Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi. Saat aku ingin keluar bersama yang lain, ternyata oma sudah sampai di depan gerbang sekolah kemudian menyuruhku untuk masuk ke dalam mobilnya. Ia kaget melihat seragamku masih ada sedikit bercak darah. Aku bisa melihat wajahnya yang begitu khawatir dengan rona wajahnya yang masih terlihat cantik. Di gerbang sekolah sudah ada garis polisi, banyak masyarakat sekitar yang saling berdesakan untuk melihat langsung kasus kematian Robby. Namun, tidak ada yang boleh masuk kecuali wali murid, reporter, polisi dan beberapa petugas yang berkepentingan.
"Mar, gua pulang dulu ya. Jangan lupa jam 15.00 sore kumpul di rumah gua." Teriaku lewat kaca mobil.
"Iya, Fer. Hati-hati lu." Balas Margaret.
"Iya, lu juga." Balasku sembari memberi tanda jempol.
Aku menyenderkan kepalaku di bahu oma. Aku merasa bahwa ini adalah sebuah mimpi dan khayalanku semata. Jujur, aku masih syok ketika melihat darah yang mengingatkanku pada kematian kedua orangtuaku. Aku masih ingat jalan tol di Jakarta Utara, tol itu yang mengarah menuju rumah omaku. Aku masih bisa melihat tol itu sudah terbentuk rapi dan bagus sekali. Sebenarnya jalan tol tersebut berada tidak jauh dari sekolah dan rumahku. Oma yang pertama kali menunjukkan lokasi tersebut setelah aku koma selama sebulan. Aku senang sekali, saat tangan oma yang putih dan lembut mengusap-usap rambutku. Aku rindu sekali dengan kedua orangtuaku, lalu oma ingin mengajakku pergi ke makam minggu ini. Aku tahu bahwa oma sedang membaca isi dan pikiranku saat ini.
Cukup lama untuk keluar dari jalan sekolah karena sangat banyak kendaraan yang ingin keluar masuk. Tak lama kemudian, kami sampai di rumah dengan perasaan yang campir aduk. Aku bersyukur hari ini tanggal merah jadi aku bisa melihat omaku seharian di rumah.
"Ferdian, nanti minta Bi Yuyun untuk buang seragam itu kemudian kamu mandi, lalu istirahat ya. Oma gak mau kamu kepikiran terus." Ucap omaku.
"Iya, oma." Ucapku sembari mengambil minum di kulkas.
"Bi Ida, bi...." Teriak oma mencari Bi Ida.
"Ya, bu. Ada apa ya? Astagfirallahu, Mas Ferdian kenapa Bu?" Tanya Bi Ida kaget.
Aku hanya bisa tersenyum melihat ekspresi Bi Ida dan langsung ke atas kemudian oma yang menjelaskan kenapa seragamlu berdara. Di kamarku, aku segera melepas pakaianku dan mulai mandi. Aku benar-benar merasakan sensasi yang luar biasa. Air hangat membuatku tenang dan damai. Aku membersihkan sisa darah yang masih menempel di bagian wajah dan tanganku. Setelah mandi, aku langsung mengenakan singlet putih dan celana pendek. Aku mulai rebahan di ranjang dan membuka ponselku. Aku membagikan lokasi rumahku pada Geng Smart Genius dan mengirim pesan pada Miya untuk mengirim lokasiku pada Rizal karena hanya Miya yang memiliki nomor telepon Rizal. Aku sudah mengajak Miya untuk datang namun ia tidak mau datang karena ia masih merasa malu.
Setelah bermain Whatsapp, aku beralih ke Instagram. Aku membuka akun @bibir_smani namun tidak ada unggahan terbaru yang kemungkinan besar pelaku di balik akun tersebut pasti jatuh pingsan. Aku melihat banyak orang yang mengambil video namun seharusnya sudah di unggah beberapa menit setelah kejadian. Aku tidak bisa pastikan apakah ia perempuan atau laki-laki karena yang pingsan hampir sama banyak. Tak berselang lama aku merasa mengantuk dan mulai tertidur.
Aku melihat banyak sekali teman-temanku yang mati dan terlibat masalah dan aku yang selalu membantu mereka satu persatu. Namun, aku merasa terbuang setelah membantu mereka. Lalu, mereka pergi dan meninggalkanku dalam kegelapan. Saat kubuka mata ternyata semua orang sudah berada di kamarku.
"Ha!" Teriakku bangun dari mimpi.
"Hey, lu gpp?" Tanya Margaret.
"Cuma mimpi buruk, Mar." Ucapku
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Multitalenta
Teen FictionDISCLAIMER!!! NOVEL INI PENUH DENGAN ADEGAN 18+ KEKERASAN, KATA-KATA KASAR, PEMBULIAN, BUNUH DIRI DAN KEHIDUPAN SEKS SERTA PENYAKIT SEKSUAL. "Di balik otak yang cerdas, terdapat jiwa yang kotor." Bagitulah isi novel Sang Multitalenta : Tahun pertama...