijau telor asin. Semua lapangannya memiliki warna yang berkualitas, terang, dan seperti baru.
"Ok, adik-adik! Jadi lapangan ini dibuat khusus dari donatur sekolah kita yaitu Pak Handoko yang merupakan donatur paling banyak di sekolah ini. Seperti halnya gedung kolam renang, buku-buku di perpus dan cat lapangan sekolah yang harganya pun sangat fantastis." Ungkap Dirham.
"Kak mau nanya! Berarti kalo dia donator, anaknya sekolah di sini dong?" Tanya Regita dengan nada lembut.
"Iya, anaknya bernama Demian, Clara, Dika dan terakhir Rizal yang sekarang kelas sebelas IPS tiga." Balas Dirham sambil mengangkat alisnya.
"What, wait a minute, wait! Jadi bapak dari anak yang sok senioritas itu donatur di sekolah ini!" Ucap Margaret kaget yang bersamaan dengan semua murid.
"Iya." Balas Dirham.
Betty dan Andin kaget kemudian menutup mulut mereka menggunakan tangan, aku hanya terdiam dan Margaret tampak kesal begitupun dengan yang lainnya.
"Pantesan tuh anak gaya-gayaan, bar-bar, tengil lagi." Sahut Margaret kesal.
"Gila, plot twist banget anjir." Ucap Regina sambil mengangkat kedua tangan ke kepalanya.
Aku dan Margaret berdiskusi mengenai semua murid dan pedagang di kantin yang hanya terdiam. Aku curiga bahwa mereka mendapat suntikan dana oleh orangtua Rizal agar anaknya dihormati layaknya raja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Multitalenta
Ficção AdolescenteDISCLAIMER!!! NOVEL INI PENUH DENGAN ADEGAN 18+ KEKERASAN, KATA-KATA KASAR, PEMBULIAN, BUNUH DIRI DAN KEHIDUPAN SEKS SERTA PENYAKIT SEKSUAL. "Di balik otak yang cerdas, terdapat jiwa yang kotor." Bagitulah isi novel Sang Multitalenta : Tahun pertama...